Liputan6.com, Aceh - Di antara foto bunga, serangga, anura, serta reptilia, yang diunggah Dedi di akun instagram-nya ada satu yang menarik perhatian. Sembilan belas ekor tukik tengah berlomba mencapai ombak, meninggalkan bekas rayapan —mirip gulma laut— di atas pasir.
"Selamat jalan, semoga selamat. Kembalilah ketika dewasa kelak." Begitu tertulis di kolom keterangan unggahannya tersebut.
Dedi (48) memang punya kedekatan dengan penyu. Ketua lembaga konservasi penyu 'Aroen Meubanja' di Kabupaten Aceh Jaya ini sampai menyematkan kata 'Penyu' di belakang namanya.
Advertisement
Namun, lelaki kelahiran 1971 pernah punya sejarah yang tidak terlalu 'elok' dengan hewan tersebut. Ia dulunya seorang pemburu telur penyu.
Baca Juga
"Kira-kira tiga tahun sebelum tsunami menjadi pemburu penyu," akuannya, kepada Liputan6.com, Minggu (22/19/2019).
Sikapnya berubah pada suatu ketika. Ia sadar perbuatannya berakibat buruk pada kelangsungan hidup hewan bertungkai yang dilindungi oleh undang-undang.
Terdapat beberapa aturan terkait perlindungan penyu. Antara lain, PP No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, juga sebuah konvensi internasional tentang perdagangan flora dan fauna liar yang terancam punah.
"Tergerak hati, saya dulu tidak tahu penyu atau 'penyi' dalam bahasa Aceh satwa langka, dilindungi oleh undang-undang," kata Dedi.
Melalui 'Aroen Meubanja' berpersonel 11 orang, Dedi dan sejawat mendedikasikan diri untuk melindungi dan melestarikan penyu. Selain aktif memonitor selama siklus peneluran —sepanjang pantai Keude Panga, Kuta Tuha, dan Alue Pit— untuk menjaga agar inkubasi berjalan tanpa ancaman pemburu, telur direlokasi ke penangkaran hingga tukik dilepasliarkan ke habitat semula.
"Patroli kita bagi waktu. Waktu tentatif kadang, dari bulan 9 ke bulan 3 tahun berselang," terang ketua lembaga yang lahir pada 2012.
Nama 'Aroen Meubanja' dipilih dengan filosofi, 'aron' berarti pohon cemara yang banyak ditemukan di kawasan pantai di Aceh, yang 'meubanja' atau berjejer, menangkal laju angin. Para pemburu telur penyu ditamsilkan sebagai angin, sebaliknya, Dedi dan sejawat ialah pohon cemara yang siap menghadang.
Menurut Dedi, dulunya terdapat 'kearifan lokal' ketika masyarakat mengonsumsi telur penyu hanya untuk kebutuhan terbatas. Itu sebelum telur penyu menjadi komoditas yang diperjualbelikan dalam jumlah besar karena harganya yang menggiurkan.
"Kalau lihat orang jual telur penyu rasanya sakit," ucapnya.
Gerakan konservasi penyu di Aceh Jaya telah dimulai sejak 2012. Saat itu, masyarakat mulai sadar jika hewan yang sudah ada sejak akhir zaman Jura mulai terancam punah.
"Dulu, walau diambil, tapi diambil seperlunya, dan disisakan, sekarang sampai ke ujung lubang telurnya disasar oleh pemburu tanpa sisa. Alhamdulillah, sekarang sudah mengalami penurunan," kata lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan.
Lepasliarkan Tukik
Sabtu (21/12/2019), kawasan pantai Keude Panga terlihat ramai. Hari itu sedang ada kegiatan melepasliarkan 93 ekor tukik jenis penyu lekang atau bernama latin Lepidochelys olivacea yang baru menetas.
Pelepasliaran tukik merupakan rutinitas Aroen Meubanja didukung pegiat lingkungan. Kegiatan ini serenteng dengan pembersihan serta pendataan jenis sampah yang tercecer di kawasan pantai Keude Panga pada Minggu (22/12/2019).
"Apakah masih kondusif dengan kondisi penyu hari ini. Pada dasarnya kita ingin mengaitkan pelestarian penyu dengan penyelematan lingkungan," jelas Koordinator Kegiatan, Crisna Akbar, Sabtu.
Crisna menerangkan, konservasi penyu menjadi penting mengingat reptilia tersebut jadi salah satu pengendali ekosistem laut.
Penyu berperan menjaga populasi ikan karena hewan ini memakan ubur-ubur yang merupakan predator bagi ikan kecil, selain karapasnya juga jadi rumah bagi hewan laut lain seperti teritip.
Advertisement
Penyu Makan Plastik
Langkah pembersihan serta penginventarisan sampah bertujuan untuk melihat jenis dan jumlah plastik yang berceceran di sepanjang pantai Keude Panga.
Ini dilakukan mengingat penyu sering memakan sampah plastik —survei University of Exeter mengungkap bahwa sampah plastik telah membunuh 1000 penyu setiap tahunnya.
Prof. Dr Mike James dari Departemen Biologi Dalhousie University bersama tim telah memeriksa sebanyak 317 hasil bedah bangkai penyu belimbing yang dipublikasi di jurnal Marine Pollution Bulletin.
Tim ini menemukan sepertiga dari penyu belimbing mati karena telah menelan plastik.
Penyu disebut-sebut susah membedakan antara ubur-ubur dengan kantong plastik, terutama yang bening atau transparan.
Plastik yang sudah ditelan dapat mengganggu tenggorokan, sistem pencernaan, sistem reproduksi, dan, sulit untuk disembuhkan.
"Sampah, terutama di pendaratan penyu, bisa diminimalisir, karena, penyu beranggapan bahwa sampah plastik itu makanan mereka," ujar Crisna.
Saksikan video pilihan berikut ini: