Hikayat Jukung, Alat Perjuangan hingga Urat Nadi Ekonomi Masyarakat Kalsel

Jukung menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagi masyarakat Banjarmasin, Kalimantan Setalan. Sebab, Jukung menjadi alat transportasi sekaligus wahana jual beli hasil bumi dan bahan pokok seperti yang ada di Pasar Terapung.

oleh Marifka Wahyu Hidayat diperbarui 02 Okt 2022, 18:00 WIB
Diterbitkan 02 Okt 2022, 18:00 WIB
pagi mengapung
Mengayuh. Baik penjual maupun pembeli sama-sama harus mengayuh perahu jukung mereka. (foto: Liputan6.com/IG Vegaviditama/edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Banjarmasin Jukung menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagi masyarakat Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel). Sebab, Jukung menjadi alat transportasi sekaligus wahana jual beli hasil bumi seperti yang ada di Pasar Terapung, Kalsel.

Bahkan Pasar Terapung, diketahui sudah ada sejak tahun 1530 Masehi tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Suriansyah atau Pangeran Samudera, yang pada mulanya terletak pada pertemuan Sungai Keramat dan Sungai Sigaling.

Istilah jukung sendiri merujuk pada sampan kecil, tak bermesin, dan memerlukan dayung atau galah agar bisa melaju di air. Erik Petersen, arsitek asal Denmark yang meneliti Jukung dalam bukunya Jukung-Boats, From the Barito.  Menyebut jukung merupakan perahu tertua dan sudah ada sejak 2.500 tahun silam.

Dahulu, jukung paling sederhana itu dibuat dari batang kayu utuh yang dibelah menjadi dua dan dikerok menggunakan perkakas dari batu. Pembuatan Jukung juga memerlukan keahlian khusus, pasalnya Jukung tidak menggunakan paku, hanya menggunakan pasak kayu Ulin.

Jika merujuk pada majalah Tropisch Nederland terbitan 1939 yang mempromosikan keindahan alam Borneo selatan, Jumat (30/9/2022). Bahwa orang-orang Eropa di masa Hindia Belanda yang datang menyanjung Banjarmasin dengan sebutan Venetie Van Het Oosten yang artinya Venesia dari Timur.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak video pilihan berikut ini:


Alat Perjuangan Usir Penjajah

Jukung juga pernah menjadi alat perjuangan pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Tepatnya pada masa perang Banjar sekitar 1859-1905 Jukung pernah digunakan oleh para pejuang Banjar. Antara lain ketika menyerang Belanda di Margasari pada 16 Desember 1861 malam.

Jukung Pandan Liris atau Jukung Bagiwas misalnya pernah digunakan oleh Tumenggung Jalil dalam pemberontakan Benua Lima melawan penjajah Belanda pada 1859-1881.

Sementara saat ini bagi sebagian masyarakat, Jukung masih menjadi transportasi andalan, untuk menerobos wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh kendaraan bermoto seperti rawa dan sungai.

Namun yang dahulunya Jukung yang dahulunya menjadi transportasi utama, kini harus bersaing dengan kendaraan di darat. Karena banyak masyarakat yang kini telah beralih ke sepeda motor dan mobil.

Nampaknya perlu peran semua unsur, baik dari pihak pemerintah dan masyarakat untuk tetap melestarikan jukung, sebagai bagian dari sejarah dan urat nadi masyarakat.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya