Liputan6.com, Yogyakarta - Fenomena gerhana Matahari hibrida akan terjadi pada Kamis (20/4/2023). Gerhana matahari 2023 ini merupakan gabungan dua macam gerhana.
Matahari akan mengalami gerhana cicin terlebih dahulu. Kemudian, berubah menjadi gerhana matahari total dan kembali menjadi gerhana Matahari cincin.
Selain gerhana matahari hibrida, hampir seluruh kota besar di tanah air dapat menyaksikan gerhana matahari sebagian pada tanggal yang sama. Masing-masing daerah Indonesia akan merasakan gerhana Matahari sebagian dengan waktu berbeda-beda.
Advertisement
Baca Juga
Dahulu gerhana matahari dianggap sebagai peristiwa menakutkan. Fenomena alam ini juga dikaitkan dengan beragam mitos dan takhayul.
Akhirnya mitos dan tahayul saat fenomena gerhana melahirkan tradisi unik di Indonesia. Dirangkum dari laman kemendikbud.go.id, berikut tradisi unik gerhana matahari di Indonesia.
1. Gejok Lesung
Gejog lesung adalah tradisi khas masyarakat Yogyakarta saat gerhana tiba. Tradisi unik ini dilakukan oleh 5-6 orang memukuli lesung (tempat menumbuk padi) dengan alu (kayu penumbuk), sehingga menimbulkan irama.
Dalam kepercayaan masyarakat Jawa zaman dahulu, gerhana terjadi karena matahari dimakan raksasa Kala Rahu atau Kala Rawu mencuri air suci yang bisa memberikan hidup abadi. Namun, saat air baru sampai di tenggorokan, lehernya keburu dipenggal oleh Bhatara Wisnu.
Badan Kala jatuh ke bumi, sementara kepalanya masih melayang-layang dan membalas dendam dengan memakan matahari. Lesung padi mewakili tubuh Kala itu, sehingga memukulinya dianggap bisa membuat kepala Kala segera memuntahkan matahari.
2. Dolo Dolo
Tradisi dolo-dolo adalah tradisi masyarakat Ternate saat fenomena gerhana tiba. Tradisi unik saat gerhana ini dilakukan dengan memukul kentongan dari bambu secara bersama-sama.
Kentongan akan dipukul hingga matahari kembali terang atau fenomena gerhana selesai. Tradisi ini berakar dari kepercayaan masyarakat di Maluku Utara bahwa gerhana terjadi akibat ditelannya matahari oleh seekor naga sehingga bumi menjadi gelap.
Dolo-dolo adalah cara untuk mengumpulkan orang banyak untuk berbagai tujuan. Namun saat gerhana, dolo-dolo juga sengaja di pukul.
Selain membunyikan kentongan masyarakat Ternate juga memukul tifa dan peralatan dapur agar muncul suara bising demi menghentikan naga memakan matahari.
Garantung
3. Garantung
Desa-desa di pedalaman Kalimantan juga memiliki tradisi unik saat gerhana terjadi. Tradisi unik tersebut disebut sebagai garantung.
Garantun merupakan alat musik sejenis gong. Kala gerhana Matahari terjadi, masyarakat akan memukul garantung secara bersama-sama.
Tak hanya garantung, semua benda-benda yang bisa menimbulkan suara keras juga akan dipukul. Menurut kepercayaan setempat, terjadinya gerhana matahari total adalah akibat perkelahian surya dengan bulan.
Memukul garantung dan menciptakan kegaduhan dipercaya dapat melerai duel itu.
4. Pukul Tempurung
Pukul tempurung kelapa menjadi tradisi unik saat gerhana matahari selanjutnya. Tradisi memukulkan tempurung kelapa ini dilakukan oleh masyarakat Jailolo, Halmahera, Maluku Utara.
Tidak hanya saat gerhana matahari, tradisi unik ini juga dilakukan kala gerhana bulan tejadi. Selain tempurung kelapa, masyarakat Jailolo juga keluar dari rumah saat gerhana.
Mereka membawa barang-barang dari dalam rumah yang jika dipukul bisa menimbulkan suara bising seperti ember dan panci.
5. Pukul Seng dan Kaleng
Tradisi menyambut gerhana dengan memukul benda-benda agar menimbulkan suara nyaring juga ada di Nusa Tenggara Timur (NTT). Penduduk Pulau Timor akan memukul kaleng atau seng bekas.
Suara nyaring yang ditimbulkan itu dipercaya bisa membuat gerhana cepat berlalu. Kebiasaan memukul seng dan kaleng ini juga dilakukan saat gerhana bulan.
6. Sego Rogoh
Sego rogoh atau ritual sego roho merupakan tradisi yang dilakukan masyarakat Jawa kala gerhana matahari atau bulan terjadi. Ritual sego rogoh merupakan tradisi liwetan orang Jawa.
Ritual sego rogoh atau tradisi liwetan dilakukan dengan memasak nasi beserta lauknya kemudian disantap beramai-ramai. Ritual sego rogoh ini digelar dengan maksud untuk melindungi wanita hamil, yang bersamaan dengan terjadinya gerhana.
Bagi perempuan yang sedang mengandung, sebagian orang Jawa meyakini gerhana dapat berakibat fatal. Janin dikhawatirkan lahir tidak sempurna. Sang calon ibu bahkan bisa saja meninggal dunia, apabila tidak diselamatkan dengan melakukan ritual.
Advertisement