Kisah Aco yang Dianggap Tak Waras, tapi Berkurban Seekor Sapi

Ia dipukul dan dimaki-maki bos sebuah perusahaan. Akhirnya dia keluar dari pekerjaan dan memilih menjadi kuli panggul. Sejak itu, ia dikenal sebagai pria tak waras.

oleh Ahmad Akbar Fua diperbarui 21 Agu 2018, 10:30 WIB
Diterbitkan 21 Agu 2018, 10:30 WIB
aco
Djafar alias Aco seorang kuli pikul yang dianggap tak waras, berfoto di depan sapi kurban miliknya. (Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Liputan6.com, Kendari - Namanya Djafar, tapi warga dan pengunjung Pasar Sentral Kendari mengenalnya sebagai Aco. Oleh masyarakat sekitarnya, ia dianggap kurang waras. Pekerjaannya sebagai kuli pikul di Pasar Sentral Kota Kendari.

Aco tak punya KTP dan tak tahu kapan dilahirkan. Namun, ia masih bisa diajak berkomunikasi. Tentu seperti sinyal seluler di pelosok, kadang nyambung kadang tidak. Yang jelas, Aco adalah salah satu warga Kendari yang ikut berkurban satu ekor sapi.

"Orang gila bisa kurban sapi?" begitu kira-kira pertanyaan yang selalu muncul.

Aco sukses menabung untuk membeli seekor sapi dan menyumbangkan sapinya itu untuk Hari Raya Idul Adha pada Rabu, 22 Agustus 2018.  Niat dan tekad Aco ini sempat ditolak oleh keluarganya. Namun, karena keteguhan hatinya, Aco tetap berkurban.

Sapi milik Aco memang tak sebesar dan seberat sapi Jokowi. Harganya Rp 8,3 juta.

"Menabung tiap hari. Setahun lebih nabung," kata Aco kepada Liputan6.com, Senin, 20 Agustus 2018.

Aco mulai kerja sebagai kuli pikul pada akhir 2016. Sebelumnya, ia berstatus karyawan sebuah perusahaan distributor pangan. Ia dipecat karena dianggap lalai saat bekerja.

"Saya dipukul. Lalu, saya keluar dan jadi tukang pikul di pasar," kata Aco.

Sejak itu, Aco seperti hilang ingatan. Ia dianggap kurang waras. Sekolahnya yang hanya sampai kelas 4 SD dan tak bisa membaca maupun menulis, mendukung anggapan ini karena sering susah diajak berkomunikasi.

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

Rajin Menabung

aco
Menyambangi para pedagang sebagai pelanggan tenaganya, Aco dikenal ikhlas dan rajin menabung. (Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Sejenak Aco berhenti bercerita. Ia membetulkan letak topinya yang basah oleh keringat dan miring ke kanan.

Bekerja menjadi kuli pikul di Pasar Sentral ternyata membuat hidupnya tenang. Ia menyisihkan sebagian yang didapatnya. Tak perlu ke bank, Aco menabungnya di rumah.

"Saya bisa menabung segini tiap hari," kata Aco, menunjukkan tiga jarinya. Artinya ia mampu menabung Rp 30 ribu tiap harinya.

Uang itu berasal dari upah pengguna jasanya. Bukan hanya pedagang pasar yang membongkar dagangannya dan berat yang menggunakan jasanya. Para pengunjung pasar sering menggunakan jasanya saat belanjaannya banyak dan berat.

Tak ada tarif pasti atas kerjanya itu. Biasanya semua terserah si pengguna jasa. Rata-rata untuk sekali pikul barang dari los pasar ke tempat parkir Aco mendapat upah Rp 2.000  atau Rp 1.000. Pengguna jasanya yang menentukan tarifnya.

"Ya, dikasih seikhlasnya. Saya tak pernah minta," kata Aco.

Aco dikenal ikhlas dan ringan tangan. Abbah, seorang kerabat Aco, menyebutkan bahwa Aco memang orang yang rajin.

"Dikasih berapa pun. Tak dikasih juga sering. Aco orangnya rajin dan menerima apa adanya," kata Abbah.

Wa Ode Sukaesih (46), wanita penjahit sepatu tempat Aco sehari-hari mangkal, mengatakan pria yang belum beristri itu dikenal irit. Dia cuma makan ala kadarnya setiap hari.

"Sekali sehari. Kadang diberi oleh pedagang pasar, makanya kami juga heran," ujar Wa Ode Sukawai.

Simak video menarik pilihan berikut di bawah:

Ikhlas, Tak Pernah Nagih Utang

aco
Dari tengah pasar hingga pangkalan angkot seperti ini Aco biasa menerima upah Rp 1.000 - Rp 2.000. (Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Wa Ode bercerita bahwa jika ada pedagang yang minta tolong dibelikan makanan, Aco juga dibelikan. Otomatis penghasilannya dalam sehari jarang dikeluarkan pria asal Kota Makassar itu.

"Kami kaget, tidak sangka dia bisa berkurban sapi. Awalnya banyak yang tertawa, tapi memang kenyataannya begitu," kata Wa Ode.

Aco memang dikenal rajin menabung sejak masih menjadi karyawan, sekitar 2013. Kebiasaan itu berlanjut saat alih profesi menjadi kuli pikul. Uang tabungannya kadang dibantu disimpankan pedagang pasar dan disimpan sendiri. Dasarnya adalah saling percaya dan ikhlas.

Tabungannya itu juga disisihkan untuk arisan dengan sesama pekerja kasar di pasar sentral. Arisan itu dikumpulkan per hari kepada salah satu bendahara kepercayaan dan diundi setiap bulan.

Wa Ode bercerita bahwa Aco pernah dicurangi. Mungkin karena dianggap kurang waras, sejumlah rekannya berbuat curang. Saat tiba giliran Aco mendapatkan uang arisan, rekan-rekannya banyak yang tak menyetor. Aco harusnya menerima arisan sebesar Rp 6,5 juta. Namun, uang yang diterimanya baru Rp 2 juta lebih.

"Tidak hanya itu, utang orang sama dia itu sebenarnya banyak. Hanya, dia tidak pernah ngotot nagih," kata Wa Ode.

Cerita ini diamini Hj Gusti, seorang pedagang sembako. Menurutnya Aco memang telaten dan pintar menyimpan uang. Uang yang didapat sejak bertahun-tahun lalu, kata Gusti disimpan di dalam tas kecil yang selalu dibawa bersama ikat pinggang.

"Kecil-kecil begitu tasnya, tapi masih ada uang sekitar 6 jutaan itu," kata Gusti.

Niat Aco berkurban disampaikan sekitar delapan bulan lalu, pada awal 2018. Saat itu, sejumlah pedagang tak percaya. Namun, pria yang tiga saudara kandung itu membuktikan punya cukup uang untuk membeli seekor sapi yang banyak dijual murah di wilayah Kabupaten Konawe Selatan.

Salma, salah satu pedagang pasar, mengatakan saat  Aco mengatakan hendak berkurban, mereka mulai menghitung uangnya. Ternyata, Aco sudah menyimpan uang hingga Rp 13 juta.

"Harga sapi Rp 8,3 juta. Tapi, Aco ikhlas membayar hingga Rp 9 juta dan masih bersisa Rp 700 ribu," kata Salma.

Salma bercerita bahwa Aco berpesan bahwa sisa uang Rp 700 ribu diberikan saja untuk panitia kurban. Katanya, uang itu bisa dipakai untuk pembeli rokok, kue, dan air minum untuk panitia yang membagikan kurban kepada warga tak mampu.

 

Kata Ulama

aco
Aco atau Djafar saat bekerja membantu mengangkat belanjaan ibu-ibu. (Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Fenomena orang tak waras berkurban ini direspons Ketua Nahdlatul 'Ulama (NU) Sulawesi Tenggara H Muslim. Menurut dia, sikap Aco atau bernama asli Djafar ini merupakan contoh baik.

"Keadaannya terlihat tidak mampu, namun ketika mencari keridhaan Allah Subhanahu Wata'ala, maka orang-orang seperti ini yang lebih dicintai Rasulullah. Dia bisa menjadi contoh bahwa dengan ikhlas dan berikhtiar, dia bisa berkurban," ujar H Muslim.

Terkait kondisi kejiwaan Aco yang dianggap kurang waras, menurut Muslim, ada perbedaan pendapat hukum berkurban. Ada yang mengatakan wajib dan ada yang mengatakan sunnah muakad.

"Ini berdasarkan dalil Alquran dan hadis nabi Muhammad," kata Muslim.

Hukum kurban dalam Alquran itu ada pada Surat Al Kautsar. Sementara, dalam hadis nabi ada beberapa yang menyatakan wajibnya berkurban bagi mereka yang mampu menunaikan.

"Posisi seseorang yang menabung uang sedikit demi sedikit hingga bisa membeli hewan kurban dengan uang halal atau hasil keringatnya, mereka inilah yang dicintai Allah dan Rasulnya," ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya