LPSK Tolak Beri Perlindungan untuk Istri Ferdy Sambo, Minta Polri Usut Dugaan Halangi Penyelidikan

Alasan LPSK menolak permintaan dari Putri Candrawathi yang sudah mengajukan permohonan sejak 14 Juli 2022 itu karena sejak awal ada kejanggalan dalam permohonan tersebut.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 16 Agu 2022, 15:00 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2022, 15:00 WIB
Kadiv Propam nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo bersama sang istri Putri Candrawathi.
Kadiv Propam nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo bersama sang istri Putri Candrawathi. (Instagram @divpropampolri)

Liputan6.com, Bandung - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK mengumumkan bahwa pihak mereka menolak untuk memberi perlindungan kepada istri dari Irjen Ferdy Sambo yaitu Putri Candrawathi.

Sebelumnya, istri dari Irjen Ferdy Sambo itu meminta perlindungan sebagai korban dugaan pelecehan seksual kepada LPSK dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Alasan LPSK menolak permintaan dari Putri Candrawathi yang sudah mengajukan permohonan sejak 14 Juli 2022 itu karena sejak awal ada kejanggalan dalam permohonan tersebut.

“Ibu P sudah mengajukan permohonan sejak tanggal 14 Juli, itu ditandatangani oleh Ibu P sendiri dan juga ada tanda tangan oleh pengacaranya. Tetapi sejak awal memang ada kejanggalan dalam permohonan ini,” kata Hasto Atmojo Suroyo selaku Ketua LPSK dalam konferensi pers pada Senin (15/8/2022) lalu di Kantor LPSK Ciracas, Jakarta Timur.

Hasto juga menjelaskan terdapat dua kejanggalan dalam permohonan tersebut. “Kejanggalan yang pertama ternyata ada dua permohonan lain, yang diajukan oleh Ibu P ini per tanggal 8 Juli 2022 dan ada permohonan yang berdasarkan pada LP yang diajukan oleh Polres Jakarta Selatan per tanggal 9 Juli. Tetapi keduanya ini per tanggal berbeda tetapi nomornya sama,” ujar Hasto.

Disampaikan Hasto, hal tersebut juga yang membuat LPSK terkesan lambat untuk memutuskan perlindungan kepada yang bersangkutan karena terdapat kejanggalan-kejanggalan seperti hal tersebut.

“Kejanggalan ini semakin kuat lagi setelah kami mencoba berkomunikasi dengan Ibu P sampai akhirnya kita kemudian baru dua kali ketemu dengan LPSK dan tetap tidak bisa mendapatkan keterangan apapun dari Ibu P,” ucap Hasto.

Hasto juga menjelaskan, LPSK ragu-ragu apakah Ibu P sebenarnya memang berniat mengajukan permohonan perlindungan atau sebenarnya tidak tahu menahu tentang permohonan tetapi ada desakan dari pihak lain.

“Jadi bukan dasarnya karena pelakunya sudah meninggal kemudian SP3 atau apa,” ujarnya.

Susilaningtias selaku Wakil Ketua LPSK menambahkan, surat keputusan mengenai permohonan perlindungan Putri Candrawathi diputuskan untuk ditolak berdasarkan dari pertimbangan pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.

 

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Rekomendasi

Meskipun menolak permohonan perlindungan, kata Susilaningtias, LPSK juga memberikan sejumlah rekomendasi agar Pusdokkes Polri memberikan rehabilitasi medis atau psikiatri kepada Putri Candrawathi agar pulih situasi mentalnya dan dapat memberi keterangan dalam proses hukum terkait dengan pembunuhan Brigadir J.

Rekomendasi tersebut dibuat karena LPSK berdasarkan dari hasil pemeriksaan terhadap Putri Candrawathi. LPSK menemukan adanya pot keberbahayaan terhadap diri sendiri yang dimana ditandai dengan kondisi psikologis menjadi PTSD, kecemasan dan depresi.

Susilaningtias mengatakan, kondisi trauma psikologis yang dialami Putri terkait dugaan pelecehan terindikasi hanya upaya obstruction of justice atau menghalang-halangi upaya penyelidikan.

"Irwasum periksa dugaan ketidakprofesionalan obstruction of justice terkait dugaan perbuatan memaksa seseorang atau ancaman kekerasan seksual. Agar hal serupa tidak terjadi," ucap Susi.

Rekomendasi itu berdasarkan hasil asesmen psikologi yang dilakukan LPSK. Tim asesmen tidak memperoleh hal penting dalam keterangan Putri. Termasuk, alasan trauma akibat pemberitaan.

"LPSK nyatanya keterangan pemohon tidak penting dan tidak dilandasi itikad baik. Tingkat ancamannya terhadap pemohon pemberitaan media massa, LPSK bilang ini bukan ancaman tapi bisa menggunakan hak jawab kalau tidak benar," tutur Susi.

Penulis: Natasa K

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya