Liputan6.com, Bandung Tim dokter Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung menyiapkan langkah penanganan terhadap Sunarti (39), penderita obesitas asal Karawang, Jawa Barat. Upaya untuk menurunkan berat badan Narti Sunarti dilakukan melalui proses menjaga pola makan hingga melakukan tindakan pembedahan Bariatrik.
Tim penanganan Narti Sunarti, Hikmat Permana, mengatakan pembedahan pengecilan lambung dilakukan mengingat kondisi tubuh pasien sudah cukup membebani, sehingga perlu dilakukan tindakan medis.
"Kami berencana melakukan tindakan untuk mengurangi beban hidup kesehatan. Pernafasan terutamanya mengganggu aktivitas pasien," kata Hikmat, Senin (4/1/2019).
Advertisement
Baca Juga
Saat ini, kata dia, tim dokter terus memantau kondisi Sunarti yang bobotnya mencapai 148 kilogram. Terutama mengatur pola makan yang beda dari biasanya.
Mengingat kondisi kelebihan berat badannya, Sunarti dirawat menggunakan tempat tidur khusus anti borok atau antidekubitus. Sebab, dikhawatirkan tekanan tubuh Sunarti akan menyebabkan luka atau lecet.
"Karena minimnya gerak tubuh, dia ditempatkan di tempat tidur khusus. Kita juga gunakan penghalang supaya tidak jatuh," ujarnya.
Menurut spesialis konsultan endokrin metabolik diabetes ini, Sunarti tidak perlu melakukan puasa untuk mengurangi berat badannya.
"Tidak perlu puasa, hanya perlu mengatur jumlah kalori. Kita sudah mencari data apa saja yang dia makan selama ini. Misalnya, sehari 2.500 kalori, kita turunkan 10 persennya," jelas Hikmat.
Sebelumnya, pihak RSHS telah membentuk tim penanganan obesitas Sunarti. Tim tersebut terdiri dari 11 dokter spesialis yang terdiri dari spesialis jantung, paru, gizi, nutrisi, psikiatri dan sebagainya.
Selain mengatur pola makan, Hikmat menyebutkan, pihaknya akan melakukan tindakan bedah Bariatrik.
"Kami tim medis dan pembedahan akan merencanakan tindakan yang terbaik. Pasien sudah dijamin BPJS dan KIS," ucapnya.
Hanya saja, kata Hikmat, pasien masih membutuhkan biaya tambahan untuk peralatan bedah.
"Semua tim akan bekerja sesuai regulasi yang berlaku. Pembedahan ini tentu akan berhasil kalau ada kerja sama dari semua pihak. Sekaligus mengurangi beban pasien itu sendiri," katanya.
Pembedahan sendiri dapat dilakukan kapan saja. Mengingat setelah pengecekan kesehatan Narti Sunarti tidak ditemukan masalah.
"Sebetulnya kita sudah dapat hasil, tinggal dianalisis ahli gizi. Besok juga dipersiapkan. Tapi bedah ini perlu alatnya dan harus dipesan. Kalau sudah tersida akan kita lakukan pembedahan. Secara pronsip bisa segera dioperasi," katanya.
Tindakan Bedah Bariatrik
Dokter bedah digestif dari RSHS, Reno Rudiman menyebutkan bedah Bariatrik sangat efektif untuk tindak lanjut pada penderita obesitas. Ia menjelaskan, bedah pengecilan lambung tersebut merupakan suatu tindakan untuk menurunkan berat badan apabila seluruh program yang dijalankan pasien obesitas tidak berhasil.
"Bedah ini untuk mengecilkan volume lambung. Selain itu, pasien akan beradaptasi pola makannya karena otomatis makannya jadi terbatas," jelasnya.
Program diet biasanya dilakukan untuk mengurangi berat badan. Namun sering gagal karena nafsu makan dan psikis tidak berubah. Lalu, biasanya terjadi konflik batin dalam diri seseorang.
Sedangkan bedah Bariatrik, kata Reno, akan membuang sensor atau saraf yang membuat nafsu makan seseorang.
"Ikut terbuang waktu operasi sehingga tidak ada lagi rasa lapar. Malah dari tim gizi nantinya mengingatkan untuk makan," katanya.
Menurut Reno, setelah bedah dilakukan, dalam dua tahun pasien sudah mencapai berat badan ideal. Dengan syarat tetap menjaga pola makan dengan baik dan jenis makanan yang dikonsumsi harus tetap hati-hati.
"Setelah dua tahun terbiasa, lambung yang diperkecil akan melebar kembali tapi tidak seperti semula. Akhirnya lama-lama kembali ke berat badan tersebut," jelasnya.
Sebelum operasi dilakukan, pasien harus dicek kondisinya. Seluruh organ mulai dari jantung, paru-paru dan sebagainya harus dalam keadaan baik.
Adapun pembedahan memerlukan alat khusus bernama Hemorrhoidal Circular Stapler. Alat yang dipakai untuk operasi ini hanya untuk satu kali proses. "Alat yang sekali pakai untuk pasien harganya tinggi karena masih impor dari luar negeri," kata Reno.
Â
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement