Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi XII DPR RI Yulian Gunhar mendukung langkah Presiden Prabowo yang berencana memaksa para pengusaha sawit pengemplang pajak untuk menyetor Rp189 triliun dalam waktu dekat, sebagaimana yang disampaikan oleh Hashim S Djojohadikusumo, yang juga adik Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Gunhar, tindakan tersebut perlu didukung demi menyelamatkan pendapatan negara yang seharusnya disetor oleh para pengusaha sawit nakal.
Baca Juga
Top 3 News: Prabowo Bertemu Presiden Macron, Bahas Pengadaan Jet Tempur Rafale hingga Kapal Selam
ANRI Rilis Panduan Tematis Arsip Statis Penanganan Stunting di Indonesia, Apa Kaitannya dengan Program Makan Gratis?
Presiden Prabowo Ajak KTT G20 Entaskan Kelaparan, Mentan Gerak Cepat Bentuk Brigade Swasembada Pangan
"Tindakan tegas diperlukan agar di masa depan tidak ada lagi para pengusaha sawit yang berani mengemplang pajak," katanya, Senin (28/10/2024).
Advertisement
Gunhar menambahkan, tindakan tegas tersebut sangat wajar dilakukan, mengingat pemerintahan baru memerlukan tambahan penerimaan negara untuk membiayai program-program kerjanya. Namun, jika hendak menambah lebih banyak sumber penerimaan negara, menurutnya pemerintah perlu juga memaksa para pengemplang pajak di sektor pertambangan.
"Penindakan para pelaku pertambangan yang mengemplang pajak juga perlu dilakukan, mengingat sebagian pelaku penambangan beroperasi di lahan hutan lindung, seperti halnya perkebunan sawit," katanya.
Politisi PDI Perjuangan itu juga mengatakan, penindakan terhadap para pelaku pengemplang pajak di sektor pertambangan sangat diperlukan, karena merujuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), capaian realisasi investasi di sektor kehutanan serta pertambangan mineral dan batu bara (minerba) yang diinformasikan kepada publik ternyata tidak valid. Sehingga nilai realisasi investasi LKPM belum dapat sepenuhnya menunjukkan nilai investasi secara riil.
"Tidak validnya informasi realisasi investasi pertambangan itu, karena terdapat pelaku usaha yang terdata belum memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dan tidak melaporkan LKPM. Selain itu adanya kelemahan fitur LKPM pada subsistem pengawasan perizinan berusaha berbasis risiko atau online single submission risk based approach (OSS RBA)," katanya.
Â
Rapat Kerja
Mengingat menyangkut laporan BPK, maka menurut Gunhar, masalah para pengusaha tambang pengemplang pajak itu, akan disampaikan dalam rapat kerja masa sidang perdana Komisi XII bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan, dan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal.
"Bahkan jika memungkinkan kita akan melaksanakan fungsi pengawasan terkait laporan BPK di sektor pertambangan itu, melalui Panja Investasi dan pertambangan," pungkasnya.
Advertisement