Mahasiswa ITB Ciptakan Pendeteksi Zat Kimia Berbahaya, Seperti Apa Bentuknya?

Pembuatan alat ini dilatarbelakangi dengan maraknya penggunaan kontaminan zat kimia berbahaya di Indonesia, yang tentunya dapat membahayakan masyarakat.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 11 Jun 2018, 09:02 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2018, 09:02 WIB
iROS Surveillance alat pendeteksi zat kimia berbahaya buatan mahasiswa ITB. (Dok. Humas ITB)
iROS Surveillance alat pendeteksi zat kimia berbahaya buatan mahasiswa ITB. (Foto: Dok. Humas ITB)

Liputan6.com, Bandung - Mahasiswa ITB (Institut Teknologi Bandung) kembali menunjukkan hasil karya dan inovasinya. Mereka adalah tiga orang mahasiswa Teknik Elektro yang menciptakan alat untuk memonitor kadar kontaminan kimia yang berbahaya di alam terbuka.

Alat yang diberi nama iROS Surveillance ini merupakan gabungan dari unmanned aerial vehicle (UAV) dan unmanned ground vehicle (UGV). Rincinya, satu unit UGV bernama Seeker Jr dan drone bernama Tarrot T680 sebagai UAV.

Keduanya secara bersama melakukan pengawasan dan pemetaan kadar kontaminan kimia secara real time dan otonom.

Tugas akhir karya dari tiga mahasiswa ITB, yakni Deddy Welsan, Johnson Lee, dan Riza Syaihikma ini sempat dipamerkan pada ajang (Electronical Engineering) EEDays pada 22-24 Mei 2018 lalu di Aula Timur ITB.

"Pembuatan alat ini dilatarbelakangi dengan maraknya penggunaan kontaminan zat kimia berbahaya di Indonesia, yang tentunya dapat membahayakan masyarakat," ucap Johnson seperti dilansir laman ITB.

Menggunakan banyak sensor, iROS Surveillance memiliki fitur utama yang penting dan sangat bermanfaat untuk pengawasan dan pemetaan. Di antaranya kemampuan untuk automatic tracking, yang didukung dengan teknologi global positioning system (GPS).

Selain itu, didukung roda dan rangka yang kuat, iROS Surveillance juga memiliki jangkauan hingga 50 kilometer dan cocok digunakan untuk berbagai medan dan cuaca.

Selain unit UAV dan UGV, iROS Surveillance juga dilengkapi dengan suatu sistem antarmuka yang dikembangkan dari perangkat lunak kendali penerbangan bernama Q Ground Control yang bersifat open source. Sistem antarmuka tersebut sebagai pengendali atau penghubung antara pengguna dengan wahana yang digunakan.

Melalui sistem antarmuka tersebut, iROS Surveillance dapat melakukan Automatic Takeoff and Landing (ATOL) dan bergerak sesuai jalur yang telah diatur oleh pengguna.

Tidak hanya itu, menurut mahasiswa ITB tersebut, sistem antarmuka tersebut juga memiliki fitur visualisasi yang dapat menampilkan data-data yang penting, seperti posisi iROS Surveillance, konsentrasi kontaminan zat kimia, serta jalur pemetaan yang diatur oleh pengguna.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Cara Penggunaan iROS Surveillance

iROS Surveillance alat pendeteksi zat kimia berbahaya buatan mahasiswa ITB. (Dok. Humas ITB)
iROS Surveillance alat pendeteksi zat kimia berbahaya buatan mahasiswa ITB. (Foto: Dok. Humas ITB)

Untuk dapat menggunakan iROS Surveillance, pengguna harus terlebih dahulu menentukan beberapa parameter, seperti titik take off, sensitivitas sensor, serta jalur yang dilalui.

Di sini, iROS Surveillance menggunakan pengaturan jalur yang menyerupai grafik sinyal digital, yang secara konstan membentuk kumpulan persegi panjang.

"Hal ini diimplementasikan agar jalur tersebut membentuk suatu daerah cakupan yang luas, serta memberikan data yang akurat," tutur Johnson.

Setelah mengatur jalur, UGV akan bergerak dari titik awal ke titik take off, di mana drone akan mulai terbang dan mengikuti jalur yang telah ditentukan untuk melakukan proses pengawasan dan pemetaan.

Data yang diperoleh pada proses tersebut dikirimkan secara real time dan ditampilkan kepada pengguna menggunakan sistem antarmuka yang diciptakan lebih dulu.

Setelah selesai, drone akan mendarat pada UGV dan iROS Surveillance akan bergerak kembali ke titik awal. Untuk pengembangan ke depan, ketiga mahasiswa ITB ini berharap iROS Surveillance dapat digunakan dalam berbagai kasus di Indonesia.

"Kami berharap alat kami juga digunakan di berbagai kasus. Misalnya, untuk mengatasi zat kimia di daerah konflik dan industri dengan tingkat kecelakaan yang tinggi," Johnson menambahkan.

Mereka juga berharap alat tersebut juga dapat digunakan secara luas untuk keperluan lainnya, seperti pertanian, geomapping, smart city, serta forest monitoring.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya