Bursa Saham Eropa Menguat Tipis, Investor Cermati Dampak Trump 2.0

Investor global akan menilai dampak potensial dari masa jabatan kedua Donald Trump setelah pelantikannya sebagai Presiden AS ke-47 pada Senin, 20 Januari 2025.

oleh Agustina Melani diperbarui 21 Jan 2025, 15:38 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2025, 15:29 WIB
Bursa Saham Eropa Menguat Tipis, Investor Cermati Dampak Trump 2.0
Bursa saham Eropa akan menguat pada Selasa, 21 Januari 2025.(Dok: Photo by David Vincent on Unsplash)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Eropa akan menguat pada Selasa, 21 Januari 2025. Hal ini seiring pelaku pasar mencerna perintah eksekutif pertama yang ditandatangani oleh Presiden Amerika Serikat (AS) yang baru dilantik Donald Trump pada Senin, 20 Januari 2025.

Mengutip CNBC, indeks FTSE Inggris terlihat dibuka naik 10 poin ke posisi 8.531. Indeks DAX di Jerman menguat empat poin ke posisi 21.004. Indeks CAC 40 di Prancis mendaki 7 poin ke posisi 7.740. Indeks FTSE MIB Italia mendaki 44 poin ke posisi 36.326, berdasarkan data IG.

Terbaru, indeks Stoxx 600 dibuka mendatar. Indeks FTSE 100 menguat 0,05 persen. Sedangkan indeks DAX di Jerman berbalik arah melemah setelah sentuh level tertinggi. Indeks FTSE MIB Italia dan CAC 40 berada di wilayah negatif.

Adapun investor global akan menilai dampak potensial dari masa jabatan kedua Donald Trump setelah pelantikannya sebagai Presiden AS ke-47 pada Senin, 20 Januari 2025.

Setelah upacara itu, Donald Trump menandatangani beberapa perintah eksekutif pertamanya di hadapan 20.000 pendukung di Capital One Arena di Washington.

Donald Trump mengeluarkan “pengampunan penuh” kepada sekitar 1.500 orang yang didakwa terkait serangan di Gedung Capitol Amerika Serikat pada 6 Januari 2021. Ia juga menandatangani perintah eksekutif yang secara efektif menghentikan penegakan hukum yang akan melarang TikTok di Amerika Serikat.

Donald Trump juga mengenakan tarif sebesar 25 persen terhadap Meksiko dan Kanada paling cepat pada awal Februari.

Terkait data, upah sektor swasta di Inggris naik enam persen dalam tiga bulan hingga November, dibandingkan tahun sebelumnya, menurut Kantor Statistik Nasional pada Selasa pekan ini.

Badan itu juga mengungkapkan angka penggajian pada November turun 0,1 persen dibandingkan Oktober yang menunjukkan melemahnya pasar tenaga kerja.

Dua indkator itu memberikan gambaran yang beragam tentang keadaan ekonomi kepada para penentu suku bunga acuan Bank Sentral Inggris. Di Davos, Chief Executive Llyods Charlie Nunn menuturkan, bank sentral akan memangkas suku bunga acuan tiga kali pada 2025.

 

Investor Cermati WEF di Davos

Ilustrasi saham di Bursa Efek London (Foto: Unsplash/Jamie Street)
Ilustrasi saham di Bursa Efek London (Foto: Unsplash/Jamie Street)... Selengkapnya

Selain itu, investor di Eropa juga akan mencermati Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum di Davos, Swiss pekan ini. Acara tahunan yang menarik kepala pemerintahan dan pemimpin bisnis dari seluruh dunia ini akan semakin meriah pada Selasa pekan ini.

Sementara itu beberapa orang tidak hadir di Davos, pemimpin China, India dan sejumlah pemimpin utama Eropa absen pada 2025. Donald Trump juga akan menyampaikan pidato di hadapan para peserta melalui tautan video pada Kamis.

Sejumlah pidato utama akan disampaikan pada Selasa pekan ini antara lain head of the European Commision Ursula von der Leyen. Kemudian Wakil Perdana Menteri China Ding Xuexiang. Lalu Kanselir Jerman Olaf Scholz akan menyampaikan pidato di forum tersebut. Kemudian Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy akan berpidato.

Pada forum itu akan menjadi platform penting bagi presiden untuk menyampaikan kasus Ukraina menjelang kemungkinan tekanan dari Donald Trump untuk mencapai gencatan senjata dengan Rusia untuk mengakhiri perang.

Sementara itu, pada Selasa pekan ini ada rilis data meliputi tingkat pengangguran Inggris pada November dan indikator ZEW dari data sentimen ekonomi Eropa.

Ukraina Tutup Jalur Gas dari Rusia, Sejumlah Negara Eropa Darurat Energi

Rudal Rusia Hantam Depot Minyak Ukraina
Orang-orang mengantre di depan supermarket sementara asap mengepul di atas kota Vasylkiv di luar Kiev (27/2/2022). Rudal Rusia telah menghantam pipa gas dan kilang minyak di kawasan Vasylkiv. (AFP/Dimitar Dilkof)... Selengkapnya

Sebelumnya, Ukraina menutup akses aliran gas dari Rusia ke beberapa negara Eropa mulai tahun batu atau tepatnya 1 Januari 2025. Langkah tersebut mengakhiri dominasi Rusia selama puluhan tahun atas pasar energi di Eropa. Seperti diketahui, untuk menyalurkan gas alam ke sejumlah negara Eropa, aliran pipa Rusia harus melalui  Ukraina.

Melansir CNBC International, Jumat (3/1/2025) raksasa energi Rusia, Gazprom mengonfirmasi ekspor gas ke Eropa melalui Ukraina dihentikan sekitar pukul 8 pagi waktu setempat pada Rabu 1 Januari 2025.

Langkah ini menandai berakhirnya perjanjian transit selama lima tahun antara Rusia dan Ukraina, dengan tidak ada pihak yang bersedia membuat kesepakatan baru di tengah perang yang sedang berlangsung.

Rusia, yang telah mengangkut gas ke Eropa melalui jaringan pipa Ukraina sejak 1991, mengatakan negara-negara Uni Eropa akan paling terdampak dari peralihan pasokan ini.

Sementara itu, Rusia masih dapat mengirim gas melalui jaringan pipa TurkStream, yang menghubungkan Rusia dengan Hongaria, Serbia, dan Turki.

Ukraina akan kehilangan hingga USD 1 miliar per tahun dalam biaya transit dari Rusia karena penghentian ini, menurut Reuters, sementara Gazprom siap kehilangan hampir USD 5 miliar dalam penjualan gas.

Slowakia, Austria, dan Moldova termasuk di antara negara-negara yang paling berisiko akibat penghentian tersebut.

Mereka adalah negara-negara Eropa yang paling bergantung pada volume transit gas Rusia pada tahun 2023, menurut Rystad Energy, dengan Slowakia mengimpor sekitar 3,2 miliar meter kubik tahun itu, Austria menerima 5,7 miliar meter kubik, dan Moldova mendapatkan 2 miliar meter kubik.

Austria bersikeras bahwa mereka siap menghadapi penghentian tersebut, tetapi yang lain jauh lebih khawatir.

 

 

Moldova Umumkan Status Darurat Energi

Perdana Menteri Slowakia, Robert Fico memperingatkan bahwa penghentian perjanjian transit gas oleh Ukraina akan berdampak "drastis" pada negara Uni Eropa, tanpa merugikan Rusia. 

Adapun Moldova yang juga mengumumkan status darurat selama 60 hari bulan lalu karena kekhawatiran akan keamanan energi.

Sebanyak 56 anggota parlemen dari 101 anggota parlemen Moldova memberikan suara mendukung status darurat nasional, yang menurut pemerintah saat itu akan memungkinkan negara tersebut menerapkan serangkaian tindakan untuk mencegah dan mengurangi kekurangan sumber daya energi.

Ukraina Tutup Jalur Gas Rusia ke Eropa mulai 1 Januari 2025

Sebelumnya, Ukraina telah menghentikan pengangkutan gas Rusia ke Eropa melalui wilayahnya, setelah kesepakatan penting dengan Moskow berakhir pada hari Rabu (1/1/2025).

Keputusan Ukraina untuk tidak memperbarui kesepakatan transit tersebut merupakan langkah yang telah diantisipasi, setelah hampir tiga tahun perang skala penuh dengan Rusia, juga setelah Eropa secara drastis memangkas porsi impor gas dari Moskow.

Mengutip CNN Business, Kamis (2/1/2025) Kementerian energi Ukraina mengatakan bahwa kesepakatan pemberhentian angkutan gas itu berakhir demi kepentingan keamanan nasional.

"Kami telah menghentikan transit gas Rusia. Ini adalah peristiwa bersejarah," kata kementerian tersebut dalam sebuah pernyataan, seraya menambahkan bahwa infrastruktur transportasi gasnya telah dipersiapkan sebelum berakhirnya masa berlaku.

Tahun lalu, raksasa gas milik Rusia, Gazprom, yang menandatangani kesepakatan transit dengan Naftogaz Ukraina pada tahun 2019, mencatat kerugian sebesar USD 6,9 miliar, yang pertama dalam lebih dari 20 tahun, karena berkurangnya penjualan ke Eropa.

Kerugian itu terjadi meski ada upaya untuk meningkatkan ekspor ke pembeli baru, China.

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global
Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya