Penjelasan Eks Kepala BPN Barru Soal Sengketa Lahan antara PT Semen Bosowa Maros vs Insinyur

Menurut dia seharusnya PT Semen Bosowa Maros mempunyai iktikad baik sebelum membeli suatu lahan.

oleh Fauzan diperbarui 10 Sep 2021, 15:50 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2021, 15:37 WIB
Mantan Kepala BPN Barru periode 2013-2016, Saifuddin (Liputan6.com/Fauzan)
Mantan Kepala BPN Barru periode 2013-2016, Saifuddin (Liputan6.com/Fauzan)

Liputan6.com, Barru - Sengketa lahan antara Ir Rusmanto Mansyur Effendi dan PT Semen Bosowa Maros terus berlanjut. Pihak Tergugat 1, dalam hal ini Ir Rusmanto Mansyur Effendi pun menghadirkan mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Barru, Safiuddin sebagai saksi dalam persidangan yang digelar pada Rabu (8/9/2021). 

Kepada Liputan6.com, Safiuddin lalu menceritakan bahwa dirinya sempat ditanyai oleh kuasa hukum PT Semen Bosowa Maros tentang bagaimana status lahan jika terjadi pengoperan hak atas tanah namun ternyata sebagian lahan itu telah bersertifikat. Dengan tegas Safiuddin pun menjawab bahwa seharusnya sebelum membeli, pembeli seharusnya mengecek dulu status tanahnya. 

"Kuasa hukum dari PT Semen Bosowa Maros itu bertanya ke saya, bagaimana ketika hamparan tanah saya beli ternyata di dalamnya itu ada sertifikat?, saya jawab yang ada sertifikatnya itu tidak boleh kau beli karena statusnya keseluruhan lahan itu ada yang bertitel ada juga yang tidak bertitel, masa kau mau samakan," kata Safiuddin, saat diwawancara Kamis (9/9/2021).

Olehnya itu, lanjut Safiuddin, setiap orang yang hendak membeli tanah atau melakukan pengoperan hak atas tanah itu harus memiliki iktikad baik. Iktikad yang dimaksud adalah dengan mengecek lahan tersebut ke BPN setempat apakah sudah bersertifikat atau belum. 

"Kalau kau pembeli memang beriktikad baik, kau pasti pertanyakan dulu status tanah ini. Jangan samakan tanah bersertifikat dengan tanah yang belum bersertifikat, kan itulah gunanya ada BPN," tambahnya. 

Safiuddin pun mengaku bingung tentang pengoperan hak yang terjadi antara Andi Norma kepada PT Semen Bosowa Maros. Pasalnya pengoperan hak itu terjadi antara seseorang dengan perusahaan berbadan hukum.

"Dalam cernaan hukum saya, pengoperan hak atas tanah itu terjadi antara orang dengan orang, bukan antara orang dengan lembaga atau badan hukum, tidak boleh lah," tegasnya.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Upaya Sia-sia Pembatalan SHM

Lahan sengketa di Desa Siawung, Kabupaten Barru (Liputan6.com/Istimewa)
Lahan sengketa di Desa Siawung, Kabupaten Barru (Liputan6.com/Istimewa)

Safiuddin pun kemudian menceritakan tentang upaya PT Semen Bosowa Maros ketika berusaha membatalkan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas lahan seluas 5,2 hektare milik Rusmnato Mansyur Effendi pada tahun 2015. Upaya PT Semen Bosowa Maros itu pun mentah lantaran dasar pengajuan pembatalannya tidak cukup kuat. 

"Kemarin itu, karena dia (PT Semen Bosowa Maros) itu mengetahui bahwa ada sertifikat dari sebagian tanah ratusan hektare yang dia beli, dia mau batalkan itu sertifikat dijaman saya menjabat sebagai kepala BPN Barru. Tapi saya katakan bahwa saya tidak mau," jelas Safiuddin

Menurut Safiuddin, seharunya ketika sebuah sertifikat hak milik hendak dibatalkan, maka perlu dilakukan uji materil terlebih dahulu. Sehingga jelas alasan dan penyebab sertifikat hak milik atas tanah itu bisa dibatalkan.

"Dasarnya apa kau mau batalkan? Apakah hanya Karena dasar putusan pengadilan yang berdasarkan kohir dan persil?, tidak mungkin itu. Kalau begitu sertifikat lain bisa dibatalkan juga dengan mudah dong. Tidak bisa dibatalkan itu produk negara tanpa uji materil," tegasnya. 

Mantan Kepala BPN Barru periode 2013-2016 itu pun mengakui bahwa Kanwil BPN Provinsi Sulawesi Selatan sempat meminta dirinya untuk menyetujui pengajuan pembatalan SHM milik Rusmanto. Namun secara tegas Safiuddin menolak permintaan tersebut. 

"Makanya waktu itu PT Semen Bosowa Maros mengajukan pembatalan sertifikat ini ke Kanwil BPN Provinsi Sulsel. Padahal kan tidak mungkin pembatalan itu terjadi tanpa kajian dari saya yang menjabat waktu itu. Saya pun bilang ke Kanwil BPN Sulsel bahwa saya ini perpanjangan tangan di daerah, sama saja saya obok-obok kebijakan yang tidak benar kalau saya setuju membatalkan sertifikat hak milik itu," dia menceritakan. 

Apalagi, lanjut Safiuddin, sertifikat lahan milik Rusmanto Mansyur Effendi ini belakangan dijaminkan kepada salah satu bank plat merah untuk mendapatkan pinjaman. Menurut dia, tidak mungkin bank berani menggelontorkan dana dalam jumlah besar jika memang sertifikat ini bermasalah. 

"Apalagi sertifikat itu terikat dengan hak tanggungan. Tidak mungkin bank milik negara berani meberikan hak tanggungan (pinjaman dengan jaminan) atas lokasi tersebut kalau sertifikatnya abal-abal," dia memungkasi.

Kronologi Awal

Sidang sengketa lahan PT Semen Bosowa Maros dan seorang Insinyur (Liputan6.com/Fauzan)
Sidang sengketa lahan PT Semen Bosowa Maros dan seorang Insinyur (Liputan6.com/Fauzan)

Sebelumnya diberitakan, kasus sengketa lahan antara Ir Rusmanto Mansyur Effendi dan PT Semen Bosowa Maros hingga kini terus bergulir di Pengadilan Negeri Barru. PT Semen Bosowa Maros sebelumnya menggugat Rusmanto atas sebagian lahan yang telah dibelinya dari seseorang bernama Andi Norma.

Berdasarkan data yang diterima Liputan6.com, PT Semen Bosowa Maros membeli lahan seluas 100 hektare lebih di Desa Siawung, Kecamatan Barru, Kabupaten Barru pada Tahun 2013. Padahal 52.351 meter persegi dari keseluruhan lahan tersebut sebelumnya telah dibeli oleh Rusmanto dari seseorang bernama Sitti Aminah.

"2013 PT Semen Bosowa Maros itu membeli lahan itu dari Andi Norma. Pada saat membeli, PT Semen Bosowa Maros ini tidak mempertanyakan apakah lahan yang dia beli ini sudah bersertifikat atau belum. Dan hanya membeli berdasarkan hasil putusan Mahkamah Agung," kata Rusmanto kepada Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Lahan tersebut memang diketahui telah bersengketa antara Sitti Aminah dan Andi Norma pada Tahun 2002 yang belakangan dimenangkan oleh Andi Norma di Mahkamah Agung. Namun dalam gugatannya, Andi Norma hanya menggunakan Persil dan Kohir tanpa merincikan bahwa sebagian lahan telah bersertifikat dan dihibahkan oleh Zaenab Daeng Takke kepada Sitti Aminah.

Tanah itu, lanjut Rusmanto, telah dihibahkan oleh Zaenab Daeng Takke kepada Sitti Aminah sejak tahun 1990. Zaenab Daeng Takke pun kemudian mengurus sertifikat tanah itu di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Barru yang kemudian terbit pada tahun 1995 sebelum dirinya meninggal dunia ditahun yang sama.

"Jadi sertifikat itu terbit 1995 atas nama Zaenab Daeng Takke. Tapi kan Zaenab sudah hibahkan tanah itu kepada Sitti Aminah tahun 1990 karena Sitti Aminah yang merawat Zaenab sampai dia meninggal. Dan proses hibah itu disaksikan oleh Camat pada waktu itu sebagai saksi," jelasnya.

Rusmanto pun lalu membeli tanah seluas 52 hektare itu dari Sitti Aminah pada tahun 2007. Tak ingin beli kucing dalam karung, Rusmanto kemudian meminta bantuan PPAT untuk memeriksa lahan tersebut di BPN Barru, jangan sampai lahan tersebut bersengketa.

"Ibu Aminah ini menjual tanah itu ke saya tahun 2007. Saya minta PPAT cek di pertanahan, tanah itu klir tidak ada masalah, akhirnya saya beli. Semua proses balik nama setelah proses jual beli itu aman. Jadi sertifikat itu sekarang atas nama saya. Jadi PPAT terbitkan lagi akta hibah baru pada 2007 berdasarkan rujukan dari akta hibah yang tahun 1990 tadi," jelasnya.

Tak lama setelah proses jual beli itu, Rusmanto kemudian mengajukan sertifikat lahan yang baru dibelinya itu ke bank untuk mendapatkan pinjaman. Pasalnya lahan tersebut rencananya akan dijadikan sebagai lokasi wisata.

"Pengajuan pinjamannya di Bank BNI berjalan lancar. Kalau memang ada yang salah dari sertifikat itu kan tidak mungkin bank mau terima," tukasnya.

Lalu pada tahun 2008, Rusmanto mendapat kabar bahwa tanah tersebut disegel oleh Andi Norma. Rusmanto pun menemui Andi Norma untuk memberikan klarifikasi bahwa dirinya telah membeli lahan tersebut.

"2008 saya mendapat informasi bahwa ada eksekusi yang dilakukan oleh Ibu Andi Norma yang mengaku sebagai ahli waris. Setelah saya temui Andi Norma pun mengatakan kepada saya bahwa dia tidak akan mengganggu lahan tersebut karena lahan itu telah saya beli. Hanya saja dia berpesan agar saya memberi tahu Sitti Aminah agar berbagi dengan dirinya hasil penjualan lahan tersebut, saya pun mengatakan kalau itu bukan wewenang saya," jelasnya.

Belakangan tiba-tiba Andi Norma menjual keseluruhan lahan tersebut kepada PT Semen Bosowa Maros. Andi Norma bahkan mengaku bahwa dirinya lah satu-satunya ahli waris atas lahan seluas 100 hektare lebih tersebut.

"Andi Norma ini tidak memiliki sertifikat, dia Cuma mengandalkan bahwa dirinya adalah ahli waris dan rinci lama yang kemudian mengaku bahwa dirinya adalah pewaris lahan itu seperti dalam Persil dan Kohir. Bahkan dia mengaku bahwa dirinya adalah satu-satunya ahli waris, padahal berdasarkan putusan Pengadilan Agama ada 12 ahli waris, termasuk Zaenab Daeng Takke," jelas Rusmanto.

Rusmanto pun menilai bahwa PT Semen Bosowa Maros tidak teliti dalam proses pembeliah lahan tersebut. Menurut dia PT Semen Bosowa Maros harusnya meneliti keseluruhan lahan tersebut di BPN.

"Harusnya PT Semen Bosowa, sebelum membeli tanah itu harusnya cek dulu ke BPN apakah lahan itu clear atau tidak. Kalau klir baru beli. Sama seperti saya, sebelum beli lahan itu kan saya cek dulu ke BPN lewat Notaris," jelas dia.

Rusmanto bahkan mempertanyakan apakah transaksi jual beli lahan yang dilakukan oleh PT Semen Bosowa Maros dengan Andi Norma dengan menggunakan pengoperan hak itu ada dalam Undang-Undang Agraria. Apalagi putusan yang dimenangkan oleh Andi Norma pada tahun 2002 itu tidak sedikitpun menunjukkan sertifikat hak milik atas lahan yang dimiliki oleh Rusmanto tersebut.

"Apakah transaksi PT Semen Bosowa Maros dengan Andi Norma menggunakan pengoperan hak itu ada dalam UU agraria? Lalu apakah putusan yang dimiliki Andi Norma menunjukkan alas hak kepemilikan tanah SHM 01 yang saya miliki? dalam putusan itu kan tdk ada," tegasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya