Liputan6.com, Makassar - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggeledah Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel yang beralamat di Jalan AP. Pettarani Makassar.
Sembilan jam lebih atau terhitung sejak pukul 10.00 wita hingga pukul 19. 30 Wita, petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah beberapa ruangan di lantai dua kantor dinas yang kerap disebut sebagai dapurnya sejumlah mega proyek daerah Sulsel tersebut.
Sebanyak satu koper dan sebuah kardus berisi sejumlah dokumen penting yang diduga berkaitan dengan pekerjaan proyek lingkup Dinas PUTR berhasil disita oleh petugas KPK dalam penggeledahan kali ini.
Advertisement
Baca Juga
Jubir KPK, Ali Fikri mengatakan, penggeledahan Kantor Dinas PUTR Sulsel kali ini oleh petugas KPK merupakan bagian dari pengembangan penyidikan.
Hanya saja Ali tidak memberikan penjelasan lebih detil mengenai pengembangan penyidikan yang dimaksud. Apakah penyidikan lanjut tersebut diduga ada kaitannya dengan kasus suap yang sebelumnya telah menyeret mantan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah, Kontraktor Agung Sucipto dan Edy Rachmat yang merupakan mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel sebagai terpidana atau keterkaitan dengan penyidikan perkara yang berbeda.
"Betul, dalam rangka pengumpulan bukti kegiatan pengembangan penyidikan," singkat Ali Fikri.
Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi Kadir Wokanubun mengatakan, kemungkinan bisa saja penggeledahan Kantor Dinas PUTR Sulsel kali ini berkaitan dengan pengembangan penyidikan terhadap fakta sidang yang terungkap dalam perkara suap yang menjerat mantan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah dan anak buahnya bernama Edy Rachmat yang merupakan mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel itu.
Di mana kata Kadir, dalam persidangan perkara suap yang menjerat keduanya, terungkap peran pihak lain yang seharusnya ikut dibawa dalam penyidikan berikutnya.
Diantaranya, ada beberapa nama kontraktor ternama yang disebut-sebut ikut menyetorkan sejumlah uang kepada mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edy Rachmat yang selanjutnya uang tersebut diberikan kepada oknum auditor BPK inisial GG dengan tujuan untuk mengamankan jika nantinya ada temuan dalam pelaksanaan pekerjaan infrastruktur di lingkup Pemprov Sulsel terkhusus Dinas PUTR Sulsel kala itu.
Dari keterangan Edy di persidangan saat itu, tepatnya Rabu 13 Oktober 2021 di Pengadilan Tipikor Makassar, Edy menceritakan awal dirinya terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK. Di mana KPK menangkapnya saat ia berada di rumahnya serta turut mengamankan uang dalam koper senilai Rp2 miliar dan Rp500 juta dalam tas ransel yang melekat pada Edy.
Selain itu, Edy juga mengaku, dari tangannya uang sebesar Rp300 juta lebih juga turut disita oleh KPK saat itu juga. Uang Rp300 juta lebih itu merupakan fee 10 persen dari total dana Rp3 miliar lebih yang Edy terima dari sejumlah kontraktor ternama di Sulsel masing-masing Jhon Tidore, Petrus, H. Momo, Andi Kemal, Yusuf Rombe, Robert, Hendrik, Lukito, Tyo, Rudi Moha dan Karaeng Konde.
Uang yang diterima Edy dari Jhon Tidore senilai Rp525 juta, Petrus Yalim Rp445 juta, H. Momo Rp250 juta, Andi Kemal Rp479 juta, Yusuf Rombe Rp525 juta, Robert Rp58 juta, Hendrik Rp397 juta, lukito Rp24 juta, Rudi Moha Rp800 juta, Tyo kontraktor selayar CV Jampea serta ada juga dari Karaeng Konde kontraktor asal Kabupaten Bantaeng. Di mana total pemberian dari kontraktor yang diterima Edy tersebut senilai Rp3,241 miliar.
Adapun dari total uang yang dikumpulkan Edy itu, kemudian diberikan kepada oknum auditor BPK inisial GG sebesar Rp2,817 miliar dan sisanya sebesar Rp324 juta diambil oleh Edy.
"Ini fakta persidangan yang seharusnya menjadi dasar KPK melakukan penyidikan berikutnya. KPK harus memeriksa semua kontraktor dan oknum auditor BPK yang dimaksud telah disebut-sebut perbuatannya dalam persidangan oleh Edy Rachmat tersebut," terang Kadir kepada Liputan6.com via telepon, Jumat (22/7/2022).
"Semoga saja penggeledahan Kantor Dinas PUTR Sulsel kali ini merupakan bagian dari pengembangan penyidikan atas fakta persidangan yang ada yang kami maksud di atas," Kadir menambahkan.