Liputan6.com, Gowa - Aneh tapi nyata, aksi pembalakan liar di Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Malino, tepatnya di Hutan Pinus Lembanna, Kelurahan Patappang, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel) diduga masih saja terjadi.
Bahkan, oknum pelakunya masih misterius, dan bebas berkeliaran. Namun, jejak pohon pinus yang ditebang menjadi perhatian serius pengunjung yang memanfaatkan momen libur panjang, Senin (27/1/2025) di TWA Hutan Pinus Lembanna.
Rustam, pengunjung TWA Hutan Pinus Lembanna mengaku sangat resah dengan adanya aksi penebanganan pohon pinus.
Advertisement
Pasalnya, dengan mata telanjang, Rustam bersama rekan-rekannya melihat langsung barang bukti berupa batang pohon pinus yang sudah ditebang menggunakan alat pemotong chainsaw.
"Jelas sekali ini hasil kejahatan. Nampak pohon ini habis ditebang. Padahal hutan wisata alam ini juga dikelola pihak KSDA, sementara barang barang buktinya sangat jelas di tinggalkan begitu saja," kata Rustam, Senin (27/1/2025).
Sementara itu sangat jelas pula ancaman hukuman bagi pembalak liar di Taman Wisata Alam Hutan Pinus, yaitu dapat dikenakan sanksi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK).
Ancaman Hukuman
Perilaku pembalakan kayu dalam kawasan hutan dapat diancam sebagaimana Pasal 33 ayat (3). Di mana pada pasal tersebut ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 bagi setiap orang yang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.
Serta, Pasal 40 ayat (2): Diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 bagi setiap orang yang melakukan kegiatan pengambilan hasil hutan kayu dalam kawasan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.
Selain itu, oknum pelaku juga dapat dikenakan ancaman hukuman yang berbeda-beda tergantung pada jenis pelanggaran, tingkat kerusakan yang ditimbulkan, serta pertimbangan hakim.
"Olehnya itu mari kita jaga kelestarian hutan Pinus dengan tidak melakukan pembalakan liar. Sebab pembalakan liar di taman wisata alam hutan Pinus ini merupakan tindakan kriminal yang merugikan lingkungan dan negara," jelas Rustam yang juga mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di kota Makassar.
Terpisah, Ketua Forum Komunitas Hijau, Ahmad Yusran menjelaskan bahwa pihaknya sangat menyayangkan adanya belasan pohon pinus yang ditebang begitu saja di kawasan TWA Pinus Lembanna.
"Secara umum, pohon pinus tumbuh cukup cepat, dan dapat mencapai tinggi 10-20 meter dalam waktu 20-30 tahun. Namun, untuk mencapai ukuran maksimal, pohon pinus itu membutuhkan waktu 50-100 tahun atau lebih, tergantung pada spesies dan kondisi lingkungan. Karena pertumbuhan pohon pinus dipengaruhi oleh sejumlah faktor genetik, iklim, curah hujan yang ideal untuk pertumbuhan pinus adalah antara 1.200-3.000 mm per tahun," kata Yusran.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah Balai Besar Sulawesi Selatan, Mustari Tepu mengatakan, pihaknya telah meminta konfirmasi kepada pihak TWA Malino. Menurut salah seorang staf, TWA Malino sudah memastikan bahwa pohon-pohon yang ditebang bukanlah pohon yang sehat, melainkan pohon yang sudah mati atau membahayakan pengunjung.
"Kami dari resor TWA Malino beserta Masyarakat Mitra Polhut dan Kelompok Ekowisata pinus Lembanna, yang berjaga di hutan pinus Lembanna, tak ada pernah satu pohon pun sehat yang direbahkan atau ditebang, kami sangat menjaga, adapun pohon yang kami rebahkan yang sudah mati dan membahayakan pengunjung, supaya ada dokumentasi dan penyampaian kepada pimpinan," jelas staf TWA Malino kepada Mustari Tepu.
Advertisement