Mengembalikan Kejayaan Banyumas sebagai Galeri Lukis Terpanjang di Asia

Sokaraja, Banyumas, Jawa Tengah pernah begitu terkenal sebagai sentra galeri lukis realis naturalis Indonesia molek alias 'mooij indie'.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 04 Apr 2019, 16:02 WIB
Diterbitkan 04 Apr 2019, 16:02 WIB
Lukisan realis naturalis dalam pameran bertajuk Banyumas Tiga Zaman, di Purwokerto, 31 Maret-30 April 2019 (Foto: Liputan6.com/Nugroho P untuk Muhamad Ridlo)
Lukisan realis naturalis dalam pameran bertajuk Banyumas Tiga Zaman, di Purwokerto, 31 Maret-30 April 2019 (Foto: Liputan6.com/Nugroho P untuk Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banyumas - Sokaraja, Banyumas, Jawa Tengah pernah begitu terkenal sebagai sentra galeri lukis realis naturalis Indonesia molek alias mooij indie. Itu terjadi setelah kemerdekaan dan meraih kejayaan pada 1970-an.

Akan tetapi, pada akhir 1980-an, galeri untuk seniman-seniman realis naturalis itu nyaris tinggal nama. Galeri yang tadinya moncer dan menjadi buruan wisatawan Eropa itu lenyap, nyaris tak berbekas.

Kini, kota kecil yang bersebelahan dengan Purwokerto itu lebih dikenal sebagai pusat oleh-oleh khas, Getuk Sokaraja. Galeri lukis yang dulu berderet-deret Jalan Jenderal Soedirman berubah menjadi etalase kuliner.

Ramainya kurang lebih sama. Namun, pengunjung tak lagi mencari lukisan si Indonesia Molek, melainkan berburu jajanan. Bebauan kertas dan cat minyak berubah menjadi gurihnya aroma getuk goreng Sokaraja.

Ingatan tentang kejayaan galeri lukis di Sokaraja masih kuat terpatri. Para perupa muda pun mafhum, kejayaan tak mungkin diperoleh tanpa kerja nyata. Karenanya, mereka lantas menggelar pameran seni rupa "Banyumas Tiga Zaman" di Galeri Seni Kampoeng Maen, Oemah Maen Resto, Jalan Raya Baturraden Kilometer 7, Baturraden, Banyumas.

Salah satu yang dipamerkan adalah lukisan bertajuk 'Di Mana Masa Depanku'. Sesosok perempuan memeluk bayi. Pada kain linen yang membalut, tergambar dua buah ikon "Kartu Suara" dan gedung parlemen di Senayan.

Karya Rayung Purbantara di galeri lukis Kampoeng Maen itu terasa cukup menggelitik. Sebab, perupa muda Banyumas ini menyelipkan pesan bahwa masa depan bergantung dari suara yang disalurkan untuk wakil rakyat.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 Galeri Lukis Terakhir di Sokaraja

Lukisan Masa Depanku dalam Pameran bertajuk Banyumas Tiga Zaman, di Purwokerto, 31 Maret-30 April 2019 (Foto: Liputan6.com/Nugroho P untuk Muhamad Ridlo)
Lukisan Masa Depanku dalam Pameran bertajuk Banyumas Tiga Zaman, di Purwokerto, 31 Maret-30 April 2019 (Foto: Liputan6.com/Nugroho P untuk Muhamad Ridlo)

Inilah salah satu lukisan yang menonjol di antara 46 karya yang dipajang 18 perupa Banyumas, pada pameran seni rupa yang berlangsung antara 31 Maret-30 April 2019 mendatang. Selain karya Rayung, masih terdapat sejumlah karya kritik-kritik tersirat dalam beberapa karya.

Misalnya, Titut Edi Purwanto yang menampilkan lukisan surealis bertajuk 'Gelombang Hoax'. Tak ketinggalan, gaya Mooij Indie Sokaraja, karya perupa Kuat Casmoro yang juga tampil dalam bentuk tiga lukisan pemandangan.

"Pameran ini menjadi upaya untuk merintis jalan sekaligus membangkitkan seni rupa di Banyumas. Sebab, pada era 1970-1980, Jalan Jenderal Soedirman Sokaraja menjadi galeri terpanjang se-Asia Tenggara," katanya, dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Rabu, 3 April 2019.

Sayangnya, galeri yang sudah begitu dikenal di dunia dan menjadi destinasi wisatawan Eropa ini perlahan surut. Kini di jalan raya Sokaraja hanya tersisa dua galeri.

"Jalan raya menuju kawasan wisata Baturraden sudah cukup dikenal menjadi tujuan wisatawan, kami ingin kembali menghidupkan konsep-konsep pada masa itu untuk dialihkan di Galeri Kampoeng Maen," dia menerangkan.

Pandhu mengatakan, dalam pameran ini, sebanyak 18 perupa terdiri dari beragam usia, mulai muda, matang, dan pelukis senior. Ada yang berusia lebih dari 60 tahun, kelompok usia menengah dan bahkan pemula yang baru pertama kali mengikuti pameran.

 

Etalase Para Perupa Banyumas

Pameran bertajuk Banyumas Tiga Zaman digelar di Purwokerto, 31 Maret-30 April 2019. (Foto: Liputan6.com/Nugroho P untuk Muhamad Ridlo)
Pameran bertajuk Banyumas Tiga Zaman digelar di Purwokerto, 31 Maret-30 April 2019. (Foto: Liputan6.com/Nugroho P untuk Muhamad Ridlo)

Perupa mengusung berbagai aliran, di antaranya realisme, naturalis, kaligrafi, futurisme, dekoratif, surealis.

Membuka pameran, seniman Padhepokan Cowongsewu, Titut Edi Purwanto menggelar pertunjukan seni atau performing art. Sementara seniman mural, Adan Fajar "Maruciel" mengekspresikan keliarannya dengan "mengebom" papan berukuran raksasa.

Pemilik Omah Maen Resto, Guno Purtopo mengaku prihatin dengan kurangnya galeri lukis di Sokaraja. Akibatnya, pelukis kekurangan tempat untuk memajang karyanya.

Dia berharap, keberadaan Galeri Seni Kampoeng Maen bakal memicu kegiatan berkesenian di Banyumas. Dengan begitu, geliat seni rupa di Banyumas akan terasa. Pelukis di Banyumas boleh memajang dan memamerkan karyanya di tempat ini.

"Dengan adanya Galeri Seni Kampoeng Maen, segala bentuk kesenian Banyumas bisa di sini, nanti jadi satu galeri seni dan menjadi satu destinasi wisata baru," dia menerangkan.

Kepala Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata dan Kebudayaan (Dinporabudpar) Banyumas, Asis Kusumandani mengatakan, konsep galeri seni yang dihadirkan Kampoeng Maen cukup menarik. Menurut dia, galeri ini harus dikemas agar memiliki daya jual agar bisa menarik wisatawan.

"Perlu ada inovasi agar menjadi daya tarik baru bagi wisatawan. Seni budaya yang menghasilkan produk-produk kreatif merupakan pendukung pariwisata yang memiliki nilai lebih," dia menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya