Kurangi Ketergantungan Impor, UGM Kerja Sama Riset Sel Punca

Dari penelitian yang telah dilakukan, pasien pneumonia Covid-19 yang terapi sel punca, lebih mampu bertahan hidup, dan bisa mempercepat pemulihan perawatan pasien ICU dibandingkan dengan pasien tanpa terapi sel punca

oleh Yanuar H diperbarui 28 Nov 2021, 09:00 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2021, 09:00 WIB
Stem Cell/Sel Punca
Ilustrasi Sel Punca (Foto: Pixabay)

Liputan6.com, Yogyakarta - Terapi berbasis stemcell atau sel punca bisa mengobati berbagai penyakit seperti penyakit jantung, diabetes bahkan juga imunomodulator dan anti-inflamasi untuk mengatasi badai sitokin saat terpapar Covid-19.

Direktur PT. Tristem Medika Indonesia, Indra Bachtiar mengatakan melalui kerja sama dengan pihak UGM, diharapkan banyak dilakukan berbagai produk riset sel punca yang harapannya dapat dimanfaatkan masyarakat. 

"Kita ingin stemcell sebagai produk dalam dalam negeri sehingga bisa mengurangi ketergantungan karena hampir 95 persen bahan bakunya masih impor. Ini suatu dilema, tantangan bagi kita bagaimana bangsa ini bisa mandiri dengan obat-obatan baru apalagi stemcell sebagai obat masa depan,” ujarnya di sela pembukaan kegiatan Forum Riset Industri UGM, Kamis 25 November 2021.

Ia menyebutkan sumber bahan baku stemcell yang digunakan berasal dari sel sumsum tulang belakang, lemak dari darah tepi dan tali pusat. Dari ketiga sumber tersebut, tali pusat diakui yang paling baik karena sel berusia muda. Dibandingkan dari lemak yang kebanyakan selnya sudah berusia tua. 

 

”Padahal kita ingin sel stemcell yang masih muda,” katanya.

Menurutnya stemcell mampu memperbaiki sel atau jaringan yang rusak seperti memperbaiki fungsi pankreas agar bisa bisa memproduksi insulin atau mengubah gula menjadi energi. Sementara pada penyakit jantung, terapi stemcell potensial mengurangi penyumbatan dengan menambah jumlah pembuluh darah.  

“Untuk stroke, stemcell belum sampai ke situ, namun percobaan dilakukan paling tidak memperbaiki saraf motorik belum memperbaiki saraf,” katanya.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Biaya Mahal

Menurutnya mahalnya biaya pengobatan stemcell saat ini  menjadi kendala pengobatan stemcell masih sangat jarang digunakan oleh para dokter di rumah sakit.

Oleh karena itu, ia berharap melalui kerja sama dengan UGM ini diharapkan adanya pengembangan bahan baku stemcell yang bisa diproduksi oleh bangsa Indonesia sendiri. 

Ia mencontohkan untuk satu tali pusar sepanjang 60 cm saja dari ibu yang sudah melahirkan bisa dikembangkan jadi 40 triliun sel stemcell yang bisa dimanfaatkan oleh ratusan juta orang. Sebab dosis satu kali terapi penyuntikan sel stemcell melalui intravena, menyesuaikan per kilogram berat badan.

 “Dosis untuk sekali suntik itu, satu juta sel stemcell per kilogram berat badan. Minimal 70-80 dari total sel stemcell yang disuntik tersebut harus hidup semua,” katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya