Liputan6.com, Jakarta - Posisi dan jumlah fakir miskin di sebuah negara menjadi indikator penting dalam urusan kesejahteraan bangsa. Bahkan, Syekh Sya'rawi asal Mesir menjadikan hal tersebut sebagai salah satu indikator perilaku koruptif.
Menurut dia, apabila ada sebuah negara berpenduduk mayoritas Muslim tetapi ada fakir miskin, maka ada orang kaya yang memakan harta si miskin.
Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Badan Penanggulangan Terorisme MUI M. Najih Arromadloni saat mengisi sela waktu Lenong Menjelang Buka Puasa, Program Inspirasi Ramadan 2023 BKN PDI Perjuangan. Dalam kaitan itu, Najih menekankan pentingnya peranan zakat dalam menstimulus kesejahteraan si miskin.
Advertisement
"Kalau sebuah negara mayoritas muslim tetapi ada fakir miskin di dalamnya, itu berarti ada orang kaya yang memakan hartanya. Padahal kalau semua orang membayar zakat seharusnya semua masyarakat sejahtera," ujarnya.
Jika ditilik lebih dalam, ungkapan Najih yang ia sitir dari Syekh Sya'rawi itu memiliki penjelasan detil yang kompleks. Sebagai Muslim, lanjut Najih, kita wajib hukumnya membayar zakat, baik zakat maal dan zakat fitrah.
Penerimanya adalah 8 golongan tertentu. Beberapa diantaranya adalah fakir miskin, mualaf dan fi sabilillah. Artinya, terjadi praktek saling mengasihi antar manusia dan antar kedudukan ekonomi.
"Zakat itu sangat penting, karena itu adalah bentuk solidaritas kemanusiaan. Ini mendekatkan persaudaraan dan meminimalisir kesenjangan si kaya dan si miskin," kata peraih Cumlaude Doktoral UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Bisa dibilang, lanjut Najih, zakat merupakan ibadah yang multidimensional. Sebab dia memiliki tujuan dan melewati beberapa sendi kehidupan manusia. Mulai dari mengasah rasa empati kepada yang kurang berpunya hingga menurunkan angka kriminalitas.
"Syaratnya berzakat fitrah mudah. Ikhlas dan mampu menyisihkan 3 kilogram beras, itu saja. Ikhlas berbagi itu yang paling utama," tandasnya.