Liputan6.com, Sukabumi - Salah satu objek wisata alam Goa Coblong di Kabupaten Sukabumi sempat ramai dikunjungi pada tahun 2019 lalu, sebagai destinasi wisata tubing dengan menyusuri goa sepanjang 130 meter. Namun, kini kondisinya sepi tak terurus.
Kawasan pedesaan yang pernah jadi tempat wisata goa ini ternyata mempunyai nilai sejarah pada masa penjajahan oleh Jepang. Dahulu, para pribumi mendapat perintah untuk membangun saluran irigasi di goa ini. Jalur irigasi tersebut dibuat untuk mengaliri Kampung Undrus Binangun, Tenjolaya dan mengalir ke sekolah polisi.
Berlokasi di Kampung Kadupungur Kaler RT/RW 25/09 Desa Undrus Binangun, Kecamatan Kabupaten Sukabumi yang berada di perbatasan Desa Karawang dan Kecamatan Sukabumi. Ketua Yayasan Dapuran Kipahare, Irman Firmansyah mengatakan, selain menjadi sumber irigasi tempat itu dulu pernah menjadi pusat perkebunan.
Advertisement
"Tidak jauh dari areal Nagrok, sebuah pusat perkebunan bunga di masa kolonial. Meski bisa dilalui kendaraan roda empat, namun agak sulit berpapasan karena lebarnya hanya cukup satu mobil saja," ujar Irman dalam keterangannya, Selasa (5/12/2023).
Jalur irigasi yang mengalir ke sekolah polisi ini seolah mengelilingi punggung bukit dengan jalan setapak yang bisa dilalui warga. Jalan setapak inilah yang membawa tim Relawan Pelestari Cagar Budaya (RPCB) Kipahare menuju Goa Coblong, sebuah goa buatan untuk mengalirkan air ke kampung di seberang bukit.
Jalan menuju goa harus melintasi lembah di antara dua bukit yang cukup curam, kondisi jalan setapaknya membuat para pengunjung harus ekstra hati-hati karena dipenuhi dedaunan. Beberapa anak tangga telah dibuat untuk membuka akses jalan ke tempat wisata namun tak cukup aman dilalui saat musim hujan. Kini, hanya beberapa orang saja yang berkunjung ke lokasi wisata tersebut, untuk melepas rasa penasaran.
Baca Juga
Jadi Persembunyian Gerombolan DI/TII
Irman mengatakan, menurut informasi pihak desa setempat, lokasi wisata goa ini dahulu pernah menjadi tempat persembunyian kelompok pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Tempat itu dinilai aman oleh mereka karena berada di antara perbukitan, dan keberadaan sumber air yang berlimpah.
"Di dalam goa nampak ada lekukan seperti balai-balai yang bisa untuk orang duduk atau berbaring, konon di situlah para gerombolan beristirahat dan berlindung," ujarnya.
Kisah itu pun dikuatkan oleh seorang saksi yang masih hidup, Ejeh (75) menceritakan kepada Irman, dahulu polisi disebut sebagai perintis karena kerap mengejar para gerombolan pemberontak. Goa Coblong itu pun jadi tempat aman gerombolan, karena terdapat akses untuk bisa lari ke seberang bukit dengan cepat.
"Namun nasib tak selalu berpihak pada mereka, kadang-kadang tentara mengepung mereka dari dua arah sehingga tertangkap. Beberapa kali terdengar masyarakat berteriak ada gerombolan tertangkap di Goa Coblong, tapi ga ada satupun yang berani melihat, karena takut ditandai dan kemudian dibunuh,” ungkapnya.
Markas gerombolan DI/TII sendiri berada beberapa meter di atas bukit, meski berada di ketinggian kondisi tanah yang rata memudahkan mereka mengintai serta mengincar desa-desa di sekitarnya untuk dijarah. Sulitnya medan yang dihalangi lembah curam, seolah menjadi benteng alami bagi para pemberontak itu. Terlebih, keberadaan air yang melimpah memudahkan mereka untuk mengurusi keperluan sehari-hari.
"Namun untuk bahan makanan tetap saja cara klasik masa perang digunakan, yaitu merampok desa sekitar. Banyak rumah dibakar dan hartanya dirampok tanpa ampun oleh gerombolan ini termasuk Kampung Karawang Girang," terang dia.
Advertisement