Liputan6.com, Jakarta - Dalam dunia perekonomian dikenal istilah siklus perekonomian yang artinya adalah fluktuasi perekonomian dari periode ekspansi (pertumbuhan) dan kontraksi (resesi). Secara teori terdapat 4 fase dalam siklus ekonomi yaitu ekspansi, titik puncak, kontraksi, dan resesi. Periode antar siklus bervariasi dari 1 tahun hingga 10 tahun.
Bagaimana dengan posisi Indonesia saat ini?
Seharusnya perekonomian Indonesia memasuki siklus ekspansi setelah pada periode-periode sebelumnya berada di titik terendah. Namun, adanya wabah pandemic virus covid-19 secara global termasuk Indonesia telah merubah skenario awal dari pertumbuhan ekonomi global dan Indonesia.
Advertisement
Pasar finansial Indonesia juga bereaksi negatif akibat wabah virus ini. Dikutip dari Bloomberg, sampai dengan 7 april 2020, terjadi capital outflow di pasar saham maupun obligasi yang cukup signifikan.
Hal ini menyebabkan IHSG mencatatkan pertumbuhan negatif 24 persen begitupun dengan pasar obligasi dimana yield untuk obligasi 10 tahun mengalami peningkatan hingga 8,1 persen (yield berbanding terbalik dengan harga obligasi). Hal yang sama juga dirasakan oleh nilai tukar rupiah yang melemah hingga mencapai level 16,230.
Direktur Utama Danareksa Investment Management (DIM) Marsangap P. Tamba menyampaikan, dalam merespons kondisi yang berkembang, otoritas mengeluarkan beberapa kebijakan ekonomi antara lain, Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan 7-Days Reverse Repo di level rendah, yaitu 4,50 persen dan intervensi tidak terbatas untuk menjaga stabilitas dan penguatan nilai tukar rupiah.
"Pemerintah juga peningkatan anggaran belanja negara hingga IDR 405 T untuk menangani kasus corona oleh Pemerintah," kata Marsangap dalam keterangan tertulis, Senin (20/4/2020).
Dengan kebijakan-kebijakan tersebut diharapkan dapat menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta dalam upaya pemulihan ekonomi nasional dari dampak Covid-19.
Namun demikian, Bank Indonesia menyampaikan, seiring dengan penurunan ekonomi global dan penyebaran Corona di dalam negeri akan berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi domestik yang diperkirakan sebesar 2,3 persen secara keseluruhan di tahun 2020.
“Pada kondisi pasar finansial yang masih cukup berfluktuasi, Reksa Dana Pasar Uang dapat menjadi pilihan investasi bagi investor selama masa wait and see.” kata Marsangap.
Reksa Dana Pasar Uang
PT Danareksa Investment Management memiliki Reksa Dana Danareksa Seruni Pasar Uang II atau yang lebih dikenal dengan SPU II. SPU II dikelola secara aktif dengan mengalokasikan asetnya 100 persen pada instrument pasar uang, baik dalam bentuk deposito maupun obligasi yang jatuh temponya kurang dari 1 tahun.
Di tengah suku bunga yang masih akan dijaga di level rendah, serta adanya potensi kenaikan yield pada obligasi jangka pendek, maka strategi investasi SPU II difokuskan pada penempatan obligasi yang jatuh tempo kurang dari 1 tahun yang memiliki kualitas kredit yang tinggi dan tingkat risiko yang rendah serta yield yang menarik.
Di sisi lain penempatan deposito dititikberatkan pada Bank-Bank berskala besar dengan untuk menjaga likuiditas.
”Mayoritas alokasi obligasi SPU II di tempatkan pada obligasi dengan rating AA ke atas, mayoritas penempatan deposito adalah Bank Buku 3 ke atas. Hal ini sesuai dengan filosofi investasi DIM, yaitu mencari instrumen investasi yang menawarkan pertumbuhan yang berkesinambungan, didukung manajemen yang kuat dan memiliki nilai fundamental yang menarik," kata dia.
Sehingga SPU II senantiasa memiliki kemampuan untuk memberikan imbal hasil yang optimal dengan tingat risiko yang terkendali.
Dengan penerapan strategi investasi yang disesuaikan dengan perkembangan pasar, SPU II telah berhasil memberikan kinerja 1 tahun sebesar 5,72 persen outperform terhadap infovesta money market fund index yang mencerminkan kinerja rata-rata Reksa Dana Pasar Uang yang ada di industri, dengan kinerja sebesar 5,13 persen.
“Jadi, tetaplah berinvestasi, meski pasar sedang terkoreksi. Optimalkan hasil investasi anda, melalui investasi pada Danareksa Seruni Pasar Uang II.” Tutup Marsangap.
Advertisement