Menilik Masjid Selo, Masjid Kuno Peninggalan Sultan Hamengkubuwono I

Dahulu, Masjid Selo sempat terbengkelai dan beralih fungsi menjadi tempat penyimpanan keranda jenazah.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 31 Mar 2023, 00:00 WIB
Diterbitkan 31 Mar 2023, 00:00 WIB
Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta (sumber: kratonjogja.id)

Liputan6.com, Yogyakarta - Masjid Selo berlokasi di Kelurahan Panembahan, kemantren Kraton, Yogyakarta. Masjid kuno ini merupakan peninggalan raja Keraton Yogyakarta pertama, Sultan Hamengku Buwono I.

Penjaga Masjid Selo, Sunarwiadi mengatakan, masjid ini dibangun pada 1780-an. Pada masa HB I tersebut pembangunan masjid ini berbarengan dengan pembangunan Keraton dan Dalem atau rumah tinggal Pangeran calon raja.

Dalem Kadipaten sangat besar dan luas, sehingga di antara bangunan tersebut ada yang dibuat tempat ibadah atau masjid. Awalnya, masjid ini hanya digunakan untuk keluarga kerajaan saja.

Dahulu, Masjid Selo sempat terbengkelai dan beralih fungsi menjadi tempat penyimpanan keranda jenazah. Hingga akhirnya, pada 1965, warga memberanikan diri bersurat ke pihak Keraton yang berisi permohonan izin untuk menggunakan masjid tersebut.

Hal itu dilakukan oleh beberapa tokoh masyarakat yang melihat adanya masjid kecil yang tidak digunakan. Melalui surat tersebut, warga pun diizinkan untuk menggunakan tempat ibadah tersebut.

Namun, masyarakat tidak diizinkan untuk mengubah, hanya menggunakan saja. "Keno dinggo tapi ora keno diowah-owah (boleh dipakai tapi tidak bileh diubah)" itulah isi balasan surat kekancingan dari Keraton.

Adapun arsitektur bangunan Masjid Selo menyerupai bangunan Tamansari dan Keraton. Hal itu terlihat dari atap dan temboknya yang khas. Bahkan, ketebalan temboknya mencapai 70 sentimeter. Konon, arsitek masjid ini adalah orang Portugis.

Bangunan ini didesain dengan pintu masuk yang pendek, sehingga jemaah harus menunduk saat akan masuk ke masjid. Selain itu, ada juga kolam air berbentuk leter U yang mengitari masjid.

Sementara itu, bangunan inti masjid yang masih asli ada di tengah, sedangkan sebelah kiri dan kanan adalah bangunan tambahan. Dulu, kolam air yang ada di masjid ini sumber airnya berasal dari sungai Winongo. Kini, salurannya masih ada, tetapi tidak lagi digunakan.

Menariknya, konstruksi tembok bangunan yang tebal dan kokoh membuat bangunan inti Masjid Selo tidak berimbas saat gempa besar Yogyakarta pada 2006 silam. Selain itu, konstruksi bangunannya juga tertanam sangat dalam.

Masjid Selo sudah mengalami beberapa pemugaran. Bangunan inti masjid ini memiliki luas 6m x 8m yang dapat menampung hingga 30 jemaah. Untuk menambah kapasitas jemaah, kemudian dibangun bangunan tambahan yang bisa menampung hingga 150 jemaah.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya