Cerita Petugas BPPTKG Pantau Erupsi Merapi di Tengah Wabah Covid-19

bahaya letusan atau erupsi Merapi ini berupa awan panas dan lontaran material vulkanik dengan jangkauan maksimal tiga kilometer berdasarkan volume kubah yang sebesar 291 ribu meter kubik

oleh Wisnu Wardhana diperbarui 28 Mar 2020, 02:00 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2020, 02:00 WIB
Erupsi Gunung Merapi terjadi ketika Indonesia masa darurat Covid-19. (Foto: Liputan6.com/Wisnu Wardhana)
Erupsi Gunung Merapi terjadi ketika Indonesia masa darurat Covid-19. (Foto: Liputan6.com/Wisnu Wardhana)

Liputan6.com, Yogyakarta - Di tengah masa Tanggap Darurat Bencana Covid-19 yang telah ditetapkan oleh presiden Joko Widodo, Gunung Merapi kembali erupsi. Letusan terjadi pukul 10.56 WIB hari Jumat tanggal 27 Maret 2020 dengan tinggi kolom 5 km dari puncak G. Merapi.

Letusan yang terjadi selama tujuh menit dengan amplitude yang terekam di seismogram sebesar 75 mm ini diikuti awan panas yang meluncur kearah selatan – tenggara arah kali Gendol dengan jarak sekitar dua kilometer.

Angin saat Merapi erupsi mengarah ke Barat Daya. Hujan abu dilaporkan terjadi dalam radius 20 kilometer dari puncak terutama pada sektor Barat menjangkau wilayah kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang.

Selain itu, Hujan abu bercampur pasir halus dilaporkan terjadi di wilayah Desa Banyubiru, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang yang berjarak sekitar 15 kilometer dari puncak Gunung Merapi.

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida, menyatakan bahwa sama dengan letusan sebelumnya, letusan kali ini tidak diikuti oleh precursor yang jelas.

“Tak ada peningkatan kegempaan yang signifikan, bahkan di tanggal 26 Maret 2020, hanya dua kali terjadi gempa Fase Banyak dan 1 kali gempa guguran,” papar Hanik.

Demikian juga deformasi tidak menunjukkan perubahan yang signifikan.

“Observasi ini menunjukkan bahwa menjelang letusan tidak terbentuk tekanan yang cukup kuat karena material letusan didominasi oleh gas vulkanik”, ungkap Hanik lebih lanjut.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Terapkan WFH, merapi tetap dipantau 24 jam.

Kepala BPPTKG, Hanik Humaida memantau erupsi dari rumah pada masa darurat Covid-19 ini. (Foto: Liputan6.com/Wisnu Wardhana)
Kepala BPPTKG, Hanik Humaida memantau erupsi dari rumah pada masa darurat Covid-19 ini. (Foto: Liputan6.com/Wisnu Wardhana)

Kejadian letusan semacam ini diperkirakan masih dapat terus terjadi sebagai indikasi bahwa suplai magma dari dapur magma masih berlangsung. Ancaman bahaya letusan atau erupsi Merapi ini berupa awan panas dan lontaran material vulkanik dengan jangkauan maksimal tiga kilometer berdasarkan volume kubah yang sebesar 291 ribu meter kubik.

Meski menerapkan Work From Home, BPPTKG sendiri tetap memantau merapi selama 24 jam, karena memang infrastruktur yang ada memungkinkan untuk melakaukan pemantauan data seismic terus menerus meski petugas berada di rumah masing-masing.

“Masyarakat tidak usah khawatir, kami tetap memantau Merapi 24 Jam dan terbukti pada saat terjadi letusan tadi kita langsung bisa mengetahui secara cepat bahkan real time”, kata Hanik.

Seluruh Pos Pantauan sendiri ditutup untuk umum, dan petugas pun memantau melalui peralatan penerima seismic terkomputasi di rumah masing masing. Hanya dua pos pengamatan yaitu di Pos Kaliuran dan Pos Babadan yang masih tetap melakukan aktivitas pemantauan langsung dengan jumlah petugas minimal di tiap shift nya.

“Pos Kaliurang dan Pos Babadan tetap melakukan pemantauan langsung, namun demikian kedua pos tersebut untuk sementara ini tidak menerima kunjungan dari luar,”, tambah Hanik.

Hanik sendiri berharap kebijakan untuk memantau di rumah sesuai arahan pemerintah dapat dimengerti oleh masyarakat dan petugaspun tetap melakukan tanggungjawabnya secara penuh sehingga pantauan merapi tetap maksimal dilakukan.

“Semua ini kami lakukan untuk melindungi petugas kami dari kemungkinan paparan Covid-19, yang bisa menyerang siapa saja’, Pungkas Hanik.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya