Kata Analis Terkait Rencana BP Jamsostek Kurangi Investasi Saham

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 1,78 persen atau 107,97 poin ke posisi 5.963,46 pada sesi pertama perdagangan saham, Rabu, 31 Maret 2021.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 01 Apr 2021, 11:03 WIB
Diterbitkan 31 Mar 2021, 15:02 WIB
Terjebak di Zona Merah, IHSG Ditutup Naik 3,34 Poin
Pekerja melintasi layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Rabu (16/5). Meski terjebak di zona merah, IHSG berhasil mengakhiri perdagangan di level 5.841. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot pada penutupan sesi pertama perdagangan saham, Rabu (31/3/2021). IHSG melemah 1,78 persen atau 107,97 poin ke posisi 5.963,46. 

Investor asing melakukan aksi jual Rp 386,52 miliar di pasar reguler juga menekan IHSG. Analis menilai, hal ini salah satunya dipengaruhi rencana BP Jamsostek mengurangi komposisi investasi di saham dan reksa dana yang menjadi sentimen negatif yang menekan IHSG.

"Salah satu sentimen negatif saja," ujar Analis PT Binaartha Sekuritas Nafan Aji kepada Liputan6.com, Rabu (31/3/2021).

Namun, pengamat pasar modal Teguh Hidayat beranggapan IHSG memang sudah turun dalam perdagangan sepekan, dan tidak ada kaitannya secara langsung dengan rencana pemangkasan investasi BP Jamsostek.

"Enggak ada ya. Pasar memang sudah turun seminggu ini. Cuma hari ini memang secara psikologis sudah menembus di bawah 6.000. Jadi orang melihat itu,” kata dia saat dihubungi Liputan6.com.

"Seminggu ini turunnya memang lumayan karena kemarin masih di 6.300, jadi sudah turun lebih dari 5 persen dan masalah BPJS saya kira enggak ya karena mereka memang nyangkut istilahnya,” ia menambahkan.

Sebagai perbandingan, Teguh menyinggung skandal Jiwasraya yang kerugiannya saat itu memang disebabkan adanya kasus manipulasi. Sementara untuk kasus BP Jamsostek ini, kata Teguh, hanya kerugian biasa. 

“Mereka cuma merugi biasa saja. Sama seperti investor lain pada umumnya yang beli saham dan sekarang dia rugi juga,” ujar Teguh.

Hingga akhir 2020, aset BP Jamsostek atau BPJS TK tercatat sebesar Rp 488 triliun. Angka ini meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2019, total kelolaan aset BPJS TK sebesar Rp 444 triliun, dan Rp 374 triliun pada 2018.

Direktur Panin Asset Management, Rudiyanto mengatakan, kenaikan dana kelolaan tersebut terjadi karena iuran yang dikumpulkan lebih besar dari klaim yang dibayarkan sehingga statusnya selalu surplus.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Dampak Rencana Pemangkasan Investasi di Saham dan Reksa Dana oleh BP Jamsostek

Pembukaan-Saham
Pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (13/2). Pembukaan perdagangan bursa hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 0,57% atau 30,45 poin ke level 5.402,44. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Teguh menuturkan, sebagai salah satu perusahaan dengan dana kelolaan yang besar, belanja sahamnya juga besar. Saham yang dibeli BPJS kemudian naik, bahkan bisa naik signifikan karena dibeli dalam jumlah yang banyak.

"Tapi karena sekarang posisi mereka sudah rugi dan harusnya juga udah kehabisan peluru, enggak berani lagi agresif belanja,” kata Teguh.

Dalam penilaiannya, hal ini memang bisa berdampak negatif. “Tapi bukan berarti bikin turun karena sejauh yang saya perhatikan dari manajemen investasi BPJS ini mereka juga enggak cut loss.  merek hold saja semua posisi meskipun rugi. Kecuali kalau mereka jual-jual. Tapi tidak ada informasi ke sana. Mereka enggak jualan," ujar dia.

Senada, Rudiyanto menilai investasi BPJS TK, secara persepsi hal ini memang negatif. Hal ini mengingat BPJS TK adalah salah satu pelaku pasar dengan dana besar yang ketika masuk pasar dapat memberikan dorongan positif.

"Dengan aset yang terus bertumbuh, kemungkinan besar ketika dikatakan bobot di saham dan reksa dana dikurangi, yang terjadi bukan saham dan reksa dana dijual. Tapi ketika ada fresh fund, mereka tidak menambah,” kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya