Riset Perjalanan ke Kantor Lebih dari 60 Menit Tingkatkan Risiko Depresi, Ini Penjelasannya

Objek penelitian ini menganalisis sebanyak 23.415 pekerja berusia 20 hingga 59 tahun. Caranya menggunakan Fifth Working Environment Survey tahun 2017 dan meneliti berbagai faktor, seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pendapatan, wilayah, status perkawinan, anak, pekerjaan, jam kerja mingguan, dan shift saat bekerja.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 08 Des 2023, 05:00 WIB
Diterbitkan 08 Des 2023, 05:00 WIB
Ilustrasi bekerja di kantor
Ilustrasi bekerja di kantor. (Photo by Arlington Research on Unsplash)

Liputan6.com, Yogyakarta - Seorang profesor di Departemen Kedokteran Kerja dan Lingkungan di Rumah Sakit Universitas Inha Korea Selatan, Dr. Lee Dong-wook telah melakukan studi yang mengaitkan waktu perjalanan dengan depresi. Penelitian itu bertajuk "Hubungan antara waktu perjalanan dan gejala depresi dalam Survei Kondisi Kerja Korea Kelima". Penelitian ini baru saja diterbitkan Jurnal Transportasi dan Kesehatan.

Melansir Koreabiomed, kesimpulan dari penelitian itu adalah orang orang yang menghabiskan lebih dari 60 menit dalam perjalanan ke kantor atau dari tempat kerja setiap hari dapat memicu depresi 1,16 kali lipat dari yang menghabiskan waktu kurang dari 30 menit.

Objek penelitian ini menganalisis sebanyak 23.415 pekerja berusia 20 hingga 59 tahun. Caranya menggunakan Fifth Working Environment Survey tahun 2017 dan meneliti berbagai faktor, seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pendapatan, wilayah, status perkawinan, anak, pekerjaan, jam kerja mingguan, dan shift saat bekerja.

Dari hasil penelitian itu, menunjukkan bahwa orang yang menghabiskan lebih dari 60 menit perjalanan ke dan dari tempat kerja setiap hari memiliki kemungkinan 1,16 kali lebih besar untuk mengalami gejala depresi, dibandingkan mereka yang menghabiskan waktu kurang dari 30 menit.

Menurut para peneliti, perjalanan pulang pergi dapat menyebabkan stres psikologis dan fisik serta menyita waktu, hal ini berpotensi membahayakan kesehatan.

"Dengan lebih sedikit waktu luang, orang mungkin kekurangan waktu untuk menghilangkan stres dan melawan kelelahan fisik melalui tidur, hobi, dan aktivitas lainnya,” kata para peneliti. "Mereka juga memiliki lebih sedikit waktu untuk melakukan kebiasaan gaya hidup sehat, termasuk olahraga, yang dapat menyebabkan depresi,” kata Lee Dong-wook.

Selain itu, perbedaan gender juga memiliki pemicu depresi yang berbeda. Laki-laki ternyata lebih mungkin mengalami gejala depresi jika mereka lajang, tidak punya anak, atau bekerja berjam-jam. Sebaliknya, perempuan lebih rentan mengalami gejala depresi jika mereka memiliki banyak anak, dan melakukan pekerjaan shift.

Para peneliti kemudian mengaitkan, jika fakta bahwa perempuan adalah pengasuh utama di Korea, sehingga membatasi jumlah waktu yang mereka miliki untuk melakukan aktivitas yang meningkatkan kesehatan.

"Ada penelitian yang menunjukkan bahwa perjalanan jauh dapat berdampak positif pada kesehatan. Namun dalam konteks Korea, kami menemukan bahwa perjalanan yang lebih lama dapat berdampak buruk pada kesehatan mental," kata Profesor Lee.

Lee pun menyarankan jika waktu tempuh perjalanan yang singkat sangat diperlukan untuk membantu masyarakat menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga.

 

Penulis: Taufiq Syarifudin

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya