Bursa Asia Stabil Jelang Hasil Pertemuan The Fed

Bursa saham Asia stabil dengan kecenderungan menguat pada perdagangan saham Rabu pekan ini.

oleh Agustina Melani diperbarui 21 Mar 2018, 08:58 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2018, 08:58 WIB
Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Asia stabil dengan kecenderungan menguat pada perdagangan saham Rabu pekan ini. Hal ini seiring investor menunggu hasil pertemuan bank sentral Amerika Serikat (AS) dalam dua hari ini.

Diperkirakan bank sentral AS atau the Federal Reserve akan menaikkan suku bunga. Indeks saham MSCI Asia Pasifik di luar Jepang stabil usai empat empat hari melemah. Indeks saham Australia menguat 0,4 persen. Indeks saham Korea Selatan Kospi mendaki 0,17 persen. Sedangkan bursa saham Jepang libur peringati hari libur nasional vernal equinox.

Bursa saham global reli sepanjang 2017. Akan tetapi penguatan bursa saham global melambat lantaran dipengaruhi sejumlah faktor mulai dari risiko kenaikan suku bunga the Federal Reservelebih cepat dan kekhawatiran aksi proteksi dagang AS.

“Ancaman perang dagang kembali memuncak. Diikuti inflasi dan perlambatan pertumbuhan global. Serta penguatan mulai perlahan lambat,” ujar Michael Hartnett, Chief Investment Strategist BofAML, seperti dikutip dari laman Reuters, Rabu (21/3/2018).

Ia menambahkan, investor khawatir, tetapi kinerja keuangan dan suku bunga akan menjaga bursa saham global.

Sentimen lainnya pengaruhi pasar yaitu Presiden AS Donald Trump akan mengumumkan bea masuk barang China hingga US$ 60 miliar pada Jumat pekan ini. Langkah itu dilakukan usai Trump berlakukan tariff impor baja dan aluminium pada awal bulan ini.

Investor khawatir tindakan Trump bisa meningkat menjadi perang dagang. China dan Negara lain akan melakukan tindakan balasan yang lebih keras. Hal tersebut dapat mengancam pertumbuhan ekonomi global.

 

Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Pertemuan para menteri keuangan dan bank sentral dari 20 ekonomi terbesar di dunia pada pekan ini pun dinilai gagal mengantisipasi hal tersebut.

Sejumlah mata uang pun merosot antara dolar Australia, Selandia Baru dan Kanada. Dolar Hong Kong bahkan turun ke level terendah dalam 33 tahun menjadi HK$ 7,8452 pada perdagangan RABU PAGI.

“Tiga hari terakhir dolar Australia di bawah tekanan karena investor mempertimbangkan dampak Australia terhadap pasar Asia secara umum dan China pada khususnya,” ujar Simon Derrick, Analis BNY Mellonk.

Sementara itu, posisi yen terhadap dolar berada di kisaran 106,54. Mata uang dolar AS pun menguat terhadap sekeranjang mata uang. Ini dipengaruhi sentimen bank sentral AS.

Di antara komoditas, harga minyak cenderung menguat. Harga minyak AS naik 23 sen menjadi USD 63,77 per barel. Harga minyak Brent berada di posisi USD 67,42. Harga emas di posisi USD 1.310 per ounce.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya