Cara Pemdes di NTT Melawan Pungli Wisata Kampung Adat

Pernah ada yang membeberkan di media sosial terkait keluhan wisatawan tentang adanya pungli di destinasi wisata itu

oleh Ola Keda diperbarui 23 Feb 2020, 21:00 WIB
Diterbitkan 23 Feb 2020, 21:00 WIB
Wisatawan asing saat mengisi buku tamu di wisata kampung adat Ratenggaro. (Foto: Liputan6.com/Ola Keda)
Wisatawan asing saat mengisi buku tamu di wisata kampung adat Ratenggaro. (Foto: Liputan6.com/Ola Keda)

Liputan6.com, Kupang - Mengantisipasi pungutan liar (pungli) di destinasi wisata kampung adat dan pantai Ratenggaro, Kecamatan Kodi Bangedo, Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Pemerintah Desa Maliti Bondo Ate mengeluarkan Peraturan Desa (Perdes) Nomor 5 tentang Retribusi.

Kepala Desa Maliti Bondo Ate, Matius Rakatoda mengatakan, Perdes tersebut telah ditetapkan pada tanggal 9 Desember 2019 lalu dan diberlakukan sejak 5 Februari 2020.

"Ini kita sudah jalankan, belum sampai satu bulan kita tarik retribusi parkir dan bea masuk ke area destinasi wisata Kampung adat dan Pantai Ratenggaro. Semua warga dan pengunjung diwajibkan mentaati Perdes untuk membayar biaya masuk," ujarnya, Minggu (23/2/2020).

Ia mengatakan, setiap wisatawan diwajibkan membayar karcis masuk sesuai dengan kategori, dengan perincian, wisatawan lokal dari Pulau Sumba Rp10 ribu, wisatawan domestik atau di luar Sumba dipatok Rp20 ribu, sedangkan untuk wisatawan mancanegara Rp40 ribu untuk sekali masuk.

"Retribusi parkir mobil Rp10 ribu dan Rp5.000 untuk kendaraan bermotor roda dua. Semua kendaraan wajib parkir di lahan parkir sekitar pos masuk, tujuannya agar tidak merusak lingkungan kampung dan pantai," katanya.

Dia mengakui pernah ada yang membeberkan di media sosial terkait keluhan wisatawan tentang adanya pungli di destinasi wisata itu. Mereka mengeluh terkait adanya biaya saat pengisian buku tamu. Hal itu, kata dia, tidak diketahui pengurus kampung adat karena tidak ada laporan.

Perihal beberapa mantan wisatawan yang berwisata di daerah itu dan meninggalkan kesan buruk tentang penerimaan dan pelayanan di area pariwisata Matius menuturkan bahwa hal itu belum terkonfirmasi kebenarannya. Sempat tersiar isu pungutan liar, misalnya saat mengisi buku tamu.

"Itu hanya sebagai cara untuk merusak citra, sebab lapornya (pungli)di media sosial. Ini hanya dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab agar jangan ada lagi wisatawan yang datang ke sini," tandasnya.

Simak video pilihan berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya