Pengalaman Unik Wapres JK dengan Pancasila

Meski menjadi pengusaha, JK ternyata harus berjuang memperoleh sertifikat P4, layaknya calon PNS pada era Soeharto.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 15 Agu 2019, 11:50 WIB
Diterbitkan 15 Agu 2019, 11:50 WIB
Wapres JK
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memaparkan pengalaman hidupnya yang berkaitan dengan Pancasila saat membuka Kongres Pancasila XI di Balai Senat UGM, Kamis (15/8/2019). (Liputan6.com/ Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Yogyakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memaparkan pengalaman hidupnya yang berkaitan dengan Pancasila saat membuka Kongres Pancasila XI di Balai Senat UGM, Kamis (15/8/2019). Dalam pidato pembukaannya yang berjudul Merajut Persatuan Bangsa, JK mengungkapkan pengalaman hidupnya soal Pancasila yang belum banyak diketahui banyak orang.

JK mengakui pada era pemerintahan Soeharto, indoktrinasi Pancasila sangat terasa di seluruh lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Semula, ia berpikir tidak terimbas secara langsung dengan penataran P4 yang harus ditempuh oleh calon Pegawai Negeri Sipil sebelum memperoleh jabatannya.

"Penataran P4 semacam syarat untuk menjadi pegawai, saya waktu itu pengusaha jadi tidak wajib ikut indoktrinasi," ujar JK.

Namun, ia salah duga. Pada suatu saat, ia harus menjalin kerja sama dengan Pertamina. Sebagai rekanan Pertamina, ia harus memiliki sertifikat P4. Artinya, JK harus mengikuti penataran P4.

Ia pun mencari informasi soal penataran P4 yang ternyata bisa dilakukan di kelurahan. JK mengikuti penataran P4 di kelurahan selama dua hari dan berhasil memperoleh sertifikat.

"Kebutuhannya memang jadi administratif, Pancasila jadi syarat administratif," kata  JK.

Ia menegaskan Pancasila merupakan dasar negara, pondasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Tujuan Pancasila adalah kemakmuran dan kesejahteraan.

Menurut JK, istilah Pancasila sebagai dasar negara sangat tegas dan mudah disimpulkan. Akan tetapi, penafsiran dan pelaksanaannya berbeda-beda.

"Bung Karno sebagai penggagas Pancasila tentu yang paling berhak menafsirkan, namun pelaksanaannya yang berbeda-beda menyebabkan muncul tafsir yang berbeda-beda juga," tutur JK.

Pancasila yang Dibahas Sederhana Mudah Dipahami

Wapres JK
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memaparkan pengalaman hidupnya yang berkaitan dengan Pancasila saat membuka Kongres Pancasila XI di Balai Senat UGM, Kamis (15/8/2019). (Liputan6.com/ Switzy Sabandar)

JK menilai Pancasila sebagai dasar negara seharusnya dibahas secara sederhana sehingga mudah dipahami. Sederhana yang dimaksud adalah memahami lima sila Pancasila sesuai dengan isinya dan saling berkaitan.

"Lima sila harus dipahami sebagai satu kesatuan, tidak bisa dipisah-pisah," ucap JK.

Ia mengajak setiap orang bisa menilai seberapa tinggi kadar Pancasila di dalam diri. Ia mencontohkan, beberapa tahun lalu ada ratusan pengungsi Rohingya akan merapat ke Aceh karena kapalnya rusak.

Semua pejabat menolak. JK menemui tiga orang, panglima, menteri, dan gubernur. Ia bilang kepada mereka yang setiap hari membaca Pancasila tetapi tidak ingat sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab.

"Akhirnya para pengungsi diterima, begitu-begitu saja, (Pancasila) tidak perlu ditafsirkan panjang-panjang," ujar JK.

 

Persoalan pada Tujuan Pancasila

Wapres JK
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memaparkan pengalaman hidupnya yang berkaitan dengan Pancasila saat membuka Kongres Pancasila XI di Balai Senat UGM, Kamis (15/8/2019). (Liputan6.com/ Switzy Sabandar)

Menurut JK, persoalan yang muncul di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara ini bukan pada Pancasila sebagai dasar negara, melainkan tujuannya.

"Kesejahteraan tidak tercapai, krisis ekonomi, orang menjadi marah, tujuan Pancasila tidak tercapai," ucapnya.

Ia mengungkapkan selama 74 tahun Indonesia merdeka ada 15 kali konflik besar. Konflik besar yang dimaksud adalah kejadian yang menelan ribuan korban jiwa, antara lain,  pemberontakan Madiun, RMS, DI/TII, PRRI, Permesta, konflik Papua, serta kerusuhan Ambon, dan Kalimantan.

"Konflik-konflik itu, termasuk konflik Aceh, orang mengira karena persoalan agama? Tidak, itu muncul karena ketidakadilan ekonomi, Aceh yang kaya sumber daya alam (tidak dinikmati oleh semua masyarakat Aceh)," tutur JK.

Ia menegaskan, tidak ada hubungan antara dasar dengan tujuan. Jadi, tidak pantas Pancasila dipakai sebagai alat.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya