Jurus Baru Menggarap Lahan Gambut di Bumi Lancang Kuning

Kabupaten Siak menerapkan Aero Hydro Culture untuk menjaga kelestarian gambut serta meningkatkan produktivitas tanaman kebun di atasnya.

oleh M Syukur diperbarui 07 Feb 2019, 00:00 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2019, 00:00 WIB
Sejumlah peneliti dari berbagai lembaga memaparkan Aero Hydro Culture lahan gambut di Siak
Sejumlah peneliti dari berbagai lembaga memaparkan Aero Hydro Culture lahan gambut di Siak. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Siak - Kabupaten Siak berencana menerapkan Aero Hydro Culture untuk menjaga kelestarian gambut serta meningkatkan produktivitas tanaman kebun di atasnya. Bekerjasama dengan Badan Restorasi Gambut serta beberapa lembaga dan peneliti, termasuk dari Jepang, sistem bercocok tanam ini disebut bisa memangkas ongkos produksi.

Menurut Kepala BRG Nazir Foead, Siak terpilih karena kabupaten ini bersemangat mewujudkan program hijau yang digadang-gadang oleh Bupati Syamsuar. Sejumlah kelompok tani juga bersemangat dan menyediakan lahannya sebagai bahan uji coba.

"Tidak hanya untuk kebun sawit, tapi juga kebun nanas, kelapa, kopi dan jagung," kata Nazir kepada wartawan usai Workshop Pengembangan Sistem Aero Hydro Culture di Kantor Bupati Siak, Senin siang, 4 Febuari 2018.

Dalam menyusun sistem bercocok tanam ini, BRG juga melibatkan peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian dan guru besar dari Universitas Hokaido Jepang, Prof Mitsuro Osaki.

Sistem ini dimaksudkan menjaga stabilitas kebasahan gambut dengan melihat ketinggian permukaan air di sekat kanal, cadangan air di embung, dan metode pemupukan di sekitar tanaman di atas permukaan tanah berserat itu.

"Pemupukan bisa dilakukan setengah saja, tentunya murah bagi petani dan meningkatkan produktivitas tanaman di atasnya," terang Nazir.

Bupati Siak sekaligus Gubernur Riau, Syamsuar, menyebut sistem ini akan diterapkan di seluruh Bumi Lancang Kuning. Tentunya jika penerapan di Negeri Istana menunjukkan hasil memuaskan.

Menurut Syamsuar, sistem ini mendidik masyarakat agar tidak membakar saat membuka lahan, menjaga permukaan gambut dan meningkatkan produktivitas. Petani nantinya juga mendapat pengetahuan baru dalam bercocok tanam di atas gambut.

"Di Indragiri Hilir juga diterapkan nanti, lihat hasilnya. Apalagi sebagian besar lahan di Riau adalah gambut, salah satunya di Siak," ucap Syamsuar.

Menajemen Permukaan Tanah dan Pemupukan

Prof Mitsuro Osaki mengecek kebun sawit di lahan gambut untuk penerapan Aero Hydro Culture
Prof Mitsuro Osaki mengecek kebun sawit di lahan gambut untuk penerapan Aero Hydro Culture. (Liputan6.com/M Syukur)

Ke depannya, Pemkab Siak dengan BRG serta peneliti dan NGO akan menyiapkan tenaga penyuluh. Tanpa penyuluhan dan praktik di lapangan, program ini akan hanya menjadi teori di atas kertas.

"Peran penyuluh sangat penting, dan jangan salah kaprah, ini tidak hanya untuk sawit tapi juga nanas, kopi dan kelapa," tegas Syamsuar.

Sementara itu, Prof Mitsuro Osaki menjelaskan, sistem ini mengutamakan manajemen permukaan tanah dan metode pemupukan. Selama ini, petani hanya menebar pupuk di atas gambut tanpa tahu materi pupuk terserap ke tanah.

Osaki menyebut gambut paling lambat menyerap nutrisi pupuk di permukaan. Perlu ada beberapa zat ataupun bahan organik tambahan dengan radius beberapa centimeter dari batang.

"Pemupukan selama ini, 80 persennya tidak terserap. Makanya perlu ada page-page penyimpan bahan kompos disimpan di atas tanah sehingga akarnya ke permukaan. Jadi nutrisi dan oksigen terserap dengan baik dan produktivitas tanaman bisa dua kali lipat," terang Osaki.

Osaki juga menyebut sistem ini juga memerlukan ketinggian air di kanal sekeliling gambut ditinggikan, meski regulasi yang ada saat ini adalah 40 centimeter. Ketinggian perlu ditambah lagi hingga 20 sampai 30 centimeter.

"Dengan ini, petani tidak lagi membuang-buang pupuk. Sebagai catatan, sistem ini tidak bisa diterapkan pada padi," sebut Osaki.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya