Peneliti UGM Sebut Kebijakan Tapera Dapat Berhasil Jika...

Perhitungan pemotongan gaji pekerja untuk iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) saat ini tengah menjadi sorotan. Aturan resminya ada dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tapera sejak 20 Mei 2024.

oleh Yanuar H diperbarui 11 Jun 2024, 10:00 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2024, 10:00 WIB
Rumah KPR
Kementerian PUPR menyerahkan tongkat estafet penyaluran dana bantuan pembiayaan perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) kepada BP Tapera.

Liputan6.com, Yogyakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyatakan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) baru diberlakukan pada 2027. Menurut Peneliti Bidang Kajian Microeconomics Dashboard (Micdash) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Qisha Quarina, mengatakan kebijakan Tapera ini dapat berhasil jika terdapat transparansi dan mekanisme yang baik. 

“Kebijakan Tapera dapat berhasil apabila terdapat transparansi dan mekanisme yang baik. Selain itu, diperlukan pula pengawasan dan evaluasi secara berkala,” paparnya dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin 3 Juni 2024.  

Qisha mengatakan bahwa pengawasan dan evaluasi program Tapera sangat penting khususnya tentang manajemen pengelolaan dana nasabah. Langkah tersebut penting untuk menghindari  penyalahgunaan anggaran dan untuk mendorong peningkatan pemanfaatan dana bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam mengakses perumahan layak huni.

Menurutnya Tapera bertujuan untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah layak huni khususnya masyarakat berpenghasilan rendah. Sementara kepesertaan Tapera terdiri dari pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum, dengan besar iuran simpanan sebesar 3% dari penghasilan yang dilaporkan setiap bulannya.

"Hanya saja pengesahan PP Tapera menimbulkan banyak polemik dan penolakan khususnya dari asosiasi pengusaha dan buruh/pekerja yang terdampak langsung dari aturan tersebut," katanya.

Qisha menjelaskan satu sisi, Tapera bisa menjadi dana gotong royong untuk membantu pekerja berpenghasilan rendah dalam hal pembiayaan perumahan. Namun, program ini dianggap memberatkan beban iuran pengusaha dan pekerja.

“Sementara itu, akar permasalahan utama dalam sektor perumahan di Indonesia saat ini bukan hanya pada tingginya harga rumah dan rendahnya penghasilan masyarakat saja. Persoalan sektor perumahan di Indonesia juga terkait dengan rumah yang tidak memenuhi standar layak huni serta backlog perumahan karena ketimpangan yang terjadi antara pasokan dan permintaan yang tidak seimbang,” urainya.

Peneliti Micdash lainnya, Raniah Salsabila, mengatakan program Tapera memiliki tujuan baik untuk memberi akses perumahan layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Hanya saja, dalam aturan Tapera tidak dijelaskan mengenai berapa banyak kuota bagi masyarakat yang dapat mengakses manfaat dari Tapera itu sendiri.

"Sementara, peserta Tapera dengan berpendapatan rendah yang tidak mendapatkan kuota harus menunggu sampai waktu yang tidak ditentukan. Oleh sebab itu, pemerintah harus menunjukkan transparansi terkait dengan cara pemilihan peserta yang termasuk ke dalam kuota tahunan dan mekanisme pemeringkatannya," katanya.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya