Pasar Bergejolak, Sektor Mana yang Perlu Dicermati dan Diwaspadai?

Vice President Strategist Equity Research CGS CIMB Sekuritas Indonesia, Peter Sutedja CFA mengatakan, redupnya batu bara ini sejalan dengan tren pelemahan harga komoditas.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 10 Jan 2023, 22:56 WIB
Diterbitkan 10 Jan 2023, 22:56 WIB
Pembukaan-Saham
Pengunjung tengah melintasi layar pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (13/2). Pembukaan perdagangan bursa hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 0,57% atau 30,45 poin ke level 5.402,44. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah kondisi pasar yang volatile, sejumlah sektor masih menarik dicermati. Sayangnya, beberapa sektor yang jadi primadona pada tahun lalu kemungkinan akan meredup. Misalnya batu bara.

Vice President Strategist Equity Research CGS CIMB Sekuritas Indonesia, Peter Sutedja CFA mengatakan, redupnya batu bara ini sejalan dengan tren pelemahan harga komoditas setelah mencapai puncaknya tahun lalu.

“Ada pelemahan yoy di sektor batu bara meski diharapkan lebih tinggi dibanding 10 tahun sebelumnya. Tapi karena secara momentum sudah pick tahun lalu dan mungkin tahun ini earningnya akan terpangkas dan sahamnya sudah out perform dua tahun berturut-turut. Maka kita pikir itu akan susah untuk sektor komoditas out perform lagi tahun ini,” kata dia dalam Money Buzz, Selasa (10/1/2023).

Pada saat bersamaan, Peter mengatakan penurunan harga komoditas menyebabkan kekhawatiran di pasar. Informasi saja, Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor terbesar. Sehingga perusahaan yang bergerak pada sektor komoditas sempat ketiban durian runtuh saat harga komoditas seperti batu bara melejit dan permintaan yang tinggi, imbas krisis energi di Eropa. Berbanding lurus dengan itu, saat harga komoditas mengalami tren pelemahan maka timbul kekhawatiran di pasar.

Sementara sektor saham yang masih menarik untuk dicermati yakni perbankan lantaran tersengat tren kenaikan suku bunga. Kemudian semen dan beberapa sektor lain yang berkaitan dengan reopening ekonomi seperti properti dan ritel.

“Jadi kita akan balik lagi ke bank, semen, consumer staples, dan selective untuk properti dan ritel utamanya yang terkait dengan reopening misalnya seperti PWON dan MAPI yang lebih ekspose ke mid-upper consumption.” imbuh dia.

 

 

Volatilitas Pasar Saham

Indeks Harga Saham Gabungan Akhir Tahun 2022 Ditutup Lesu
Karyawan melintasi layar yang menampilkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat acara Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia Tahun 2022 di Jakarta, Jumat (30/12/2022). PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat ada 59 perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) atau pencatatan saham sepanjang 2022. Pada penutupan perdagangan akhir tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup lesu 0,14% atau 9,46 poin menjadi 6.850,62. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, pasar modal Indonesia saat ini tengah dalam volatilitas tinggi. Vice President, Strategist Equity Research CGS CIMB Sekuritas Indonesia, Peter Sutedja CFA menilai kondisi itu utamanya disebabkan ada rotasi portofolio investor asing dari Indonesia ke China, seiring pembukaan yang diberlakukan di negara tirai bambu itu.

"Dari kondisi awal tahun ini cukup volatile di pasar saham. Ada rotasi dari indonesia ke China dengan ekspektasi reopening ekonomi. Dalam dua tahun terakhir pasar Indonesia performanya bagus,” kata dia dalam Money Buzz, Selasa (10/1/2023).

Dari sisi makro, Peter mengatakan ada kekhawatiran mengenai penurunan harga komoditas. Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor terbesar. Sehingga perusahaan yang bergerak pada sektor komoditas sempat ketiban durian runtuh saat harga komoditas seperti batu bara melejit dan permintaan yang tinggi, imbas krisis energi di Eropa. Berbanding lurus dengan itu, saat harga komoditas mengalami tren pelemahan maka timbul kekhawatiran di pasar.

"Namun mungkin secara makro kita enggak seburuk itu. Sebenarnya harga komoditas masih di atas rata-rata 10 tahun. Misalnya batu bara atau CPO,” kata dia.

Peter mengatakan, volatilitas pasar saham kemungkinan akan mulai stabil pada paruh kedua tahun ini, dengan asumsi rotasi portfolio sudah selesai. Di samping itu, Indonesia akan memasuki tahun politik. Secara historis, pasar akan cenderung wait and see ketika perde voting berlangsung, setelah hingar pada tahun kampanye. "Second half akan lebih stabil dari rotasi sudah selesai dan masuk ke tahun politik,” pungkas dia.

 

Valuasi Makin Tinggi, Bagaimana Prospek Saham Perbankan?

IHSG Dibuka di Dua Arah
Pekerja melintas di dekat layar digital pergerakan saham di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (14/10/2020). Pada prapembukaan perdagangan Rabu (14/10/2020), IHSG naik tipis 2,09 poin atau 0,04 persen ke level 5.134,66. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, perbankan menjadi salah satu sektor idola di pasar modal. Equity Research Analyst, CGS CIMB Sekuritas Indonesia, Handy Noverdanius menerangkan, valuasi perbankan saat ini telah melampaui angka historisnya.

Namun, bersamaan dengan itu, kinerja fundamental perbankan juga masih solid. Sehingga sektor saham ini masih menarik untuk dicermati.

"Valuasi beberapa saham perbankan saat ini sebenarnya sudah di atas rata-rata angka historis yang di sekitar 2,25 persen PBV (Price to Book Value). Saat ini valuasi perbankan sudah 2,3–24 PBV. Valuasi yang tinggi ini ditopang fundamental yang masih solid dari perbankan, terutama bank besar," ujar Handy dalam Money Buzz edisi Indonesia's Banking: A pillar to economic growth in 2023, Kamis (17/11/2022).

Di sisi lain, bank umumnya memiliki kapitalisasi pasar (market capital/market cap) yang besar. Sehingga tak ayal jika sektor ini jadi buruan investor domestik maupun asing. Tren kenaikan suku bunga juga disebut akan menopang kinerja perbankan ke depan.

"Perbankan masih menarik karena ditopang kinerja profit yang berpeluang untuk lanjut terus tahun depan. Valuasi di atas rerata historis tapi fundamental solid. Ada beberapa bank yang valuasinya lebih murah tapi pertumbuhannya masih akan berlanjut. Jadi mungkin masih ada potensi upside juga dari situ ke depannya,” ujar Hendy.

Menakar Prospek Sektor Infrastruktur yang Jadi Penyumbang Ekonomi RI

IHSG Awal Pekan Ditutup di Zona Hijau
Pejalan kaki melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG sore ini ditutup di zona hijau pada level 6.296 naik 21,62 poin atau 0,34 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, sektor infrastruktur disebut masih menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Meski begitu, Research & Strategy PT J.P. Morgan Securities Indonesia, Henry Wibowo mengatakan sektor ini bukan satu-satunya, sebab ada sektor lain yang dinilai lebih menarik.

Sebagai gambaran, Henry menyebutkan pada periode pertama kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), infrastruktur digenjot habis-habisan. Namun, berbeda pada periode II kepemimpinan Jokowi pada periode II, pembangunan infrastruktur mulai landai.

Kondisi itu dibarengi dengan adanya pandemi COVID-19 yang mengharuskan adanya pemangkasan anggaran infrastruktur dan dialokasikan sebagai dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Maka tak ayal jika progress pembangunan infrastruktur di dalam negeri sempat terganggu.

“Proyek infrastruktur periode II tidak sebanyak periode pertama. Lebih kelanjutan dari seblumnya.Tapi sektor ini tetap jadi salah satu backbone karena indonesia masih banyak penetrasinya. Kita masih butuh bangun jalan tol, bandara dan lainnya,” kata Henry, dikutip Rabu (12/10/2022).

Alih-alih memaksakan investasi pada infrastruktur sebagai kontribusi terbesar pendapatan negara, Henry mengatakan pemerintah perlu mempertimbangkan peluang investasi lainnya yang lebih menarik bagi investor asing di masa mendatang.

Henry menyinggung soal potensi Indonesia sebagai salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia. Hal ini dapat menjadi peluang investasi untuk ekosistem kendaraan listrik.

“Hilirisasi adalah topik yang penting atau bahkan lebih penting dari infrastruktur sekarang ini. Investor asing masuk Indonesia uangnya bukan buat bikin jalan tol, tapi smelter baterai EV. Jadi kita juga harus melihat tren arahnya kemana. Karena kalau buka investasinya infrastruktur terus tapi demandnya tidak ada, kita harus shifting,” kata dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya