Liputan6.com, Yogyakarta - Setiap tahun, Keraton Yogyakarta dan Surakarta mengadakan upacara grebeg sebanyak tiga kali, yakni grebeg syawal, grebeg besar, dan grebeg maulud atau grebeg sekaten. Grebeg sekaten merupakan upacara yang dilaksanakan untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW.
Mengutip dari pariwisata.jogjakota.go.id, grebeg merupakan prosesi adat sebagai simbol sedekah dari pihak Keraton Yogyakarta kepada masyarakat. Sedekah tersebut berupa gunungan yang nantinya akan diperebutkan oleh masyarakat sekitar.
Kata 'grebeg' berasal dari kata 'gumrebeg' yang memiliki filosofi sifat riuh, ribut, dan ramai. Selain perihal nama, gunungan pada upacara ini juga memiliki filosofinya sendiri, yakni merupakan simbol kemakmuran yang dibagikan kepada masyarakat.
Advertisement
Baca Juga
Gunungan pada upacara ini merupakan representasi dari hasil bumi berupa sayur dan buah serta aneka jajanan, salah satunya rengginang. Adapun gunungan pada grebeg sekaten juga menjadi simbol kemakmuran yang mewakili keberadaan manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Keduanya disimbolkan dengan gunungan jaler (pria) dan gunungan estri. Selain itu juga ada gunungan gepak dan pawuhan.
Gunungan ini kemudian dibawa oleh abdi dalem. Para abdi dalem ini mengenakan pakaian dan peci berwarna merah marun serta kain batik biru tua bermotif lingkaran putih.
Terdapat gambar bunga di tengah lingkaran putih tersebut. Pada bagian kaki, para abdi dalem tidak menggunakan alas kaki (nyeker).
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Kirab Gunungan
Prosesi kirab gunungan pada upacara grebeg sekaten dimulai dari Kori Kamandungan sebagai titik awal. Selanjutnya, gunungan dibawa melintasi Sitihinggil menuju Pagelaran di Alun-alun Utara.
Gunungan kemudian diletakkan di halaman Masjid Gedhe dengan melewati pintu regol. Sebagai tanda dimulainya kirab gunungan, tembakan salvo akan dibunyikan.
Adapun Prajurit Wirabraja bertugas sebagai cucuking laku atau pasukan garda terdepan di setiap perhelatan upacara keraton. Prajurit ini dikenal sebagai 'prajurit lombok abang' karena pakaiannya yang berwarna merah lengkap dengan topi kudhup turi berbentuk seperti lombok.
Terdapat prosesi serah-terima pengawalan gunungan dari Prajurit Wirabraja ke Prajurit Bugis dan Prajurit Surakarta. Prajurit Bugis mengenakan seragam hitam dengan topi khas pesulap, sedangkan Prajurit Surakarta berpakaian serba putih.
Selanjutnya, gunungan diserahkan kepada penghulu Masjid Gedhe untuk didoakan. Setelah semua proses selesai, gunungan pun mulai diperebutkan oleh masyarakat atau yang biasa disebut ngrayah.
Masyarakat yang mendapat bagian pada gunungan dipercaya akan mendapatkan berkah. Adapun filosofi dalam kegiatan ngrayah menyimbolkan manusia yang harus mencapai tujuan dan berani melakukan persaingan dalam kehidupannya.
Ciri khas lain dari grebeg sekaten adalah adanya telur merah yang biasa disebut 'ndog abang'. Telur tersebut ditusuk dengan bambu dan dihiasi dengan kertas berbentuk bunga.
(Resla Aknaita Chak)
Advertisement