Akademisi Soroti Rendahnya Harga Singkong di Lampung

Dr. Lukmanul menyoroti struktur pasar tepung tapioka di Lampung yang didominasi oleh empat pelaku usaha besar dengan penguasaan lebih dari 75% pangsa pasar.

oleh Ardi Munthe diperbarui 21 Jan 2025, 19:52 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2025, 17:16 WIB
Harga Singkong
Sejumlah petani memanen singkong di kawasan Gunung Geulis, Bogor, Kamis (22/8/2019). Petani singkong mengeluhkan harga singkong sebagai bahan tapioka turun drastis di musim kemarau dari Rp 120 ribu/ pikul (70kg) menjadi Rp 60 ribu/pikul diduga akibat singkong yang melimpah. (merdeka.com/Arie Basuki)... Selengkapnya

Liputan6.com, Lampung - Kepala Pusat Studi UMKM Universitas Bandar Lampung (UBL), Dr Lukmanul Hakim, memberikan tanggapan atas siaran pers Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor 01/KPPUWil.II/PR/I/2025 yang membahas dinamika industri tepung tapioka di Lampung. 

Menurutnya, sejumlah isu hukum perlu ditelaah lebih lanjut, khususnya terkait implikasi dari tingginya impor tapioka terhadap regulasi persaingan usaha dan keberlanjutan ekonomi lokal.

Ia menyoroti, struktur pasar tepung tapioka di Lampung yang didominasi oleh empat pelaku usaha besar dengan penguasaan lebih dari 75 persen pangsa pasar.

Ia menilai, struktur oligopoli ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

"Pengendalian harga, distribusi, atau hambatan masuk bagi pelaku usaha kecil menjadi ancaman serius terhadap persaingan yang sehat," katanya, Senin (20/1/2025).

Kajian KPPU menunjukkan bahwa lonjakan impor tepung tapioka sepanjang 2024 telah menekan harga ubi kayu atau singkong lokal, merugikan petani setempat.

Lukmanul menegaskan bahwa situasi ini berpotensi dikategorikan sebagai eksploitasi posisi dominan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 UU Nomor 5 Tahun 1999.

"Jika 80 persen impor dikuasai kelompok tertentu, ini dapat menjadi indikasi pengendalian pasar yang tidak wajar," sebutnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Pelanggaran Administratif Serius

Selain itu, ia mengamati, keluhan produsen lokal dan UMKM yang kesulitan bersaing dengan barang impor yang diduga dijual dengan harga dumping. Jika terbukti, praktik ini bertentangan dengan prinsip persaingan usaha sehat.

Lukmanul merekomendasikan pemerintah mempertimbangkan pengenaan tarif anti-dumping untuk melindungi produsen lokal.

Siaran pers KPPU juga menyinggung rendahnya kepatuhan produsen tepung tapioka dalam memenuhi permintaan data.

Lukmanul menilai, hal ini sebagai pelanggaran administratif serius yang menghambat upaya KPPU dalam menciptakan pasar yang sehat.

Sebagai solusi, Dr. Lukmanul mengusulkan langkah kolaboratif antara KPPU, pemerintah, dan pelaku usaha, di antaranya:

  • Memperkuat pengawasan terhadap praktik oligopoli melalui investigasi menyeluruh.
  • Merumuskan kebijakan perdagangan yang mendukung keberlanjutan ekonomi lokal, termasuk pembatasan impor strategis.
  • Meningkatkan edukasi hukum bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kepatuhan terhadap aturan persaingan.
  • Memaksimalkan peran KPPU sebagai mediator antara pemerintah, produsen, dan petani

"Pendekatan holistik diharapkan mampu menciptakan industri tepung tapioka yang tidak hanya kompetitif, tetapi juga berkeadilan bagi semua pihak," tutupnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya