Liputan6.com, Denpasar - Perubahan hanya terjadi pada mereka yang menghendakinya. Laiknya seorang Kartini. Dia yang menerobos kungkungan pada masanya untuk memenuhi keingintahuan akan ilmu pengetahuan. Baginya, perempuan laik memperjuangkan apa yang menjadi impiannya.
Seperti judul buku kumpulan surat R.A Kartini Habis Gelap Terbitlah Terang. Tidak hanya sekadar kumpulan surat, buku itu pun juga berisi perubahan sikap dan pemikiran Kartini. Satu hal yang kemudian menginspirasi banyak perempuan setelah eranya.
Â
Advertisement
Transformasi Seorang Perempuan Berdarah Jepang
Tahun 2004 menjadi awal bagi perempuan Jepang bernama Tomoko menjejakkan kaki di Bali. Dia berasal dari Prefektur Aichi sebuah kota kecil di Jepang yang beribu kota di Nagoya. Stres berkepanjangan di tempat kerja menjadi awal perkenalannya dengan yoga. Awalnya, beryoga dilakukannya setiap pagi hanya demi sebuah penyegaran pikiran dari hiruk pikuknya pekerjaan.
Lambat laun tubuh dan pikirannya terasa semakin ringan. Gejala stres yang kian berkurang, pikiran menjadi jauh lebih tenang, dan tubuh yang berenergi.
"More practicing, more addicted to amazing ‘Yoga magic’, (lebih banyak praktik, malah jadi 'kecanduan' yang luar biasa, yoga itu keajaiban)," ujarnya pada Liputan6.com, Selasa, 19 April 2022.
Hal ini akhirnya mendorong Tomoko menjajaki dunia yoga lebih dalam dengan mengambil keputusan berhenti dari pekerjaaannya untuk mengambil sertifikasi pelatihan guru yoga. Ini dilakukannya demi memperdalam pengetahuan yoga juga sebagai bagian dari perjalanan spiritualnya.
Advertisement
Proses Menemukan Diri di Mindful Hatha & Sky Flow
Menemukan kekhasan diri tentu memerlukan proses panjang, begitu pun yang dialami Tomoko. Sebelum menemukan Mindful Hatha & Sky Flow, dirinya sudah lebih dulu belajar ragam yoga lainnya seperti Iyengar style, traditional Hatha, Kundalini.
“My soul is called by this two style, Mindful & Hatha. So I named it by Mindful Hatha (Jiwa saya terpanggil pada dua gaya yaitu Mindful & Hatha)," dia memaparkan.Â
Mindful Hatha adalah gabungan kombinasi aliran Hatha dengan yoga bagi pemula dan mereka yang mau menekuni lebih dalam secara fisik dan mental.
Tak terhenti di situ, Laksmi Tomoko pun menemukan cintanya pada Sky Flow Yoga. Itu juga yang memantik kreativitas dirinya yang akhirnya bertemu dengan Sky Flow sebagai yoga udara (melayang).
Sky Flow Yoga lebih bebas dan menyenangkan yang baik untuk melatih keseimbangan. Ini pun merupakan paduan energi tanah dan langit.
Dukungan Pasangan & Keluarga
Menikah dengan Putu Dwijendra pada tahun 2009 seakan menggenapi proses transformasinya. Putu Dwijendra yang juga seorang guru yoga memberikan impuls positif, masukan, dan dukungan penuh terhadapnya.
Proses upacara pernikahan Sudhi Wadani digelar. Upacara ini merupakan upacara agama Hindu dalam rangka pengukuhan atau pengesahan janji secara tulus ikhlas menyatakan diri sebagai umat Hindu dan bersedia menjalankan semua ajaran agama. Sejak itulah Laksmi dikukuhkan menjadi nama depannya.
Laksmi Tomoko bersama sang suami membentuk Udana Yoga Bali yang hingga kini melahirkan banyak insan yoga berdedikasi. Baginya, peran pasangan dan orang-orang sekitar sangat mendukung dalam mencapai tujuan bersama.
“I believe he and our whole yoga community support and raise up each other every dynamic experience in my life through YOGA. (Saya percaya dia dan komunitas yoga kami mendukung dan membangkitkan satu sama lain setiap pengalaman dinamis dalam hidup saya melalui Yoga," ujarnya.
Advertisement
Perempuan, Impian, dan Sebuah Keyakinan Diri
Beragam motivasi mendasari seseorang untuk mencapai sesuatu. Apakah hanya semata untuk memenangkan persaingan atau murni impian pribadi? Semua kembali pada masing-masing individu.
"The world become more healed and beautiful place without sorrow, without any unneeded competition in the future. (Dunia menjadi lebih sembuh dan menjadi tempat yang indah tanpa kesedihan, tanpa persaingan yang tidak perlu di masa depan),"Â kata Laksmi Tomoko.
Menurutnya dunia akan menjadi ‘sembuh’ jika tanpa kepedihan dan persaingan yang tak perlu di masa kini maupun masa depan.
Bagi dirinya perempuan adalah "pencipta" di dunia. Kita makhluk emosional, sensitif, mandiri, saling menjaga dan membantu sesama.
"Kita dapat menjadi apa yang kita mau dengan bantuan dan dukungan keluarga, teman, dan lingkungan di sekitar kita," kata istri Putu Dwijendra tersebut.
"Perempuan memiliki berlian dalam dirinya, hanya saja kita yang harus menemukannya, lalu menjadi perempuan yang menginspirasi manusia lain di dunia," dia menambahkan.
Kini setelah 18 tahun berlalu, Laksmi Tomoko masih mencintai dunianya tentu dengan spirit berbagi yang semakin besar. Menjadi guru yoga bukan hanya sekadar memandu gerakan, tetapi juga harus mampu menyebarkan energi melalui kreativitas sebagai jembatan penyebar ilmu pengetahuan. Bukankah spirit itu juga yang hendak disebarkan Kartini?