Mantan Anggota DPRD Kota Malang Bingung Ditanya Uang Pokir dalam Pembahasan APBD

Mantan anggota DPRD Kota Malang periode 2009 - 2014 baru mendengar istilah uang pokir yang menyeret puluhan anggota DPRD Kota Malang ke bui.

oleh Zainul Arifin diperbarui 07 Sep 2018, 05:02 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2018, 05:02 WIB
Mantan Anggota DPRD Kota Malang Heran Ada Duit Pokir di Pembahasan APBD
Sri Untari, mantan anggota DPRD Kota Malang periode 2009 - 2014 (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Malang - Kasus suap pembahasan APBD Perubahan 2015 Kota Malang, Jawa Timur, menyeret hampir semua legislator kota itu ke dalam jeruji penjara. Kejadian ini dianggap jadi fenomena yang memprihatinkan oleh sejumlah bekas anggota DPRD Kota Malang.

Istilah uang pokok pikiran atau pokir muncul dari anggota DPRD Kota Malang periode 2014 – 2019. Duit pokir belasan sampai puluhan juta rupiah mengalir dari pemkot ke kantong anggota dewan untuk memuluskan proyek saat pembahasan APBD-P 2015.

Arif Dharmawan, mantan Ketua DPRD Kota Malang periode 2009 – 2014 mengatakan, selama lima tahun duduk di kursi dewan baru kali ini mendengar istilah pokir untuk memuluskan pembahasan anggaran pemkot.

"Saya awam soal pokir itu. Entah istilah itu muncul dari mana. Duit tunjangan hari raya itu juga tak pernah ada selama saya dulu di dewan," kata Arif di Malang, Kamis, 6 September 2018.

Menurut Arif, jika ingin mengajukan program dewan lebih dulu menghimpun usulan masyarakat saat masa reses di daerah pemilihan masing–masing. Usulan itu kemudian disampaikan melalui fraksi partai di DPRD kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkot Malang.

"Disetujui atau tidak itu terserah tiap OPD, tergantung dari penting tidaknya. Apalagi kan juga ada keterbatasan anggaran," ujar Arif.

Hal senada dikatakan Sri Untari, mantan Ketua Komisi B DPRD Kota Malang periode 2009 – 2014. Menurutnya, istilah pokir juga kali pertama ini didengarnya. Ia menyesalkan sejumlah kolegnya yang terseret kasus ini.

"Dulu itu ya tak pernah ada uang–uang seperti itu. Kalau ke kami ya langsung jadi kursi dan peralatan lainnya, itu juga dikasih ke daerah pemilihan," ujar Untari.

Ia menuturkan, tiap anggota dewan memiliki hak untuk memberi konstituen mereka melalui kelompok masyarakat di daerah pemilihan. Tapi, itu semua diusulkan ke OPD dan langsung dikerjakan sendiri oleh tiap OPD sesuai usulan program anggota DPRD Kota Malang.

"Dilaksanakan dan dibelanjakan sendiri oleh OPD. Kami bersih tak dapat apa–apa karena langsung diserahkan ke konstituen. Makanya heran sekarang kok ada pokir," tutur Sri Untari.

Mereka yang Terlibat

Mantan Anggota DPRD Kota Malang Heran Ada Duit Pokir di Pembahasan APBD
Anggota DPRD Kota Malang Abdul Rachman (dua kiri) bersama Salamet (kanan) dan Mohan Katelu (tengah) tiba di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/6). KPK memanggil 11 anggota DPRD Kota malang untuk menandatangani perpanjangan penahanan. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Suap pembahasan APBD Perubahan 2015 menyeret pejabat Pemkot Malang dan 41 anggota DPRD Kota Malang. Wali Kota Malang periode 2013 – 2018 M Anton sudah divonis 2 tahun penjara, Jarot Edy Sulistiyono, Kepala Dinas PUPPB divonis 2,8 tahun penjara.

Arif Wicaksono Ketua DPRD Kota Malang periode 2013 – 2018 divonis 5 tahun penjara. Sedangkan 18 anggota dewan berstatus terdakwa dan sekarang masih menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Mereka adalah, Abdul Hakim (PDI-P), Tri Yudiani (PDI-P), Suprapto (PDI-P), Sulik Lestyowati (Demokrat), Imam Fauzi (PKB), Bambang Sumarto (Golkar), Sugiarti (Golkar), Heri Pudji Utami (PPP).

Abd Rochman (PKB), Syaiful Rusdi (PAN), Mohan Katelu (PAN), Sahrawi (PKB), Salamet (Gerindra, Wiwik Hendri Astuti, Sukarno (Golkar), Hery Subiantoro (demokrat), Zainuddin HS (PKB) dan Ya’qud Ananda Gudban (Hanura)

Sedangkan 22 anggota dewan yang baru saja ditetapkan sebagai tersangka adalah, Syamsul Fajrih (PPP), Sugiarto (PKS), Hadi Santoso (PDI-P), Indra Tjahyono (Demokrat), Harun Prasojo (PAN), M Fadli (Nasdem), Bambang Triyoso (PKS), Een Ambarsari (Gerindra), Erni Farida (PDI-P), Choirul Amri (PKS), dan Afdhal Fauza (Hanura).

Berikutnya, Teguh Mulyono (PDI-P), Mulyanto (PKB), Arief Hermanto (PDI-P), Choeroel Anwar (Golkar), Suparno (Gerindra) Soni Yudiarto (Demokrat), Ribut Haryanto (Golkar), Teguh Puji (Gerindra), Asia Iriani (PPP), Diana Yanti (PDI-P) dan Imam Gozali (Hanura).

 Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya