Liputan6.com, Jakarta - Saham sektor konsumer diyakini masih memiliki prospek yang cerah hingga tahun depan. Sebab, sentimen terkait pemilihan umum (pemilu) bakal mendorong daya beli masyarakat.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Fajar Dwi Alfian mencermati saham sektor masih akan positif pada 2023 dan tahun depan. Ini mengingat, saham sektor tersebut dibayangi sentimen pemilu yang akan mendongkrak daya beli konsumen.
Dengan demikian, Fajar merekomendasikan buy on weakness saham undervalued seperti ICBP atau INDF untuk dapat dipertimbangkan.
Advertisement
“Investor bisa melakukan strategi buy on weakness untuk saham-saham undervalued seperti ICBP atau INDF,” kata Fajar kepada Liputan6.com, Rabu (4/10/2023).
Sementara itu, Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Roger MM mengatakan, saham konsumer memang terbebani oleh kenaikan bahan baku. Akan tetapi, ia memprediksi sektor konsumer akan tetap cerah menjelang pemilu.
“Kami prediksi menjelang kegiatan besar pemilu akan menjadi katalis positif sektor konsumer,” kata Roger.
Bagi para investor yang ingin mengoleksi saham konsumer, Roger merekomendasikan saham MYOR untuk dapat dipertimbangkan.
Meski demikian, Pengamat Pasar Modal Desmond Wira memiliki pandangan yang berbeda terkait prospek saham konsumer. Menurut ia, prospek saham konsumer dinilai kurang menarik karena terbebani oleh sentimen inflasi.
"Sentimen cenderung negatif, terutama inflasi pada Agustus 3,2 persen yoy mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan ada potensi penurunan daya beli ke depannya, salah satunya yang terlihat adalah kenaikan harga beras yang menyumbang kenaikan inflasi,” kata Desmond.
Desmond pun menyarankan agar para pelaku pasar menghindari saham konsumer untuk saat ini.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Penutupan IHSG pada 3 Oktober 2023
Sebelumnya diberitakan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik arah ke zona merah pada penutupan perdagangan saham Selasa, (3/10/2023). Koreksi IHSG terjadi di tengah lanjutkan aksi beli saham oleh investor asing.
Dikutip dari data RTI, IHSG merosot 0,30 persen. Ke posisi 6.940,88. IHSG sempat bergerak di zona hijau pada perdagangan Selasa pekan ini. Bahkan IHSG sempat berada di level tertinggi 6.992,62. Namun, IHSG berbalik arah melemah jelang penutupan perdagangan saham. IHSG sempat berada di level terendah 6.940,88.
Sebanyak 331 saham melemah sehingga menekan IHSG. 193 saham menguat. 226 saham diam di tempat.
Total frekuensi perdagangan saham 1.438.487 kali dengan volume perdagangan 19,9 miliar saham. Nilai transaksi Rp 10,1 triliun. Posisi dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 15.520.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), investor asing melakukan aksi beli saham Rp 170,56 miliar. Namun, sepanjang 2023, investor asing jual saham Rp 4,7 triliun.
Mayoritas sektor saham tertekan kecuali sektor saham siklikal naik 0,19 persen, sektor saham kesehatan mendaki 0,13 persen, sektor saham properti bertambah 0,88 persen dan sektor saham infrastruktur naik 0,08 persen.
Sementara itu, sektor saham energi merosot 1,91 persen, sektor saham basic tergelincir 0,51 persen, sektor saham industri terpangkas 1,34 persen, sektor saham nonsiklikal merosot 0,21 persen.
Selain itu, sektor saham keuangan turun 0,99 persen, sektor saham teknologi terpangkas 0,73 persen dan sektor saham transportasi merosot 0,32 persen.
Advertisement
Saham Sektor Energi Lesu pada 2023, Ini Penyebabnya
Sebelumnya, saham-saham sektor energi mulai dipandang kurang prospektif seiring dengan penurunan harga komoditas dan pelemahan ekonomi di China.
Sektor saham energi lesu sepanjang 2023. Sektor saham energi turun 10,02 persen year to date ke posisi 2.051 pada penutupan perdagangan Selasa, 29 Agustus 2023, demikian mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI).
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Fajar Dwi Alfian mengatakan, indeks saham sektor energi cenderung melemah akhir-akhir ini. Faktor yang menjadi pemberat pergerakan indeks sektor energi adalah saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN) yang anjlok 10 persen lebih secara year to date (ytd).
Padahal BYAN menjadi saham dengan bobot terbesar di sektor energi selain PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR).
“Sementara saham yang harganya masih baik dan jadi penopang indeks sektor energi adalah TCPI dan DSSA,” kata Fajar kepada Liputan6.com, Rabu (30/8/2023).
Saham-saham di sektor energi pun dianggap masih diliputi prospek negatif. Ini mengingat tren harga batu bara yang cenderung mendatar (sideways), meski terjadi kenaikan harga dalam beberapa waktu belakangan.
Dibayangi Ekonomi China
Kondisi perekonomian China juga penuh ketidakpastian, sehingga harga batu bara dan komoditas lainnya berpotensi kembali mengalami penurunan pada sisa 2023.
Sementara itu, Pengamat Pasar Modal Desmond Wira mengatakan, dalam satu bulan terakhir, saham-saham yang mampu menjadi penopang sektor energi antara lain ADRO, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Sedangkan saham yang menjadi pemberat sektor tersebut antara lain PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), PT Indika Energy Tbk (INDY), dan BYAN.
Bagi Desmond, saham sektor energi dinilai kurang menarik. Bahkan, sejak awal tahun ini kinerja saham sektor energi secara rata-rata di bawah indeks acuan, yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
“Sejak turunnya harga minyak dunia, saham sektor energi mulai melempem. Boleh dibilang saat ini tinggal sisa-sisa hasil kenaikan harga minyak dua tahun sebelumnya,” kata Desmond.
Advertisement