Liputan6.com, Jakarta - Meisya Chtalin Witak (13) korban siraman air keras di kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga kini masih dirawat di RSUD Lewoleba.
Gadis yang akrab disapa Meisya ini terbujur tak berdaya dengan luka parah di mata, kedua pelipis dan bibir akibat penyiraman air keras oleh pelaku berinisial CA (45) alias Ko Ci pada Senin (14/10) pagi di bilangan Kota Baru, Lewoleba.
Advertisement
Direktur RSUD Lewoleba, drg Yosep Paun belum bisa memastikan kapan Meisya dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sangla, Denpasar Bali. Meski demikian, Dokter Yosep menejelaskan bahwa saat ini pihaknya masih memberikan layanan pemulihan fase akut.
Advertisement
“Untuk sementara masih pemuliah fase akutnya. Nanti dokter mata yang akan memutuskan nanti merujuknya itu setelah melihat kondisi pasien,” katanya.
Ia menjelaskan, saat ini tim medis berupaya agar infeksi pada mata korban tidak meluas. “Kita terus berusaha untuk menyembuhkan peradangannya akibat cairan itu. Kita mencegah perforasi atau kebocoran pada mata. Jadi itu protap yang dilakukan di semua rumah sakit untuk pasien yang mengalami traumatis seperti ini,” ujarnya.
Menurutnya, sebelum dirujuk ke RSUP Sangla Denpasar, Meisya harus menjalani sejumlah tahapan penanganan medis di fase akut.
“Kemarin sudah dilakukan irigasi untuk menghilangkan sisa-sisa cairan yang terkontaminasi dengan mata,” kata Dokter Yosep.
Terkait rumah sakit tujuan rujukan, Dokter Yosep mengatakan kemungkinan besar ke RSUP Sangla mengingat adanya kerjasama antara rumah sakit Sangla dengan Pemda Lembata.
"Rumah sakit yang bisa melakukan donor kornea itu bisanya di Sangla,” katanya.
Simak Video Pilihan Ini:
Motif Penyiraman Air Keras
Charles Arif, pelaku penyiraman air keras ke siswi kelas 3 SMP di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) membuat pengakuan mengejutkan setelah ditangkap polisi.
Meski umurnya mencapai kepala lima, namun Charles mengaku nekat melakukan hal itu lantaran dendam asmara.
"Motif penyiraman karena pelaku sakit hati dengan korban yang cuek dan tidak mengabaikan rasa cinta dan sayangnya sehingga pelaku tega melakukan hal itu," ujar Kapolres Lembata AKBP I Gede Eka Putra Astawa.
Menurutnya, pelaku juga mengaku, semua perbuatannya sudah direncanakan dengan matang.
Kepada polisi, pelaku menceritakan semua proses persiapan dari peracikan air keras hingga aksi penyiraman dan upaya menghilangkan barang bukti.
"Saya sakit hati, jadi kalau rusak ya rusak satu kali, saya hancur, dia juga hancur," ungkap Kapolres dari pengakuan pelaku.
Kini pelaku telah mendekam di sel tahanan Polres Lembata guna mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Ia dijerat pasal 355 ayat 1 tentang penganiayaan berat dengan perencanaan dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Advertisement