Liputan6.com, Bandung - Tahun Baru Cina atau Imlek merupakan perayaan penting orang Tionghoa. Perayaan ini dimulai pada hari pertama bulan pertama di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh pada tanggal ke-15.
Selain berkumpul bersama keluarga, Imlek juga bisa dihabiskan dengan berlibur sekaligus berkumpul bersama keluarga dan kerabat. Setiap daerah di Indonesia memiliki beberapa destinasi wisata yang cocok dikunjungi saat perayaan Imlek, salah satunya Bandung.
Mengutip dari disbudpar.bandung.go.id, berikut rekomendasi destinasi wisata Imlek Bandung:
Advertisement
1. Wihara Satya Budhi
Baca Juga
Wihara Satya Budhi merupakan tempat peribadatan Tionghoa yang memiliki daya tarik tersendiri, terutama saat Imlek. Tempat ini berlokasi di Jalan Kelenteng Nomor 10, Ciroyom, Andir, Kota Bandung.
Wihara Satya Budhi juga dikenal sebagai salah satu wihara tertua di Kota Bandung. Wihara ini berada satu kompleks dengan dua wihara lain, yaitu Vihara Samudra Bhakti dan Vihara Buddhagaya.
Ketiga wihara ini dinaungi oleh Yayasan Satya Budhi. Wihara Satya Budhi sendiri menjadi salah satu bangunan cagar budaya tergolong kelas A.
2. Wihara Tanda Bhakti
Tidak jauh dari Wihara Satya Budhi, terdapat Wihara Tanda Bhakti. Tempat ini berlokasi di Jalan Wihara No.3, Kb. Jeruk, Andir, Kota Bandung.
Wihara ini telah berdiri sejak puluhan tahun lalu. Vihara yang terbuka untuk wisatawan ini memiliki prasasti Kampung Toleransi.
Wihara Tanda Bhakti merupakan tempat ibadah Tri Dharma, artinya wihara atau kelenteng tersebut bisa digunakan sebagai tempat ibadah untuk umat Buddha, Konghucu, dan Tao. Saat berkunjung ke Wihara Tanda Bhakti pada hari Imlek, pengunjung biasanya akan diberi suguhan berupa mi.
Bagi orang Tionghoa, mi merupakan hidangan wajib saat malam imlek karena dinilai memiliki makna dan harapan agar panjang umur. Perayaan Imlek di wihara ini biasanya terdapat persembahan berupa kue keranjang atau dodol Imlek yang bermakna persaudaraan antarsesama.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Kawasan Cibadak
3. Kawasan Cibadak
Kota Bandung memiliki kawasan Pecinan yang tersebar mulai dari Jalan Banceuy hingga Jalan Kelenteng. Selain itu, kawasan di Jalan Cibadak yang siang hari ramai dipenuhi aktivitas para pedagang ini juga kerap disebut sebagai 'China Town'-nya Bandung.
Salah satu daya tarik kawasan ini adalah bangunan-bangunan tempo dulu dengan bentuk yang masih terjaga. Saat malam tiba, wilayah ini akan berubah menjadi kawasan kuliner pinggir jalan yang menjual berbagai jenis makanan khas Tionghoa.
4. Museum Sejarah Etnis Tionghoa Bandung
Bandung memiliki sebuah museum tematik yang menyajikan informasi mengenai sejarah dan kebudayaan Tionghoa di Indonesia, yakni Museum Sejarah Etnis Tionghoa Bandung. Museum ini berlokasi di Jalan Nana Rohana Nomor 37, Wr Muncang, Bandung Kulon, Kota Bandung.
Terdapat berbagai informasi di museum ini, mulai dari sejarah kedatangan Laksamana Cheng Ho, istilah-istilah dalam kebudayaan Tiongkok kuno, hingga profil tokoh-tokoh ternama Tionghoa di Indonesia. Berbagai Informasi tentang sejarah etnis Tionghoa juga ditampilkan dengan apik melalui infografis dan video dokumenter.
Museum ini didirikan oleh Yayasan Dana Sosial Priangan Bandung. Pembangunan museum ini bertujuan untuk mengenalkan dan mengintegrasikan kebudayaan Tionghoa sebagai bagian dari kemajemukan yang dimiliki oleh Indonesia sejak ratusan tahun lamanya.
5. Warung Kopi Purnama
Warung Kopi Purnama yang berlokasi di Jalan Alkateri Nomor 22, Braga, Sumur Bandung, Kota Bandung, dikenal sebagai salah satu tempat kuliner legendaris di Kota Bandung. Selain menghadirkan berbagai menu kopi susu dan roti srikaya, di sini juga terdapat menu makanan lontong cap go meh.
Lontong cap go meh merupakan makanan khas etnis Tionghoa yang kerap disantap di hari ke-15 penanggalan Imlek (Cap Go Meh). Makanan ini disajikan secara komplet dengan campuran kuah opor, suwiran daging ayam, potongan daging sapi dadu, sayur waluh, acar, telur ayam, acar, abon sapi, bawang goreng, bubuk koya, dan sambal goreng bajak. Seporsi lontong cap go meh juga dilengkapi dengan tambahan kerupuk udang yang disajikan terpisah.
Penulis: Resla Aknaita Chak
Advertisement