Keluarnya Limbah Batu Bara dalam Daftar Bahan Berbahaya Pancing Reaksi Aktivis Sumbar

Aktivis di Sumbar tolak limbah batu bara keluar dari daftar bahan berbahaya.

oleh Novia Harlina diperbarui 17 Mar 2021, 18:00 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2021, 18:00 WIB
Aktivis di Sumbar tolak limbah batu bara keluar dari bahan berbahaya. (Liputan6.com/ Novia Harlina)
Aktivis di Sumbar tolak limbah batu bara keluar dari bahan berbahaya. (Liputan6.com/ Novia Harlina)

Liputan6.com, Padang - Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Gerakan Suara Rakyat Sumatera Barat, menyampaikan aspirasi menolak dikeluarkannya limbah batu bara dalam daftar bahan beracun.

Aktivis tersebut menggelar aksi di depan Kantor Gubernur Sumbar, pada Selasa (16/3/2021). Mereka juga menyampaikan aspirasi melalui aksi teatrikal.

Pantauan Liputan6.com, ada 9 orang yang melakukan aksi teatrikal, di antara mereka ada yang mengenakan baju hazmat yang bertulis "oligarki dan PLTU" di bagian punggungnya.

Kemudian ada juga yang mengenakan pakaian seperti masyarakat biasa, dan beberapa aktivis laki-laki tak memakai baju dan menulis "rakyat" di dadanya.

Orang yang memakai baju hazmat, dalam aksi itu menyerakkan pasir ke hadapan orang yang memakai pakaian masyarakat. Pasir tersebut diibaratkan limbah beracun.

Lalu, setelah menyerakkan pasir tersebut, ia juga menertawakan dan menginjak-injak punggung orang yang memerankan rakyat.

Aksi teatrikal tersebut, mengibaratkan pengusaha yang menyebar zat beracun seperti limbah batu bara kepada masyarakat hingga dibuat sesak nafas.

Dalam aksi ini, aktivis menyampaikan suara menolak PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan, Perlindungan, dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dalam aturan tersebut pemerintah telah menghapus limbah batu bara hasil pembakaran atau fly ash dan bottom ash (Faba) dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Bentuk Kekecewaan

Koordinator aksi, Wendra Rona Putra menyebut aksi hari ini dan teatrikal tersebut adalah bentuk kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah.

"Kami meminta pemerintah agar mencabut aturan tersebut," ujarnya, Selasa (16/3/2021).

Kebijakan yang diambil pemerintah ini, lanjutnya menjadi persoalan krusial barena banyak masyarakat yang menderita akibat zat berbahay itu.

Di Sumbar, lanjutnya, terdapat PLTU Ombilin di Sijantang Kota Sawahlunto, di mana masyarakat sedang menderita akibat situasi polusi udara yang begitu kotor.

Bayangkan, kata Rona warga sehari-hari menghirup udara kotor, makanan berpotensi tercampur abu, pakaian dijemur terkena abu, dan air minum juga demikian.

"Kami berharap pemerintah mencabut PP Nomor 22 Tahun 2021, mari kita lihat keberpihakan pemerintah lebih condong ke mana,” katanya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya