Liputan6.com, Magelang - Di masa lalu, Magelang bukanlah kota yang dikenal bersumbu pendek. Mitologi Jawa yang meyakini keberadaan Gunung Tidar sebagai paku keseimbangan Pulau Jawa menyebabkan banyak bertebaran sisa-sisa peradaban lawas nan adiluhung.
Ademnya situasi sosial itu tiba-tiba dikejutkan suara tembakan berulang pada Minggu malam. Dua kelompok massa sedang bertempur, mempertahankan harga diri mereka. Harga diri?
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Mari kita lihat kronologinya. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari Kepolisian Resor Magelang Kota, Jawa Tengah, peristiwa diawali ketika ada puluhan orang berjalan kaki menuju RSUD Tidar. Puluhan orang ini berencana menengok rekannya yang dirawat akibat berkelahi.
Tapi, sungguh janggal. Mereka hendok menengok orang sakit namun membawa sejumlah benda tak lazim. Balok kayu, pentungan, clurit, bahkan pedang dan kelewang berukuran panjang.
Kapolres Magelang Kota AKBP Idham Mahdi, didampingi Kasat Reskrim AKP Rinto Sutopo, dan Kasat Intelkam AKP Danang mendapat laporan ini langsung turun ke lapangan. Ternyata kumpulan pemuda ini dari Gerakan Pemuda Ka'bah, sebuah ormas yang berada di bawah Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Â
Kronologi Suara Tembakan
Kapolres langsung mendekat dan berbicara dengan Zaenal Arifin, sang ketua GPK. Setelah negosisasi antara GPK dan kepolisian, massa akhirnya mau kembali ke markasnya di Baben dengan berjalan kaki melewati Jalan Tidar-Jalan Ikhlas. Puluhan polisi bersenjata lengkap ikut mengawal.
Namun sesampainya di depan Bank Magelang, ratusan warga yang diduga dari Paten Jurang telah menghadang di simpang empat Pasar Rejowinangun.
Tawuran pun terjadi dengan aksi lempar batu dan botol. Massa GPK yang tersulut emosinya langsung membalas melempar batu dan botol, serta mencabut papan rambu-rambu yang berada di sepanjang Jalan Tidar.
Saat itulah terdengar tembakan berkali-kali. Ketenangan kota Magelang terusik. Rupanya polisi berusaha membubarkan massa dengan tembakan peringatan puluhan kali. Celakanya, massa seakan sudah putus urat takutnya, massa semakin beringas.
Polisi memanggil bala bantuan. Ratusan polisi pengendali massa dikerahkan dengan peralatan lengkap. Gas air mata kembali ditembakkan sehingga mereka yang tengah tawuran tak bisa melihat dan matanya terasa pedih. Tak ada pilihan, kelompok dari GPK mundur teratur dan berkumpul di depan RSUD Tidar.
Simak video pilihan berikut:Â
Advertisement
Ayo Baikan
Polisi langsung berkoordinasi dengan tentara. Dua truk Kodim 0705/Magelang langsung ke lokasi dan bersiaga menemani ratusan polisi pengendali massa. Jalan Tidar langsung ditutup dan disterilkan dari masyarakat.
"Saya meminta agar ketua GPK membubarkan massanya dan mengajak pulang," kata Kapolres Magelang Kota AKBP Idham Mahdi.
Mereka bubar dan menolak tawaran serta anjuran polisi dan tentara untuk menggunakan truk operasional. Mereka memilih berjalan kaki menuju markas GPK di Baben dengan kawalan polisi dan tentara.
Merunut perkelahian yang menjadi pemicu, sebenarnya hanya bermula dari saling ledek saja. Namun karena yang berkelahi adalah dua organisasi massa, maka emosi menyulut hingga organisasi dan seakan bentrokan terjadi antar organisasi massa.
"Nggak. Itu pribadi. Kalau ormas, masak pemerintah diam saja melihat ormas yang bertindak kekerasan," kata Agus, salah satu pengguna jalan.
Lalu mari kita jawab pertanyaan di atas? Benarkah membela harga diri? Ataukah sekadar solidaritas buta yang konyol?
Sebaiknya memang 'baikan dong', sehingga bisa bersama-sama membangun Magelang Gemilang.