Liputan6.com, Jakarta - Saham Tupperware Brands Corp masih melanjutkan koreksi usai perdagangan Selasa, 17 September 2024. Koreksi saham Tupperware ini terjadi setelah Perseroan ajukan bangkrut.
Mengutip data Google, setelah perdagangan, saham Tupperware merosot 7,5 persen ke posisi USD 0,51 pada Selasa, 17 September 2024.Sedangkan pada perdagangan Senin, 16 September 2024, harga saham Tupperware melemah 0,96 persen ke posisi USD 0,50.
Harga saham Tupperware merosot setelah Bloomberg melaporkan Perseroan Bersiap mengajukan bangkrut pada pekan ini di tengah utang sebesar USD 700 juta atau sekitar Rp 10,73 triliun (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 15.335).
Advertisement
Mengutip Yahoo Finance, Tupperware Brands Bersiap ajukan kebangkrutan pekan ini, menurut sumber yang mengetahui rencana itu setelah upaya selama bertahun-tahun untuk hidupkan kembali bisnis di tengah menurunnya permintaan.
Merek perlengkapan rumah tangga yang selama hampir satu abad didefinisikan sebagai penyimpan makanan berencana mengajukan perlindungan hukum setelah melanggar ketentuan utangnya dan meminta bantuan penasihat hukum dan keuangan, menurut sumber. Saham Tupperware sempat anjlok lebih dari 50 persen di New York, seiring kabar itu pada perdagangan awal pekan ini.
Pengajuan kebangkrutan menyusul negosiasi yang berlarut-larut antara Tupperware dan pemberi pinjaman mengenai cara mengelola utang lebih dari USD 700 juta. Pemberi pinjaman setuju tahun ini untuk memberi sedikit ruang bernafas mengenai ketentuan yang pinjaman yang dilanggar, tetapi perusahaan terus memburuk.
Rencana itu belum final dan dapat berubah. Seorang perwakilan Tupperware menolak berkomentar. Tupperware selama bertahun-tahun telah memperingatkan akan adanya keraguan terhadap kemampuannya bertahan dalam bisnis.
Aksi Korporasi Perseroan
Pada Juni, perusahaan tersebut membuat rencana untuk menutup satu-satunya pabriknya di AS dan memberhentikan hampir 150 karyawan. Tahun lalu, perusahaan mengganti Kepala Eksekutif Miguel Fernandez dan beberapa anggota dewan sebagai bagian dari upaya untuk membalikkan keadaan bisnis, dengan menunjuk Laurie Ann Goldman sebagai CEO baru.
Pada 1946, Tupperware memperkenalkan produk plastiknya kepada publik setelah pendirinya Earl Tupper menemukan segel kedap udara yang fleksibel. Merek tersebut melejit ke rumah-rumah Amerika sebagian besar melalui pesta penjualan yang diselenggarakan oleh wanita-wanita pinggiran kota.
Perusahaan tersebut terus beroperasi selama hampir 80 tahun dan sebagian besar mengandalkan penjualan langsung oleh sejumlah besar vendor amatir, dengan jumlah lebih dari 300.000 tenaga penjualan independen dalam pengajuan peraturan pada 2022.
Advertisement
Tupperware Diambang Kebangkrutan Setelah Hampir 80 Tahun Berdiri
Sebelumnya, Tupperware tengah bersiap untuk mengajukan kebangkrutan pada pekan ini. Hal tersebut usai upaya selama setahun untuk menghidupkan kembali bisnis tersebut di tengah menurunnya permintaan.
Dikutip The Straits Times, Rabu (18/9/2024), Tupperware berencana untuk mengajukan perlindungan pengadilan setelah melanggar persyaratan pembayaran utangnya, dan meminta bantuan penasihat hukum dan keuangan.
Persiapan Tupperware bangkrut ini menyusul negosiasi yang berlarut-larut antara Tupperware dan para pemberi pinjamannya mengenai cara mengelola utang lebih dari USD 700 juta. Para pemberi pinjaman sepakat pada tahun 2024 untuk memberinya kelonggaran atas persyaratan pinjaman yang dilanggar, tetapi perusahaan tersebut terus memburuk.
Rencana tersebut belum final dan bisa saja berubah. Seorang perwakilan Tupperware menolak berkomentar.
Tupperware selama bertahun-tahun telah memperingatkan adanya keraguan dalam kemampuannya untuk tetap bertahan dalam bisnis. Pada bulan Juni, perusahaan tersebut membuat rencana untuk menutup satu-satunya pabriknya di AS dan memberhentikan hampir 150 karyawan.
Pada tahun 2023, perusahaan mengganti kepala eksekutif Miguel Fernandez dan beberapa anggota dewan sebagai bagian dari upaya untuk membalikkan keadaan bisnis, dengan menunjuk Laurie Ann Goldman sebagai CEO baru.
Tupperware pada 1946 memperkenalkan produk plastiknya kepada masyarakat setelah pendirinya Earl Tupper menemukan segel kedap udara yang fleksibel. Merek tersebut meroket ke rumah-rumah di Amerika sebagian besar melalui penjualan yang digelar di pinggiran kota.
Perusahaan ini terus beroperasi selama hampir 80 tahun dan sangat bergantung pada penjualan langsung oleh banyak vendor amatir, dengan jumlah penjual atau wiraniaga independen yang tercatat dalam dokumen peraturan mencapai lebih dari 300.000 orang pada 2022.
Penjualan Merosot Bikin Tupperware Terancam Bangkrut
Tupperware memperingatkan akan segera gulung tikar. Tupperware yang pernah menjadi produk pilihan yang ada di dapur masyarakat Amerika Serikat (AS) memperingatkan mungkin tidak memiliki cukup uang untuk bertahan.
Dikutip dari Fortune, ditulis Rabu (12/4/2023), dalam siaran pers, perusahaan mengatakan ada keraguan besar tentang kemampuannya untuk melanjutkan kelangsungan usahanya dan telah melibatkan penasihat keuangan untuk mengumpulkan dana.
"Tupperware telah memulai perjalanan untuk membalikkan operasi kami dan hari ini menandai langkah penting dalam mengatasi modal dan likuiditas,” ujar Presiden dan CEO Tupperware Brands, Miguel Fernandez.
Tupperware hadapi kemungkinan delisting karena gagal mengajukan laporan tahunan, demikian disampaikan perseroan. Adapun saham Tupperware telah anjlok 68 persen pada 2023. Tupperware akan mengajukannya dalam 30 hari ke depan. Akan tetapi, Tupperware menyatakan tidak ada jaminan formulir 10-K akan diajukan pada saat itu.
Penjualan Tupperware telah menurun selama bertahun-tahun, karena persaingan dalam bisnis wadah penyimpanan plastic telah meningkat secara dramatis dengan pesaing menawarkan produk dengan harga jauh lebih rendah. Namun, pada 2020, Tupperware melaporkan peningkatan penjualan tahun ke tahun pertamanya sejak 2017.
Tupperware mengatakan sedang bekerja untuk memperbaiki struktur modal dan likuiditas jangka pendek dan telah membawa penasihat untuk membantunya mencari investor atau mitra potensial. Selain itu juga meninjau portofolio real estate untuk potensi suntikan tunai.
“Perusahaan melakukan segala daya untuk mengurangi dampak peristiwa baru-baru ini, dan kami mengambil tindakan segera untuk mencari pembiayaan tambahan dan mengatasi posisi keuangan kami,” ujar Fernandez.
Advertisement