PTUN Pekanbaru Perintahkan Tutup 66 Sumur Minyak di Habitat Harimau Taman Nasional Zamrud

Majelis hakim di PTUN Pekanbaru memerintahkan menutup 66 sumur minyak dan gas bumi di Taman Nasional Zamrud, Kabupaten Siak karena berada di habitat harimau sumatra.

oleh M Syukur diperbarui 11 Jan 2023, 10:00 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2023, 10:00 WIB
Ilustrasi pengeboran sumur minyak.
Ilustrasi pengeboran sumur minyak. (Liputan6.com)

Liputan6.com, Pekanbaru - Majelis hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru memerintahkan menutup 66 sumur minyak dan gas bumi di Taman Nasional Zamrud, Kabupaten Siak. Salah satu alasannya sumur minyak yang saat ini dikelola PT Bumi Siak Pusako itu berada di kawasan konservasi kawasan pelestarian alam. 

Taman Nasional Zamrud merupakan habitat harimau sumatra. Pengeboran menyebabkan tumpahan minyak sehingga terjadi deforestasi atau kerusakan hutan sehingga berpotensi mengganggu habitat harimau serta satwa ataupun tumbuhan yang dilindungi negara.

Perintah penutupan sementara, penyegelan hingga pemasangan plank ini berlangsung hingga ada pedoman pengeboran dan pemanfaatan sumur minyak bumi serta gas oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK). 

Humas PTUN Pekanbaru Erick Sihombing menjelaskan, putusan ini dibacakan pada 9 Januari 2023. Penggugatnya adalah Yayasan Wahana Sinergi Nusantara yang menggugat 2 instansi negara dan 1 perusahaan. 

Adapun tergugat I adalah Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Menteri LHK Cq Dirjen Penegakan Hukum LHK sebagai tergugat II dan PT Bumi Siak Pusako sebagai perusahaan pengebor minyak selaku tergugat III. 

"Gugatan penggugat dikabulkan sebagian oleh majelis hakim," kata Erick, Selasa siang, 10 Januari 2023.

Terhadap putusan ini, para tergugat punya waktu 14 hari kerja untuk menerima putusan ini atau melakukan banding ke pengadilan tingkat berikutnya. 

"Sampai hari ini belum ada informasi apakah para tergugat melakukan banding," jelas Erick. 

 

Hentikan Pengeboran

Erick menjelaskan, hakim tidak memberikan perintah untuk membongkar 66 sumur minyak tersebut. Hakim memerintahkan melakukan pengelolaan lingkungan hidup ketat agar sumur minyak di kawasan taman nasional itu dikelola lebih baik. 

"Dengan demikian (sumur minyak dan gas bumi) tidak mengganggu satwa dan tumbuhan di kawasan konservasi," jelas Erick. 

Erick menyebutkan, sumur-sumur itu untuk sementara tidak bisa dimanfaatkan oleh tergugat berdasarkan putusan PTUN. Pasalnya ada perintah penyegelan. 

"Sampai mereka (para tergugat) melakukan pengelolaan lingkungan hidup atau sepanjang tidak dikelola dengan baik lingkungan hidupnya ya ditutup dulu," tegas Erick. 

Erick menjelaskan, pengeboran atau pemanfaatan sumur minyak dan gas di kawasan konservasi sangat berbeda dengan kawasan umum. Baik secara analis dampak lingkungan atau pengelolaan ramah lingkungan. 

Apalagi hingga kini, lanjut Erick, belum ada aturan yang spesifik mengatur pengeboran minyak di kawasan konservasi. Oleh karena itu, ada perintah hakim kepada Menteri LHK sebagai tergugat II membuat pedoman pengeboran di kawasan konservasi. 

 

Perintah Reboisasi

Selain itu, berdasarkan putusan PTUN nomor 42/G/TF/2022/PTUN.PBR tersebut, hakim juga memerintahkan para tergugat melakukan penanaman kembali atau reboisasi jenis tumbuhan yang sesuai dengan fungsi hutan. 

Selanjutnya, majelis hakim juga mewajibkan Menteri LHK sebagai tergugat II melakukan intervensi untuk menanggung seluruh kerugian lingkungan hidup atas biaya pemulihan, pengelolaan dan atau reboisasi terhadap kerusakan lingkungan hidup hutan konservasi kawasan pelestarian alam Taman Nasional Zamrud. 

Adapun nilainya ditentukan dengan perhitungan riil sesuai dengan tanggungjawabnya masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Berikutnya, majelis hakim menghukum para tergugat membayar biaya perkara Rp 5.565.700,-.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya