Menilik Keseriusan Kabupaten Kukar Bangun Budaya Literasi

Terjadinya kemiskinan di dunia dikarenakan empat faktor, salah satunya budaya literasi dan penguasaan ilmu pengetahuan yang kurang.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 11 Nov 2023, 17:30 WIB
Diterbitkan 11 Nov 2023, 17:30 WIB
Literasi daerah
Cara Talk Show Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat (PILM) Kabupaten Kutai Kartanegara, Sabtu, (10/11/2023). (Liputan6.com/ Dok Ist)

 

Liputan6.com, Jakarta - Inovasi, punya daya saing, dan kemandirian, merupakan kunci yang harus dilakukan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), jika ingin maju. Hal itu diutarakan Kepala Perpusnas Syarif Bando saat acara Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat (PILM) Kabupaten Kutai Kartanegara, Sabtu, (10/11/2023).

"Kenapa Belanda sanggup menjajah Indonesia karena masyarakatnya saat itu masih kurang pemahaman terhadap ilmu pengetahuan, kurang daya inovasi, dan kurang permodalan," ujar Kepala Perpusnas pada Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat (PILM) Kabupaten Kutai Kartanegara, Sabtu (10/11/2023)

Secara umum, menurut Syarif, terjadinya kemiskinan di dunia dikarenakan empat faktor, yaitu kurangnya penguasaan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan, skill inovasi dan kreativitas yang minim, akses ke permodalan yang sulit, hingga budaya malas yang menjangkiti.

Kehadiran perpustakaan dalam suatu negara salah satunya adalah untuk mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Namun, kecerdasan saja tidak cukup untuk mengantar kesuksesan, tapi juga harus berbudaya. Seperti contoh masyarakat di Eropa. Mereka tidak hanya memiliki kualitas manusia yang cerdas, berkualitas, dan berdaya saing, tapi juga beradab.

"Perlu diingat bahwa faktor kesuksesan bermula dari bagaimana kita menjadi manusia berbudaya," tambah Syarif Bando.

Dalam kesempatan sebelumnya, Sekretaris Daerah Kabupaten Kukar, Sunggono, turut mengingatkan bahwa peran penting literasi untuk meningkatkan kualitas hidup. Literasi harus dipahami bukan sekadar kemampuan baca tulis tapi juga kemampuan memahami informasi dan keterampilan serta aspek lain yang diperlukan dalam kehidupan.

Dengan literasi yang kuat, masyarakat akan mampu mengakses informasi yang berkualitas, menghasilkan keputusan yang bijak, tangguh, dan berakhlak sesuai tujuan dari pembangunan nasional dan daerah. Pemprov Kaltim, lanjut Sunggono, berkomitmen mendorong peningkatan literasi untuk seluruh lapisan masyarakat.

Nyatanya, bagi pemerintah Kaltim literasi merupakan salah satu pondasi dalam pengembangan sumber daya manusia yang berkompeten.

 

Kukar Serius Bangun Budaya Literasi

Keseriusan Pemprov Kaltim dibuktikan dengan membangun 43 unit pojok baca di seluruh Kaltim, termasuk di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia.

Bahkan, jumlah unit yang sama juga akan diberikan pada 2024 mendatang agar masyarakat berkesempatan mendapatkan akses informasi dan pengetahuan yang sama.

Dalam sesi talk show Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat (PILM) pengurus daerah organisasi Gerakan Pemasyarakat Minat Baca (PD-GPMB) Kaltim menegaskan, gerbang menuju peningkatan indeks literasi adalah dengan membaca. Apalagi nilai Tingkat Gemar Membaca (TGM) Kaltim masih tergolong sedang (46,27).

"Selain nilai TGM-nya yang sedang, infrastruktur dan pemerataan koleksinya pun dirasa masih kurang," terang Sekretaris PD GPMB Kaltim Taufik.

Sudut pandang lain disampaikan Pustakawan Utama Perpusnas Sri Sumekar dalam melihat dinamika pertumbuhan literasi di Kabupaten Kukar.

Menurutnya, sebaiknya pemerintah Kukar wajib memerhatikan lima aspek besar dalam peningkatan literasi, antara lain pemerataan layanan, jumlah koleksi bacaan yang tersedia, tenaga pustakawan yang ada, tingkat kunjungan pemustaka, dan perpustakaan yang berstandar.

"Kita jangan jadi bangsa yang buta karena ketidaktahuan karena malas membaca," jelas Sri.

Hal yang tidak jauh berbeda juga disuarakan Rektor Universitas Kutai Kartanegara Ince Raden. Menurutnya kemampuan literasi sangat dipengaruhi oleh kompetensi akademik, institusi, nilai-nilai budaya serta pengalaman. Jika sedari kecil sudah terbiasa membaca maka lebih mampu menyerap, menyaring, mengolah dan memaknai informasi.

"Kemampuan berpikir jauh lebih matang, cara berkomunikasi semakin baik, dan kerangka berpikir yang runut," imbuh Ince.

Ince berharap bahwa semakin tinggi tingkat gemar membaca (TGM), maka satu persoalan dari pembangunan berkelanjutan bisa teratasi, khususnya pada aspek pembangunan manusia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya