Liputan6.com, Bangkalan - Ketika menghadiri pelantikan Pimpinan Anak Cabang (PAC) GP Ansor Kecamatan Geger, Kabupaten Bangkalan, Anggota Komisi VIII DPR Hasani bin Zuber mengungkap fakta tentang tingginya jumlah anak menjadi korban kekerasan di Jawa Timur.
Baca Juga
Advertisement
Hingga Desember 2020, ada 1.800 anak di provinsi ini menjadi korban kekerasan. Yang memprihatinkan, 40 persennya menjadi korban kekerasan seksual.
Hasani mengaku sengaja mengungkap fakta itu karena dirinya ingin kepengurusan baru GP Ansor Kecamatan Geger punya program yang ikut meminimalisasi terjadinya kekerasan terhadap anak.
"Tidak hanya di Geger. seluruh desa di Indonesia harus menjadi kawasan yang ramah anak," kata Hasani yang berada di Bangkalan dalam masa reses, Minggu (20/12).
Hasani ingin program yang dibuat lebih kepada pencegahan ketimbang pendampingan. Kader Ansor, kata dia, bisa bekerjasama dengan pemerintah desa untuk menciptakan desa yang ramah terhadap anak.
Politikus Demokrat ini menyebut Kabupaten Tulungagung, sebagai daerah yang layak menjadi tempat studi banding karena lebih dari 200 desa di sana telah berstatus kawasan ramah anak
"Anak adalah aset bangsa. Selamatkan mereka. Insya Allah akan menjadi amal kebaikan," ungkap Hasani yang juga Ketua PC GP Ansor Bangkalan.
Simak Video Pilihan Berikut:
Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia
Data yang diungkapkan Hasani Bin Zuber dibenarkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Data Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Kependudukan merinci angka kekerasan terhadap anak tahun 2020 sebanyak 1.870 kasus.
Dalam Webinar APSAI (Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia) dan Peran Penting Kesejahteraan Anak Secara Integrasi. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Pemprov Jatim, Andriyanto menargerkan awal Januari tahun depan telah terbentuk APSAI Jatim.
Menurut dia, dalam menjamin hak-hak anak, pemerintah tak bisa melakukan sendiri. Perlu interpersonal collaboration sehingga semua stakeholder padu padan menjadi satu kolaborasi besar.
"Sektor swasta harus bisa menjadi mitra strategis pemerintah. Saya mengapresiasi APSAI karena mereka selama ini independen," kata Andriyanto, Minggu (20/12).
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Adik Dwi Putranto, mendukung rencana pembentukan APSAI Jawa Timur.
Kadin, kata dia, siap bergandengan tangan dengan APSAI dalam rangka mengenalkan dan mengimplementasikan hak-hak anak di setiap perusahaan.
Dalam rangka menjaga hak-hak anak ini, Adik mengingatkan pemerintah daerah Jawa Timur khususnya, agar turut mengawasi secara ketat industri pariwisata di Jawa Timur dari ancaman kasus seks anak di industri pariwisata.
"Jika sudah declare daerah wisata ramah anak, maka jangan sekali-sekali sampai kecolongan ditemukan kasus terkait seks anak di industri pariwisata di daerah tersebut," kata Adik.
Advertisement
Hanya 5 Persen
Wacana pembentukan APSAI Jatim juga mendapat respon positif dari Ketua APSAI Pusat Luhur Budijarso.
Menurutnya, meskipun saat ini APSAI telah memiliki 1.200 an anggota dan tersebar di 40 kota/kabupaten di seluruh Indonesia, tetapi ini masih belum cukup menjadi penopang sementara tantangan ke depan semakin banyak.
"Tantangannya ada empat, yaitu terkait paradigma perusahaan, perluasan isu, lalu keterjangkauan dan yang keempat adalah keterbukaan," kata Luhur.
Meskipun mengaku belum memiliki data berdasarkan survei khusus, tetapi Luhur memperkirakan jumlah perusahaan di Indonesia yang sadar, menghormati serta memenuhi hak-hak anak dalam rantai kegiatan usahanya, jumlahnya tidak lebih dari 5 persen.
Hal ini, menurut Luhur, disebabkan perusahaan belum memiliki paradigma, bahwa usaha mereka sebenarnya bisa dikaitkan dengan kepentingan anak.
Maka itu, perusahaan perlu memperluas isu, agar nantinya perusahaan mampu mengimplementasikan apa kebijakan, produk dan program mereka bagi kepentingan anak.
"Saat ini saja ada lebih dari 120 juta tenaga kerja yang semuanya memberi pengasuhan kepada anak-anaknya. Bagaimana isu sederhana ini mampu ditangkap oleh perusahaan, sehingga mereka mengeluarkan kebijakan, produk hingga program yang pro anak dan memberi pengaruh positif kepada lini usahanya," jelas Luhur.
Luhur mencontohkan, sebuah perusahaan bus yang awalnya enggan bergabung dengan APSAI namun kemudian mereka berterima kasih karena akhirnya mampu menerapkan pada produksi bus yang diklaim ramah anak.
Perusahaan tersebut akhirnya memperoleh pesanan untuk memenuhi moda angkutan umum yang ramah anak. Ada pula yang lantas perusahaan tersebut memenuhi hak-hak anak dengan cara membangun ruang laktasi, ruang penitipan anak, pengasuhan anak, hingga menyediakan pendampingan parenting kepada karyawannya.