Liputan6.com, Batam - Enam warga Pulau Rempang dan Galang ditangkap polisi, sementara puluhan lainnya terluka menyusul bentrokan yang terjadi. Bentrokan dipicu protes warga yang tak ingin terusir dari kampung mereka, sementara tentara dari TNI Angkatan Laut dan polisi bersenjata mengawal pemasangan patok tata batas.
Sejak awal rencana pemasangan patok, masyarakat sudah menduga bahwa mereka akan dipaksa untuk direlokasi dan suara mereka tak didengar.
Penangkapan 6 warga didahukui penembakan gas air mata ke kerumunan.
Advertisement
Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif Nasional WALHI menyebut pembangunan Kawasan Rempang Eco City merupakan salah satu program strategis nasional dan tanpa perencanaan matang.
"Akibatnya sejak awal memang tidak bersifat partisipatif dan abai pada suara masyarakat adat," kata Zenzi.
Menurut Zenzi, Rempang Eco City dimuat dalam Permenko Ekuin Nomor 7 Tahun 2023. Perencanaan melibatkan BP Batam, Menko Ekuin, Kepala BKPM, dan K/L. Sejauh ini program tersebut tidak meminta persetujuan masyarakat.
”Atas dasar tersebut, kami Masyarakat Sipil di Riau, Masyarakat Sipil Nasional, dan 28 Kantor Eksekutif Daerah WALHI meminta Presiden mengambil sikap tegas untuk membatalkan program ini. Program yang mengakibatkan bentrokan dan berpotensi menghilangkan hak atas tanah, dan identitas adat masyarakat di 16 Kampung Melayu Tua di Rempang,” kata Zenzi.
Ditambahkan, tindakan polisi, BP Batam dan TNI yang memaksa masuk ke wilayah masyarakat adat Pulau Rempang, merupakan pengabaian terhadap amanah konstitusi dan pelanggaran HAM secara nyata.
Tanggapan BP Batam
Sementara itu, BP Batam memibta agar masyarakat Kota Batam tidak terprovokasi dengan isu miring terkait pengukuran yang akan dilakukan di Kawasan Rempang.
Hal ini menyusul adanya informasi terkait tindakan represif tim gabungan yang terdiri dari Polri, TNI, Ditpam BP Batam, dan Satpol PP terhadap masyarakat yang memprotes relokasi.
Menurut Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait, masyarakat yang mengatasnamakan warga Rempang terlebih dulu melemparkan batu dan botol kaca ke arah personel keamanan yang akan memasuki wilayah Jembatan 4 Barelang.
"Informasi dari tim di lapangan, sudah ada beberapa oknum yang ditangkap pihak kepolisian," kata Ariastuty.
Ariastuty pun mengajak masyarakat Kota Batam untuk mengecek terlebih dulu informasi yang diterima sebelum menyebarkannya melalui media sosial. Ariastuty mengaku sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait rencana pengukuran tersebut.
Sementara, Kapolresta Barelang, Kombes Pol Nugroho Tri Nuryanto, meminta masyarakat tak menghalangi petugas keamanan yang akan memasuki Kawasan Rempang.
"Saya minta warga jangan anarkis. Karena apa yang saudara lakukan sudah melanggar hukum," kata Nugroho dari dalam mobil yang dilengkapi dengan pengeras suara.
Advertisement
Tentang Korban
Badan Pengusahaan (BP) Batam juga membantah adanya korban pada peristiwa pengukuran Kawasan Rempang oleh personel keamanan gabungan. Ha itu di sampaikan oleh Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol, Ariastuty Sirait dalam siaran tulis, Kamis malam (7/9/23).
"Kabar itu tidak benar. Tidak ada korban jiwa. Untuk balita dan pelajar yang terhirup gas air mata telah mendapat pertolongan dari aparat kepolisian serta tim medis," kata Ariastuty.
Menurutnya tindakan tegas petugas keamanan gabungan dilakukan sebagai respon aksi provokatif yang dilakukan oleh masyarakat.
Selain lemparan batu serta botol kaca ke arah petugas, beberapa masyarakat di areal Rest Area Simpang Rezeki juga mencoba melempari aparat dengan bom molotov saat hari mulai gelap.
Aksi anarki tersebut sangat disayangkan karena mampu melukai personel yang bertugas ataupun masyarakat sekitar yang berada di lokasi.
Ariastuty tidak menyampaikan bahwa penyemprotan gas air mata juga bisa melukai masyarakat pemrotes.