Wall Street Tertekan, Indeks Nasdaq Anjlok 2 Persen Imbas Aksi Jual

Kenaikan imbal hasil obligasi menekan bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street pada perdagangan Senin, 11 April 2022.

oleh Agustina Melani diperbarui 12 Apr 2022, 08:56 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2022, 07:18 WIB
Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi spesialis David Haubner (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street anjlok pada Senin, 11 April 2022 seiring investor semakin khawatir terhadap imbal hasil obligasi AS. Imbal hasil obligasi AS bertenor tiga tahun akan mulai perlambat ekonomi.

Sementara itu, imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun melonjak di atas 2,79 persen pada awal pekan ini. Level tersebut tidak terlihat sejak Januari 2019 karena bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) menguatkan investor terhadap pengetatan kebijakan moneter ke depan.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Nasdaq anjlok 2,18 persen menjadi 13.411,96. Koreksi indeks Dow Jones terjadi lantaran growth stock yang alami tekanan terbesar. Indeks Dow Jones merosot 413,04 poin atau 1,19 persen menjadi 34.308,08. Indeks S&P 500 susut 1,69 persen menjadi 4.412,53.

Aksi jual terjadi di saham growth stock dan teknologi pada April 2022. Hal itu membuat indeks Nasdaq merosot lebih dari lima persen sepanjang April 2022.

Indeks Nasdaq pun turun 17 persen dari level tertinggi sepanjang masa. Sebelumnya indeks Nasdaq ini menguat pada Maret 2022 dengan kenaikan 3,4 persen.

“Jika kita mengumpulkan apa yang menggerakkan pasar hari ini, saya pikir kita hanya mencerminkan apa yang kita lihat di lingkungan imbal hasil obligasi,” ujar Chief Market Strategist National Securities, Art Hogan, dilansir dari CNBC, Selasa (12/4/2022).

Ia menambahkan, sulit untuk mengetahui apa yang akan memutus siklus itu kecuali suku bunga stabil dan mulai tertekan dalam beberapa minggu.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Gerak Saham di Wall Street

Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas
Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas

Kekhawatiran atas  kenaikan suku bunga telah mendorong investor untuk melepas aset yang berisiko. Salah satunya saham teknologi yang menyebabkan tekanan. Saham Microsoft turun 3,9 persen. Saham semikonduktor antara lain Nvidia dan Advanced Micro Devices masing-masing merosot 5,2 persen dan 3,6 persen.

Di sisi lain, harga minyak turun pada awal pekan ini di tengah kekhawatiran lockdown karena COVID-19 di China akan menekan permintaan global. Harga minyak Brent susut 4,18 persen ke posisi USD 98,48 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 4,04 persen ke posisi USD 94,29 per barel.

Saham energi merosot. Saham Occidental Petroleum melemah hampir 6,3 persen. Saham Diamondback Energy turun 4,8 persen dan ConocoPhilips susut 4,9 persen.

Sedangkan saham maskapai melawan tren wall street yang tertekan. Hal ini ditunjukkan dengan saham Delta Air Lines melonjak 4 persen. Saham Alaska Air Group naik 1 persen, American Airlines Group bertambah 2,3 persen, Southwest Airlines menguat 3,4 persen dan United Airlines Holdings naik 1,1 persen.


Menanti Laporan Keuangan Kuartal I 2022

Ilustrasi wall street (Photo by Patrick Weissenberger on Unsplash)
Ilustrasi wall street (Photo by Patrick Weissenberger on Unsplash)

Di sisi lain, saham AT&T melonjak 7,7 persen setelah melepaskan WarnerMedia untuk merger dengan Discovery. Analis JPMorgan menyukai langkah itu dengan memberi peringkat overweight untuk AT&T. Saham AT&T pun dinilai diperdagangkan dengan harga diskon.

Saham Twitter bergerak setelah CEO Parag Agrawal mengungkapkan Elon Musk membatalkan rencananya untuk bergabung dengan dewan perusahaan. Saham Twitter turun lebih dari 8 persen saat premarket. Akan tetapi, saham Twitter pulih naik 1,7 persen pada perdagangan Senin, 11 April 2022.

Imbal hasil obligasi bisa mendapat dorongan lagi pada Selasa, 12 April 2022 seiring laporan ekonomi akan menunjukkan inflasi tertinggi dalam beberapa dekade. Indeks harga konsumen diperkirakan naik 8,4 persen secara tahunan, berdasarkan perkiraan konsensus ekonom yang disurvei Dow Jones.

Presiden Fed Cleveland Loretta Mester mengatakan kalau ia masih percaya the Fed dapat mengendalikan inflasi tanpa menyebabkan kerusakan ekonomi.

“Jika Anda melihat risikonya, mengingat apa yang terjadi di dunia dan ekonomi, ada peningkatakan risiko resesi,” ujar dia.

Ia optimistis ekspansi akan berlanjut pada 2022. Ia menambahkan, lockdown COVID-19 di China akan “memperburuk” masalah rantai pasokan yang berkontribusi terhadap inflasi di Amerika Serikat.

Pada akhir pekan ini musim laporan keuangan kuartal I 2022 akan dimulai dengan rilis laporan keuangan bank besar dan maskapai. Pada Rabu ada JPMorgan dan Delta Air Lines yang melaporkan kinerja. Pada Kamis ada Citigroup, Goldman Sachs, Morgan Stanley dan Wells Fargo melaporkan kinerja keuangan sebelum pasar dibuka.

 


Bursa Saham China Tertekan

Rudal Korea Utara Bikin Bursa Saham Asia Ambruk
Seorang pria berdiri didepan indikator saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo (29/8). Ketegangan politik yang terjadi karena Korut meluncurkan rudalnya mempengaruhi pasar saham Asia. (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Sebelumnya, saham China jatuh pada Senin, 11 April 2022, seiring meningkatnya kekhawatiran kasus COVID-19 di dalam negeri dan kenaikan suku bunga global menambah hambatan regulasi yang terus-menerus.

Melansir Yahoo Finance, sektor teknologi kembali tertekan, dengan indeks Hang Seng teknologi turun 5,2 persen di Hong Kong. Indeks Hang Seng merosot 2,5 persen, sementara Indeks acuan CSI 300 China juga merosot 3 persen.

Bursa saham China menghadapi banyak tantangan di dalam dan luar negeri, menyebabkan investor menjual saham lagi meskipun pada pertengahan Maret ada janji dari pihak berwenang untuk mendukung ekonomi dan sektor properti dan teknologi yang babak belur.

Rekor kasus COVID-19 di Shanghai, lonjakan harga  pabrik China yang lebih dari perkiraan, kekhawatiran tentang peraturan teknologi dan lonjakan imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) semuanya digabungkan untuk memicu kerugian Senin.

"Sangat sedikit yang bisa optimis,” kata Analis senior di Shanghai PD Fortune Asset Management (LLP), Zhang Fushen.

"Cahaya dari janji kebijakan beberapa minggu lalu mulai memudar, terutama dengan situasi di Shanghai. Ada suasana yang suram,” ia menambahkan.

Regulator pasar modal China memberikan panduan ke perusahaan manajer investasi untuk menahan diri dari aksi jual saham seri A pada Senin, 11 April 2022, menurut sumber.

Namun, indeks CSI 300 melemah ke level terendah sejak 15 Maret karena investor asing menjual 5,8 miliar yuan atau USD 910 juta saham lokal terbesar dalam tiga minggu, berdasarkan data yang dikumpulkan Bloomberg.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya