Liputan6.com, Mataram - Kasus dugaan pengeroyokan hingga menewaskan Zainal Abidin, pelanggar lalu lintas yang diduga dilakukan oleh oknum polisi berbuntut panjang.
Pihak keluarga korban mendatangi kantor Biro Komunikasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Fakultas Hukum Universitas Mataram dan meminta pendampingan hukum agar pelaku pengeroyokan dihukum seberat beratnya.
"Kami, keluarga dekat almarhum dan masyarakat Masbagik, Lombok Timur meminta agar pelaku pengeroyokan dihukum seberat beratnya," ujar Heri Kiswanto, paman Zainal Abidin di Mataram.
Advertisement
Baca Juga
Heri mengatakan, kedatangannya ke BKBH FH Unram karena mengetahui dengan pasti bahwa Zainal Abidin meninggal karena dikeroyok bukan karena mengidap penyakit seperti yang disampaikan oleh pihak kepolisian.
Ia mengetahui hal tersebut dari keponakan korban, Ihsani, sesaat setelah Zainal menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Doktor Sudjono, Selong, Lombok Timur.
"Memang benar Zainal mengalami gangguan jiwa. Tetapi Zainal tidak pernah bikin onar. Dan dari keterangan Ihsani kepada saya, Ihsani melihat langsung bahwa Zainal dikeroyok di Satlantas dan di dalam ruangan Penyidik Reskrim Polres Lombok Timur," kata Heri.
Pengakuan Ihsani tersebut menurut Heri benar adanya. Sebab, kata dia, saat Jenazah Zainal dimandikan, ia melihat banyak luka memar di kepala dan badan Korban.
"Di bagian wajahnya lebam, dan di kupingnya keluar darah kelihatan sekali kalo itu bekas pemukulan," kata Heri.
Sementara itu direktur BKBH FH Unram, Joko Jumadi mengatakan pihaknya telah menyediakan delapan orang pengacara dalam menangani kasus tersebut. Sebab ia menduga pihak kepolisian terkesan menutup nutupi kasus tersebut dengan memberikan uang taliasih senilai 30 juta kepada orang tua korban.
"Kami harap kepolisian terbuka dan menyampaikan fakta yang terjadi dan memproses pelaku dugaan pengeroyokan. Kuat dugaan dari kami ada kesalahan SOP. Kalau tidak ada kesalahan, tidak mungkin ada tali asih," kata Joko Jumadi didampingi pengacara lainnya.
Simak video pilihan berikut: