4 Fakta Unik Sistem Matrilineal Adat Minangkabau

Seperti yang sudah kita pahami, orang-orang Minangkabau sangat mengistimewakan kaum perempuannya.

oleh Tifani diperbarui 18 Des 2022, 22:00 WIB
Diterbitkan 18 Des 2022, 22:00 WIB
Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau di Padang Panjang, Sumatra Barat
Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau di Padang Panjang, Sumatra Barat. foto: @naomilalahi. (dok.Instagram @pdikm.padangpanjang/https://www.instagram.com/p/CV_7lYtv6wU/Henry)

Liputan6.com, Padang - Masyarakat Minangkabau memiliki beragam budaya yang unik dan menarik untuk dipelajari. Salah satunya ialah sistem kekerabatan matrilineal yang dianut masyarakat Minang ini.

Suku Minangkabau menjadi penganut sistem kekerabatan matrilineal paling besar di dunia, bahkan hingga saat ini. Dikutip dari laman kebudayaan.kemendikbud.go.id, matrilineal berasal dari kata matri (ibu) dan lineal (garis) yang berarti sistem kekerabatan yang mengacu pada garis keturunan ibu.

Adat Minangkabau memiliki pemahaman kalau perempuan memiliki derajat yang tinggi. Seperti yang sudah kita pahami, orang-orang Minangkabau sangat mengistimewakan kaum perempuannya.

Berikut 5 fakta menarik mengenai sistem matrilineal masyarakat adat Minang.

1. Nama Suku Menggunakan Garis Keturunan Ibu

Matrilineal adalah istilah untuk menyebut sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari pihak perempuan (ibu). Baik anak laki-laki maupun perempuan, mereka akan menyandang suku pada nama mereka sesuai dengan suku sang ibu.

Mulai dari nenek moyang hingga generasi yang baru saja lahir, anak-anak Minangkabau tidak akan menggunakan suku dari pihak ayah. Karena hal inilah, kelahiran seorang anak perempuan sangat disambut baik sebab kelak ia akan menjadi penerus garis keturunan sukunya.

2. Melarang Pernikahan Sesuku

Dalam menganut sistem matrilineal, adat di Minangkabau tidak mendukung terjadinya perkawinan sesuku. Sekalipun berasal dari nagari (desa atau daerah) yang berbeda, tapi sukunya sama, perkawinan itu tetap dipandang sebagai hal yang kurang baik.

Dalam adat Minangkabau ada kekhawatiran terjadinya kerusakan garis kesukuan apabila terjadi perkawinan antara dua orang yang berasal dari suku yang sama. Bagi yang melanggar ketentuan ini umumnya akan mendapatkan sanksi sosial, seperti dikucilkan dari masyarakat.

Dalam adat Minang tak jarang laki-lakilah yang diberikan mahar dalam prosesi pernikahan. Posisi laki-laki disebut sebagai orang jemputan.

Saat sudah menikah, laki-laki akan menjadi "tamu" sebab mereka tinggal di rumah keluarga istrinya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Pengaruh Perempuan dalam Rumah Gadang

3. Kuatnya Pengaruh Perempuan dalam Rumah Gadang

Rumah Gadang adalah pusaka dan menjadi tempat diadakannya acara-acara penting mulai dari upacara kelahiran hingga pesta perkawinan. Bila laki-laki sudah berkeluarga, rumah Gadang ditempati oleh saudara perempuannya bersama suami dan anak-anak mereka.

Pengembangan rumah juga menyesuaikan kebutuhan anak perempuan. Makin banyak isinya, makin besar pula ukuran rumahnya.

Perempuan memegang peran sentral dalam struktur kekeluargaan. Keluarga di dalam rumah Gadang mencakup: paruik, jurai, dan samande.

Paruik merupakan sebutan untuk 5-6 generasi yang menempati rumah Gadang. Kelompok yang lebih besar disebut jurai sedangkan kelompok yang lebih kecil disebut samande.

Pada umumnya, tidak ditemukan keterlantaran karena setiap generasi dan kelompok memiliki peran yang sama-sama penting. Bagi masyarakat Minangkabau, hidup bersama keluarga besar berarti mendapat perlindungan yang besar pula dari keluarga tersebut.

Orangtua memiliki tanggung jawab terhadap kelangsungan hidup anak, sedangkan anak-anak bertanggung jawab terhadap orang lanjut usia. Jika dua ketentuan tersebut tidak berjalan, maka tanggung jawab akan dialihkan ke anggota keluarga saparuik.

Jika tidak juga, maka diambil alih oleh anggota keluarga sajurai, dan seterusnya hingga ke tingkat keluarga yang lebih tinggi.

4. Konsep Pembagian Harta Warisan

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, masyarakat Minangkabau memiliki hubungan yang sangat erat dengan kerabatnya. Kuatnya hubungan dalam keluarga besar dilandasi oleh tujuan dan kepentingan bersama, yaitu berupa kepemilikan bersama atas tanah dan rumah.

Meskipun perempuan berperan besar dalam kesukuan, bukan berarti perempuan mendapat kuasa penuh atas pusaka atau harta warisan di keluarganya. Masyarakat Minangkabau mempunyai filosofi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.

Maknanya, selain berpegang teguh pada adat, masyarakat Minangkabau juga menjadikan ajaran Islam sebagai pedoman dalam kehidupan. Termasuk dalam pembagian harta warisan.

Masyarakat Minangkabau umumnya menganut pewarisan dari mamak (paman atau saudara laki-laki ibu) kepada kemenakan. Dari pembagian harta warisan tersebut biasanya harta warisan akan digunakan secara bersama-sama oleh penerima warisan dengan anggota keluarga yang lain.

Harta warisan tidak bisa dibagi dan harus tetap utuh karena milik bersama.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya