Ketika Landasan Hukum 'Jam Malam' di Aceh Saat Pandemi Covid-19 Dipertanyakan

Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh mempertanyakan keabsahan hukum dari aturan 'jam malam' yang telah diterapkan oleh pemerintah setempat guna mencegah penyebaran virus Corona Covid-19 di provinsi itu, berikut beritanya:

oleh Rino Abonita diperbarui 03 Apr 2020, 11:02 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2020, 11:02 WIB
Kadiv Advokasi KontraS Aceh, Azharul Husna (Liputan6.com/Rino Abonita)
Kadiv Advokasi KontraS Aceh, Azharul Husna (Liputan6.com/Rino Abonita)

Liputan6.com, Aceh - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh mempertanyakan keabsahan hukum dari aturan "jam malam" yang telah diterapkan oleh pemerintah setempat guna mencegah penyebaran virus Corona Covid-19 di provinsi itu.

Beleid tersebut dinilai tidak memiliki prosedur yang terang dan jelas karena cuma bermodal maklumat bersama dari forum pimpinan daerah yang tidak terukur akuntabilitas dan legalitasnya.

Aturan jam malam di provinsi itu mengarah pada metode yang lebih ketat karena telah melibatkan militer. Ini dipandang riskan dan berpotensi melahirkan masalah yang baru jika aturan tersebut tidak berdiri di atas prosedur yang jelas.

"Penerapan jam malam yang membatasi pelbagai aktivitas, termasuk blokir sejumlah ruas jalan di Kota Madya Banda Aceh sudah melibatkan TNI. Itu tak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari TNI," tegas Kepala Divisi Advokasi KontraS Aceh, Azharul Husna.

Aturan hukum yang jelas menurutnya sangat penting agar kelak pelaksanaan jam malam di Aceh bisa dikontrol karena masalah yang dihadapi adalah pandemi yang tidak diketahui kapan akan berakhir. Di satu sisi, aturan jam malam tentunya akan terus diterapkan hingga masa pagebluk dinyatakan berakhir.

"Ini penting agar penerapannya terjamin di lapangan, apalagi, belakangan ini sudah mulai ada keluhan dari masyarakat terkait pembatasan tersebut," kata Husna.

Selain secara hukum dan keamanan, ia menyarankan pemerintah mengambil langkah melalui pendekatan preventif. Misal, memastikan ketersediaan pelbagai fasilitas kesehatan untuk orang berstatus dalam pantauan dan pengawasan.

"Masih banyak rumah di Aceh yang tidak bisa memenuhi standar khusus untuk melakukan karantina mandiri bagi ODP dan PDP. Selain penyediaan fasilitas untuk ODP, pemerintah juga harus proaktif melakukan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan orang banyak, dengan memfungsikan secara efektif koordinasi dengan pihak kepolisian, sehingga pihak kepolisian bisa mengefektifkan fungsi bhabinkamtibmas yang ada disetiap polsek," tutupnya.

Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi Aceh telah mengambil langkah yang lebih ketat dengan memberlakukan jam malam sejak 30 Maret hingga 29 Mei 2020, demi mengantisipasi sebaran virus corona Covid-19. Langkah tersebut merupakan inisiatif Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkom) Aceh yang telah dicantumkan di dalam Maklumat Bersama.

Salinan maklumat bersama yang didapat Liputan6.com menyebutkan, penerapan jam malam dilakukan mengingat jumlah orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), serta pasien yang dinyatakan positif, kian meningkat dari hari ke hari. Jam malam berlaku setiap hari sejak pukul 20.30 hingga 05.30 WIB.

Simak juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya