Liputan6.com, Medan - Kasus kematian babi akibat virus hog cholera atau kolera babi dan african swine fever (ASF) masih bergulir di Sumatera Utara (Sumut). Sebelumnya kematian babi menyerang di 16 kabupaten/kota, dan terbaru juga terjadi di dua kabupaten lain.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Muhaimin D mengatakan, dua kabupaten tersebut adalah Batubara dan Mandailing Natal (Madina). Di Batubara ditemukan kematian babi sebanyak 66 ekor dan Madina 6 ekor. Hingga 5 Januari 2020, jumlah kematian babi di Sumut mencapai 35.886 ekor.
"Kita masih menunggu arahan untuk penanganan selanjutnya. Ada pertambahan kabupaten terkait kematian (babi), Batubara dan Madina," kata Muhaimin, Selasa (7/1/2020).
Advertisement
Baca Juga
Dia mengungkapkan, terkait virus ASF pihaknya belum mendapatkan surat dari Kementerian Pertanian. Salinan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 820/KPTS/PK.320/M/2019 tentang pernyataan wabah penyakit demam babi afrika (African Swine Fever) pada beberapa kabupaten/kota di Sumut diketahuinya melalui aplikasi percakapan WhatsApp.
"Ditetapkan Menteri 12 Desember 2019. Surat resmi dari Kementrian belum kami terima, mungkin ditujukan ke Gubernur," ungkapnya.
Hingga kini, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan masih menunggu arahan dari Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, untuk penanganan selanjutnya. Begitu juga soal pemusnahan.
Sebelumnya, 16 kabupaten yang dinyatakan sebagai daerah wabah virus hog cholera yakni Dairi, Humbang Hasundutan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Karo, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Samosir, Simalungun, Pakpak Bharat, Langkat, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, dan Medan.
Kepala Balai Veteriner Medan, Agustia menyebut, 16 kabupaten/kota yang terjangkit wabah merupakan kantong populasi babi di Sumut. Virus hog cholera maupun ASF dapat menyerang dengan cepat. Begitupun, berdasarkan ilmunya, babi di Sumut bisa habis semuanya.
"Di Sumut ada 33 kabupaten/kota. Kita terus fokus, jangan sampai bertambah," ujarnya.
Â
Dilema Gubernur Sumut
Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, merasa dilema dalam penanganan babi usai keluarnya pernyataan tentang ASF dari Kementerian Pertanian. Menurutnya, risiko jika babi dimusnahkan, akan seperti di China yang selama 20 tahun berikutnya belum diizinkan memelihara babi sampai dinyatakan steril.
"Dilema di situ. Kalau saya iyakan untuk persoalan menjadikan bencana, berarti semua babi harus dimusnahkan. Mampukah itu. Saya masih mencari peluang yang lain," sebutnya.
Edy menyebutkan, yang dilakukan saat ini mengantisipasi masuknya dari luar ke dalam dan sebaliknya agar tidak menular ke tempat lain. Hal lain memperketat pos-pos yang ada, menyiapkan dan membantu masyarakat mengubur babi yang mati, sehingga tidak dibuang sembarangan.
"Rakyat di Sumut berbeda. Apalagi Natal kemarin, peternak mau tahun baru memelihara babi untuk keluarga, untuk anak sekolah, segala macam. Kalau dimusnahkan dengan harga yang diatur, perlu kita pikirkan. Kasih kesempatan gubernur berpikir," tegasnya.
Jumlah kematian babi yang disebut Edy sebanyak 42.000 ekor berbeda dengan yang disebut Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Muhaimin D, sebanyak 35.886 ekor.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement