Liputan6.com, Jakarta - Grup Evergrande China yang pernah menjadi pengembang properti terbesar kedua di China mengajukan kebangkrutan di New York, Amerika Serikat pada Kamis, 17 Agustus 2023.
Dikutip dari CNN, Jumat (18/8/2023), Evergrande yang gagal bayar utang dan memiliki pinjaman jumbo pada 2021 memicu krisis properti besar-besaran di China sehingga berdampak terhadap perekonomian.
Evergrande mengajukan perlindungan kebangkrutan Bab 15 yang memungkinkan pengadilan Amerika Serikat untuk turun tangan ketika kasus kebangkrutan melibatkan negara lain. Bab 15 kebangkrutan dimaksudkan untuk membantu promosi kerja sama antara pengadilan AS, debitur dan pengadilan negara lain yang terlibat dalam proses kebangkrutan.
Advertisement
Evergrande tidak segera menanggapi permintaan komentar dari CNN.
Dampak Gagal Bayar Evergrande
Sektor real estate China telah lama dilihat sebagai pertumbuhan vital di ekonomi terbesar kedua di dunia dan sumbang 30 persen dari produk domestik bruto (PDB) China.
Akan tetapi, gagap bayar Perusahaan pada 2021 membawa gelombang kejutan melalui pasar properti China, menganggu pemilik properti dan sistem keuangan yang lebih luas di negara itu.
Gagal bayar Perusahaan terjadi setelah Beijing mulai menindak pinjaman berlebihan oleh pengembang dalam upaya untuk mengendalikan harga perumahan yang melonjak.
Sejak keruntuhan Evergrande, beberapa pengembang besar lainnya di China termasuk Kasia, Fantasia, dan Shimao Group telah gagal membayar utangnya.
Baru-baru ini, raksasa real estate China lainnya Country Garden memperingatkan akan mempertimbangkan untuk adopsi berbagai langkah manajemen utang memicu spekulasi Perusahaan mungkin sedang bersiap untuk merestrukturisasi utang karena berjuang mendapatkan uang tunai. Masalah industri telah diperkuat oleh perlambatan ekonomi secara keseluruhan di negara ini.
Rencana Bisnis
Evergrande adalah Perusahaan besar dengan lebih dari 1.300 proyek real estate di lebih dari 280 kota, menurut situsnya. Perusahaan juga memiliki beberapa bisnis non real estate termasuk bisnis kendaraan listrik, bisnis perawatan kesehatan dan taman hiburan.
Evergrande telah berjuang melunasi pinjaman setelah resmi gagal bayar utang pada akhir 2021. Beban utang Perusahaan properti itu mencapai 2,43 triliun yuan atau USD 340 miliar pada akhir tahun lalu. Itu kira-kira 2 persen dari seluruh produk domestik bruto (PDB) China.
Evergrande juga melaporkan dalam pengajuan pasar saham bulan lalu kalau kehilangan dana pemegang saham USD 81 miliar pada 2021 dan 2022.
Awal 2023, perseroan meluncurkan rencana restrukturisasi utang yang telah lama ditunggu-tunggu yang merupakan rekor terbesar di China. Pengembang mengatakan telah mencapai perjanjian yang mengikat dengan pemegang obligasi internasional padaa persyaratan kunci dari rencana itu.
“Restrukturisasi yang diusulkan akan mengurangi tekanan utang luar negeri Perusahaan dan fasilitasi upaya Perusahaan untuk melanjutkan operasi dan menyelesaikan masalah,’ tulis Evergrande dalam pengajuan.
Sebagian dari rencana, Evergrande akan fokus kembali ke operasi normal dalam tiga tahun ke depan. Akan tetapi butuh biaya tambahan USD 36,4 miliar-USD 43,7 miliar. Selain itu Perusahaan juga memperingatkan unit kendaraan listriknya berisiko ditutup tanpa pendanana baru.
Sejak itu, sejumlah pendanaan telah datang. Awa pekan ini, Perusahaan yang berbasis di Dubai yakni NWTN mengumumkan investasi strategis senilai USD 500 juta dalam grup kendaraan listrik Evergrande dengan imbalan saham 28 persen.
Advertisement
Perusahaan Terlilit Utang, Harta Bos Evergrande China Anjlok 90 Persen
Sebelumnya, Miliarder di China tengah mengalami masa-masa sulit dalam beberapa tahun terakhir, terutama mereka yang mengumpulkan kekayaan di pasar properti negara itu.
Melansir CNN Business, Senin (23/1/2023) kekayaan bersih pendiri pengembang real estat China Evergrande, Hui Ka Yan telah anjlok hampir 93 persen. Hal itu diungkapkan dalam Bloomberg Billionaires Index.
Hui Ka Yan sebelumnya pernah menjadi orang terkaya kedua di Asia, namun kini kekayaan Hui turun dari USD 42 miliar pada puncaknya pada 2017 menjadi sekitar USD 3 miliar atau sekitar Rp 44,9 triliun (asumsi kurs Rp 15.500 per dolar AS), menurut Bloomberg.
Sebagai informasi, Evergrande merupakan salah satu perusahaan real estat dengan utang terbesar di China, liabilitas sebesar USD 300 miliar atau Rp 4,4 kuadriliun.
Hui Ka Yan juga dikenal sebagai Xu Jiayin dalam bahasa Mandarin, menggunakan kekayaan pribadinya untuk menopang perusahaannya yang sedang berjuang, dengan menjual aset-aset mewahnya seperti rumah dan jet pribadi.
Tetapi upaya itu belum cukup untuk melunasi utang Evergrande, setelah berjuang selama berbulan-bulan untuk mengumpulkan uang tunai untuk membayar kreditur, pemasok, dan investor.
Pada 2022 lalu, perusahaan gagal menyampaikan rencana awal restrukturisasi utangnya, yang menyebabkan kekhawatiran lebih lanjut tentang masa depannya.
Sebelum terlilit utang besar, Evergrande dikenal sebagai konglomerat real estat ternama di China. Perusahaan ini memiliki sekitar 200.000 karyawan, meraup lebih dari USD 110 miliar dari penjualannya pada tahun 2020 dan memiliki lebih dari 1.300 pengembangan di lebih dari 280 kota di negara itu.
Â
Evergrande Janji Lunasi Utang Tahun Ini, Krisis Properti China Segera Berakhir?
Evergrande berjanji untuk melunasi utangnya tahun ini. Seperti diketahui, karena raksasa properti asal China itu dilanda krisis menyusul tindakan keras Beijing terhadap pinjaman berlebihan di sektor real estat.
Dikutip dari Channel News Asia, Rabu (4/1/2023) Kepala Evergrande Hui Ka Yan dalam sebuah pesan email mengatakan kepada stafnya bahwa "2023 merupakan tahun kunci bagi Evergrande untuk memenuhi tanggung jawab perusahaannya dan melakukan segala upaya untuk memastikan penyelesaian proyek konstruksi".
"Selama semua orang di Evergrande bekerja sama, tidak pernah menyerah, (dan) bekerja keras ... kami pasti akan dapat menyelesaikan tugas menjamin pengiriman, membayar semua jenis hutang, dan menyelesaikan risiko," tulis Hui dalam pesan tersebut.
Evergrande tahun lalu melanjutkan pekerjaan di 732 lokasi konstruksi dan mengirimkan 301.000 unit rumah untuk pembeli, lanjut pesan itu.
"(Para karyawan) mengalami tekanan fisik dan mental yang berat, dan mengatasi banyak kesulitan untuk mewujudkan hal yang mustahil", ungkap Hui.
Evergrande telah bergegas melepas aset dalam beberapa bulan terakhir dan terlibat dalam pembicaraan restrukturisasi setelah menumpuk utang sebesar USD 300 miliar.
Perusahaan itu mengalami krisis terbesar di sektor properti China, yang menyumbang sekitar seperempat dari produk domestik bruto negara itu.
Para pengembang besar termasuk Evergrande gagal menyelesaikan proyek perumahan, memicu protes dan boikot hipotek dari pembeli rumah.
Sementara itu, perusahaan-perusahaan yang lebih kecil gagal membayar pinjaman atau mengalami masalah mendapatkan uang tunai sejak Pemerintah China lebih ketat membatasi pinjaman pada 2020.
Pada November 2022, dokumen resmi menunjukkan Evergrande menjual tanah yang dialokasikan untuk kantor pusatnya di pusat teknologi Shenzhen seharga USD 1 miliar.
Â
Advertisement