Kure, Ritual Menyongsong Paskah di NTT

Puncak tradisi ini dilaksanakan pada malam Kamis Putih dan malam Jumat Agung.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 18 Des 2022, 00:00 WIB
Diterbitkan 18 Des 2022, 00:00 WIB
Ilustrasi Paskah, Kristiani, salib
Ilustrasi Paskah, Kristiani, salib. (Photo by Cdoncel on Unsplash)

Liputan6.com, NTT - Kure merupakan sebuah ritual menyongsong perayaan Paskah oleh sekelompok masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT). Sekelompok masyarakat ini merupakan kombinasi antara tradisi agama dan budaya.

Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, ritual ini dilakukan oleh masyarakat di Kote, Kelurahan Noemuti, Kecamatan Noemuti, Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT. Sebenarnya, tradisi kure hanya dilakukan oleh masyarakat di Kote, yakni sebuah kampung tua yang letaknya sekitar 18 kilometer sebelah selatan Kota Kefamenanu, ibu kota Kabupaten Timor Tengah Utara.

Umumnya, tradisi kure di Kote-Noemuti dilakukan sejak hari Rabu, Kamis, dan Jumat. Puncak tradisi ini dilaksanakan pada malam Kamis Putih dan malam Jumat Agung.

Mengutip dari 'Persepsi Remaja Desa Kote Noemuti Mengenai Tradisi Kure pada Masa Paskah (Studi Kasus Komunikasi Budaya pada Remaja Desa Kote Noemuti, Kecamatan Noemuti, Kabupaten Timor Tengah Utara) oleh Miranda Aquilina Hania OBE, kata 'kure' berasal dari bahasa Portugis 'currere' yang berarti berjalan, menjelajah seluruh, dan merambat.

Dalam artian ini, kata kure bisa diartikan sebagai kegiatan berjalan sambil berdoa dari rumah adat yang satu menuju rumah adat lainnya. Selain itu, kata 'kure' juga bisa berasal dari bahasa Portugis 'cura' yang berarti ibadah, penyembahan kepada dewa-dewa, dan pemeliharaan.

Dalam hal ini, kure mengandung pengertian sebagai penyembahan Dewa atau Tuhan di dalam rumah adat yang telah disiapkan sesuai dengan tradisi persenyawaan yang baru Kure sebagai suatu upacara adat dilakukan secara bergilir dari satu rumah adat (Ume Mnasi) ke rumah adat lainnya pada masa Paskah.

Dari sumber yang sama tertulis, tradisi kure merupakan sebuah upacara adat budaya dan religi yang ditinggalkan oleh Topasus atau penjajah pada zaman dahulu di desa Kote Noemuti. Tradisi ini sudah menjadi upacara turun temurun yang selalu dirayakan pada masa Paskah oleh masyarakat setempat dalam bentuk berdoa di rumah adat.

Hal tersebut bertujuan agar masyarakat setempat selalu mengingat para leluhur yang sudah meninggal. Adapun persembahan bagi peserta kure adalah pemberian buah-buahan hasil panen, seperti tebu, timun, jeruk.

Selain itu, ada juga sirih pinang sebagai simbol ucapan terima kasih kepada peserta Kure. Persembahan yang diberikan biasanya tidak banyak, hanya seadanya.

Meski demikian, masing-masing persembahan ini makna. Selain persembahan, pemilik rumah adat yang melaksanakan kure biasanya juga memberikan sajian berupa makan malam bersama. Selain itu, ada juga pemberian sirih pinang kepada orang yang telah mengunjungi rumah adat.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya