Tahta di Atas Pelana, Melihat Kemanusiaan dalam Sejarah Penangsang

Genre teater sinema merupakan hal baru dan proses pengambilan gambarnya menuntut keaktoran kuat tanpa bisa dijeda.

oleh Yanuar H diperbarui 26 Apr 2021, 10:24 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2021, 12:43 WIB
penangsang
Produksi teater sinema adalah terobosan pementasan teater yang disajikan secara sinema (foto: Liputan6.com/Yanuar H)

Liputan6.com, Yogyakarta - Tragedi politik kekuasaan di masa Kesultanan Pajang mencoba diangkat dalam sebuah film. Mengambil genre teater sinema, film berjudul "Penangsang, Tahta di Atas Pelana" ini dibesut oleh sutradara teater Meritz  Hindra dan Tito Pangesti Adji.

Menurut Meritz Hindra cerita ini diambil dari naskah adaptasi karya Sri Murtono tahun 1945 berjudul "Pati Perwira". 

"Ini memang sejarah. Tapi digambarkan dari sisi kemanusiaannya. Di mana ketika harga diri, eksistensi seseorang yang mulai terganggu, maka akan muncul perlawanan," kata Meritz.

Meritz menjelaskan para pemain dari alumni ASDRAFI dan dibantu Omah Wawung. Konsep ada filmnya menjadi teater sinema.

Tak mudah membuat sebuah teater sinema berdasarkan teks. Selain penggambaran ala film, juga harus menampilkan unsur pemanggungan.

Sementara itu Tito Pangesti Adji, sutradara yang bertandem dengan Meritz menyebut bahwa film "Penangsang, Tahta di Atas Pelana" adalah program penganugerahan Dedikasi Budaya  InSAGA. Anugerah itu akan diberikan kepada Meritz Hindra yg sudah berkiprah 50 tahun berteater, sekaligus hari kado ulang tahun ke 72.

"Nanti ada penghargaan kepada beliau sebagai master of teater. Nanti acaranya sendiri," katanya.

 

Simak video pilihan berikut

Genre Baru

penangsang
Aktor Dedy Ratmoyo, Vio Bintang Pamungkas dan Meritz Hindra dalam konferensi pers produksi teater sinema 'Penangsang, Tahta di Atas Pelana. (foto: Liputan6.com/Yanuar H)

Tito mengatakan teater sinema yang dilakukan merupakan kali kedua setelah "Puisi Kecil untuk Marla". Menurut dia, konsep teater sinema masih sangat jarang ditemukan.

"Materi secara teater pola panggung dan akting, hanya saja masa pandemi membuat karya memadukan teater dengan sinema," katanya.

Tito menjelaskan pengalaman membuat teater sinema pertama menggunakan empat kamera sekaligus. Proses pengambilan gambar juga utuh tak seperti proses shooting film, jadi tak dipotong sebagaimana film yang dibuat scene demi scene.

"Hasilnya cukup bagus. Dalam film ‘Penangsang, Tahta di Atas Pelana secara teknis menggunakan dua kamera saat pemain bergerak. Kamera juga menggunakan teknik moving dan following,” kata Tito

Teater sinema sesungguhnya menjadi semacam hal baru. Belum pernah ditemukan hal serupa di tempat lain.

"Ini sungguh-sungguh baru dan kami belum menemukan pola serupa," kata Tito.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya