Investor Khawatir Arus Kas, Harga Saham BUMN Konstruksi Anjlok

Harga saham emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) konstruksi cenderung tertekan sepanjang 2017.

oleh Agustina Melani diperbarui 08 Des 2017, 13:32 WIB
Diterbitkan 08 Des 2017, 13:32 WIB
20161110-Hari-ini-IHSG-di-buka-menguat-di-level-5.444,04-AY4
Pengunjung memperhatikan layar indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (10/11). Indeks harga saham gabungan (IHSG) Kamis, 10 November 2016 naik 36,46 poin atau 0,67 persen ke level 5.450,78. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Harga saham emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) konstruksi atau BUMN konstruksi cenderung tertekan sepanjang 2017. Meski pemerintah genjot pembangunan infrastruktur yang berdampak ke kinerja BUMN konstruksi, namun pelaku pasar khawatir dengan pendanaan proyek itu.

Berdasarkan data RTI, seperti ditulis Jumat (8/12/2017), harga saham BUMN konstruksi sempat kompak menguat pada perdagangan saham Kamis 7 Desember 2017. Saham PT PP Tbk (PTPP) naik 2,08 persen, saham PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) menguat 2,81 persen, saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) mendaki 4,55 persen, saham PT Adhi Karya Tbk (ADHI) melonjak 2,02 persen.

Demikian juga anak usaha BUMN konstruksi tersebut antara lain saham PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) naik 3,28 persen, saham PT PP Presisi Tbk (PPRE) naik 1,1 persen dan saham PT Wijaya Karya Beton Tbk menguat 1,9 persen.

Analis PT OSO Securities Riska Afriani menuturkan, penguatan saham emiten BUMN konstruksi masih wajar karena merupakan rotasi sektoral. Apalagi saham emiten BUMN konstruksi sudah turun tajam. Sentimen positif lainnya juga berasal dari pemerintah keluarkan global bond terkait pendanaan infrastruktur yang cukup besar.

"Ini technical rebound. Akan tetapi ada potensi penurunan lanjutan," ujar Riska saat dihubungi Liputan6.com.

Bila melihat pergerakan saham emiten BUMN konstruksi selama 2017, harga sahamnya cenderung tertekan. Harga saham PTPP merosot 35,70 persen, saham WIKA tergelincir 30,30 persen, saham WSKT turun 23,33 persen, saham ADHI tergelincir 14,90 persen.

Ini juga diikuti dengan penurunan harga saham anak usaha BUMN konstruksi lainnya yaitu saham WSBP merosot 31,89 persen, saham WTON tergelincir 36,97 persen dan saham PPRE turun 14,42 persen.

Riska menuturkan, harga saham BUMN konstruksi tertekan lantaran kekhawatiran pelaku pasar terhadap pendanaan infrastruktur. Investor khawatir bila proyek infrastruktur yang dikerjakan BUMN konstruksi itu tidak dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Di sisi lain dana BUMN konstruksi belum memadai.

Riska mencontohkan arus kas PT Waskita Karya Tbk (WSKT). Perseroan mencatatkan arus kas bersih digunakan untuk aktivitas operasi minus Rp 5,08 triliun hingga September 2017.

Kemudian PT Adhi Karya Tbk (ADHI) mencatatkan arus kas bersih untuk aktivitas operasi minus Rp 3,02 triliun, PT PP Tbk bukukan arus kas bersih minus Rp 1,52 triliun, dan PT Wijaya Karya Tbk sebesar Rp 2,69 triliun.

"Adanya kekhawatiran investor terhadap cashflow emiten konstruksi. Tidak ada masalah crucial, ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Kinerja BUMN Konstruksi Positif

Riska menuturkan, tidak ada hal perlu dikhawatirkan soal pendanaan. Apalagi pemerintah berupaya memenuhi pendanaan infrastruktur dengan berbagai alternatif misalkan pembiayaan investasi non anggaran pemerintah (PINA).

Selain itu, Riska menilai kinerja BUMN konstruksi juga masih positif hingga September 2017. PT Adhi Karya Tbk catatkan laba bersih naik 78,04 persen menjadi Rp 205,07 miliar hingga akhir September 2017 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 115,18 miliar. Pendapatan usaha naik 53,07 persen menjadi Rp 8,71 triliun.

PT Waskita Karya Tbk bukukan laba yang diatribusikan ke pemilik entitas induk naik 138 persen menjadi Rp 2,59 triliun. Pendapatan usaha naik 103 persen menjadi Rp 28,53 triliun selama sembilan bulan pertama 2017.

Kemudian PT Wijaya Karya Tbk cetak laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk naik 46,65 persen dari Rp 465,45 miliar hingga akhir September 2016 menjadi Rp 682,63 miliar hingga akhir September 2017. Pendapatan perseroan naik 69,99 persen dari Rp 9,33 triliun hingga akhir September 2016 menjadi Rp 15,87 triliun hingga akhir September 2017.

Selanjutnya PT PP Tbk catatkan pendapatan usaha naik dari Rp 10,84 triliun pada sembilan bulan pertama 2016 menjadi Rp 13,76 triliun selama sembilan bulan pertama 2017. Perseroan kantongi laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk naik menjadi Rp 979,38 miliar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya